Perda Ramadhan atau Sakadup Condong Elitis, LK3 Banjarmasin Setuju Direvisi dengan Catatan

0

BERUMUR 17 tahun sejak digodok DPRD Kota Banjarmasin periode 1999-2004 lewat hak inisiatifnya, lahirlah Perda ‘Sakadup’ Nomor 13 Tahun 2003 atau kemudian hari disebut pula dengan Perda Ramadhan.

PERDA ini pun kemudian direvisi lagi lewat Perda Nomor 4 Tahun 2005 yang berisi Larangan Kegiatan pada Bulan Ramadhan, efektif berlaku sejak 16 September 2005, usai diteken Walikota HA Yudhi Wahyuni, ketika itu.

Menguatnya desakan untuk merevisi dari publik juga diakuri Walikota Ibnu Sina usai menyerap aspirasi dalam dengar pendapat di Aula Kayuh Baimbai, Balai Kota Banjarmasin pada Rabu (20/4/2022).

BACA : Menyongsong Banjarmasin Menuju Kota Toleran, Ini Catatan dari LK3

Sedikitnya ada tiga ayat dari Pasal 3 ayat (1), (2) dan (3) yang akan direvisi. Utamanya, soal jam buka atau tayang warung makan, restoran dan sejenisnya pada siang bulan puasa, hingga lebih ekstrem mengusulkan bisa buka sejak pukul 10.00 pagi.

Walau belum final, Walikota Ibnu Sina pun setuju judul Perda Ramadhan Nomor 4 Tahun 2005 diubah dari awalnya larangan kegiatan menjadi pembatasan pada bulan Ramadhan.

BACA JUGA : Didesak Batalkan Perda Ramadhan, Walikota Ibnu Sina : Silakan Ajukan ke DPRD Banjarmasin

Apa pandangan dari Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) yang pernah melakukan riset soal keberadaan perda berbasis syariah seperti Perda Ramadhan milik Banjarmasin?

“Dari hasil kajian kami, memang Perda Ramadhan atau dulu dikasih nama Perda Sakadup ini merupakan perda lahirnya elitis. Sebab, perda ini lahir berdasar usulan fraksi-fraksi di DPRD Kota Banjarmasin ketika itu. Ya, semangat untuk popularitas politik mereka,” ucap Direktur LK3 Banjarmasin, Abdani Solihin kepada jejakrekam.com, Selasa (26/4/2022).

Direktur Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin, Abdani Solihin. (Foto DIdi GS)

BACA JUGA : Sudah 17 Tahun, Perda Ramadhan Segera Direvisi, Ketua Bapemperda DPRD Hanya Manggut-Manggut

Akibat belied ini condong elitis, Dani-sapaan akrabnya mengungkap berdasar hasil riset LK3, kehadiran dan penegakannya pun selalu menimbulkan kegaduhan dan kontroversial di tengah masyarakat.

“Ya, selalu kontroversial sejak 2012. LK3 mencatat penegakan perda ini selalu tidak efektif karena yang kena razia, ternyata warung, depot atau restoran itu-itu saja,” papar Dani.

Bahkan, beber dia, gara-gara perda ini bersifat ekslusif bukan inklusif, sehingga membuka peluang bagi oknum penegak perda di Pemkot Banjarmasin ikut ambil kesempatan bermain.

BACA JUGA : Dinilai Langgar HAM, Berumur 15 Tahun, Perda Ramadhan Banjarmasin Jadi Objek Penelitian Hukum

“Dari temuan LK3 dari hasil riset dan wawancara pada 2019, ternyata agar tak terkena razia penegakan perda ini harus setor uang kepada oknum. Intinya, adanya ‘suap’ ini agar warung, depot atau restoran yang tak terjaring razia. Sebab, ketika kena razia, pasti akan diekspose ke media massa,” tutur Dani.

Walau hanya berupa pengakuan dari pemilik warung, Dani menyarankan hal semacam ini sudah sepatutnya tidak terulang lagi. Apalagi, Perda Ramadhan ini memang hanya berlaku sebulan penuh pada bulan puasa.

BACA JUGA : Tak Ada Dispensasi, DPRD Banjarmasin Minta Pelanggar Perda Ramadhan Ditindak Tegas

“Dari hasil riset kami, kawasan yang kena razia juga bisa dideteksi. Ambil contoh kawasan Jalan Jafri Zamzam, Jalan Veteran, Jalan Cendana Kayutangi, Jalan Pramuka dan Jalan Pangeran Hidayatullah,” ungkap Dani.

Dia pun menyarankan ketika Perda Ramadhan ini akan segera direvisi kembali, agar bisa melibatkan semua stakeholder, terutama pihak-pihak yang berkelindan dengan belied ini.

“Suara-suara dari warga khususnya yang sering kena razia juga patut didengar dan dimasukkan. Ini demi Banjarmasin menuju kota toleran,” tutur Dani.(jejakrekam)

Penulis Rahim Arza/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.