Penegasan Soal Tapal Batas Desa Jambu Baru-Balukung Perlu Dipantau

0

PENEGASAN tapal batas desa antara Desa Jambu Baru Kecamatan Kuripan dan Desa Balukung Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala (Batola), perlu dipantau dengan seksama.

SEBAB, latar belakang penetapan batas desa sekaligus batas kecamatan ini adalah karena PT Tasnida Agro Lestari (TAL), diduga keras menyerobot lahan Desa Jambu Baru pada tahun 2019. Padahal, sebelumnya sudah diikat dengan sebuah kesepakatan, hingga disaksikan DPRD dan Pemkab Batola, tapi terjadi lagi tahun 2022.

Warga Desa Jambu Baru Nasrullah mengatakan, kasus ini sudah menjadi sorotan Komisi III DPR RI dan Kapolda Kalsel, jika sudah dibentuk tim penetapan dan penegasan batas desa oleh Bupati Batola.

“Netralitas tim ini diperlukan terutama untuk mencapai tujuan sebagai tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri RI (Permendagri) Nomor 45 Tahun 2016 bab II pasal 22,” ucap Nasrullah kepada jejakrekam.com, Senin (4/4/2022).

BACA : Kasus PT TAL Versus Desa Jambu Baru Jadi Perhatian DPR RI, Nasrullah : Kami Berterima Kasih!

Nasrullah mengatakan berdasar belied itu ditegaskan bahwa penetapan dan penegasan batas desa bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu desa yang memenuhi aspek teknik dan yuridis.

“Dengan demikian jangan sampai penetapan batas desa ini merugikan salah satu desa ataupun kedua desa (Jambu Baru dan Balukung) tersebut, terutama oleh kemungkinan adanya kepentingan pihak ketiga,” papar Antropolog Universiras Lambung Mangkurat ini.

Nasrullah mengatakan penetapan batas desa ini perlu dipahami sebagai suatu proses. Sebab, hal itu membutuhkan pemenuhan persyaratan hingga mencapai penetapan.

BACA JUGA : Penolakan Ekspansi PT TAL di Desa Jambu Baru Diatensi Polda Kalsel dan Komisi III DPR RI

“Kemudian, proses penetapan batas desa ini mesti memenuhi aspek areal kebudayaan kedua desa. Hal ini sangat memungkinan karena dalam tim melibatkan tokoh masyarakat dan dalam fungsi tim ini salah satunya menginventarisir data hukum tertulis maupun sumber hukum lainnya,” papar mantan aktivis kampus IAIN (UIN) Antasari ini.

Menurut Nasrullah, keterlibatan para tokoh adalah untuk melihat praktek kehidupan warga secara de facto tentang ‘batas desa’ versi kesepakatan warga. Bagi warga di dua desa tersebut.

“Tentu mereka memahami batas areal kerja mereka melalui pohon, nama padang, sungai dan lain-lain yang menandai kesadaran bersama apakah mereka berada pada batas desanya atau desa tetangga. Pengalaman seperti ini dapat dilihat sebagai hukum tak tertulis,” ucap mahasiswa yang lagi menempuh gelar doktor di UGM tersebut.

BACA JUGA : Tolak Ekspansi Kebun Sawit, Warga Desa Jambu Baru Mengadu ke DPRD Batola

Begitu juga dengan sungai yang bisa menjadi acuan batas desa, Nasrullah menyampaikan, harus dilihat kategori sungai apakah sungai alami atau buatan. Begitu juga dengan jenis sungai apakah termasuk tatas, parit, saka dan lain sebagainya.

“Nama-nama sungai ini bisa sama di daerah lain, tetapi perlu digarisbawahi areal yang menjadi batas ini adalah daerah non pertanian padi, sehingga definisi sungai akan berbeda dengan daerah non pertanian,” tegasnya.

BACA JUGA : Tolak Sawit, Pakai Laung Kuning, Warga Desa Jambu Baru Datangi DPRD Batola

Terlebih beberapa hari yang lalu, Kapolda Kalsel Irjen Pol Rikhwanto menyampaikan akan menelusuri apakah ekspansi perkebunan sawit PT TAL di Desa Jambu Baru sesuai dengan hak guna usaha (HGU), mengingat Desa Jambu Baru cukup tradisional. Nah, jika ditutup dengan pembebasan lahan (land clearing) tentu mata pencaharian warga Desa Jambu Baru akan hilang.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.