Pekan Depan Bupati Nonaktif Wahid Diadili, Menguji Patgulipat Proyek Dinas PUPRP HSU

0

PERAN sentral Bupati nonaktif Abdul Wahid dalam patgulipat fee proyek Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) HSU, sangat terang bendera selama fakta persidangan di PN Tipikor Banjarmasin.

FAKTA ini berdasar keterangan di atas sumpah dari dua terdakwa penyuap; Direktur CV Hanamas, Marhaini dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi usai mendapat jatah proyek DIR Kayakah dan Banjang masing-masing senilai Rp 1,9 miliar dan Rp 1,5 miliar.

Pengakuan serupa juga diungkap eks Plt Kadis PUPRP HSU, Maliki di atas sumpah di hadapan majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak. Termasuk, para kontraktor yang selama ini terkoneksi dengan pengaturan (plotting) proyek di Dinas PUPRP HSU, hingga ajudan dan orang-orang dekat Wahid.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tito Jaelani memastikan saat ini tahap berkas perkara terdakwa Abdul Wahid sudah siap dilimpahkan ke PN Banjarmasin melalui PN Tipikor Banjarmasin.

BACA : Cerita Wahid dan Maliki, Sang Atasan dan Bekas Anak Buah yang Kini Berseteru

“Rencananya, pada pekan depan, terdakwa Abdul Wahid akan segera disidangkan di PN Tipikor Banjarmasin. Praktis, status penahanan dari Rutan KPK dipindahkan ke Rutan Banjarmasin (Lapas Teluk Dalam Banjarmasin),” kata Tito Jaelani kepada awak media, usai sidang pemeriksaan terdakwa Maliki di PN Tipikor Banjarmasin, Rabu (23/3/2022).

Dia memastikan berkas perkara kasus tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa Abdul Wahid dilimpahkan KPK dalam waktu segera.

Selain kasus korupsi, Wahid juga dijerat KPK dengan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Usai beberapa aset yang dimiliknya telah disita KPK, karena diduga berasal dari ‘uang haram’ fee proyek senilai Rp 14,2 miliar.

BACA JUGA : Jadi Saksi di PN Tipikor Banjarmasin, Wahid Bantah Semua Pengakuan Saksi

Di antaranya berbentuk aset tanah dan bangunan di wilayah Kabupaten HSU dan sekitarnya senilai Rp 10 miliar. Sisanya berupa uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah hingga valuta asing senilai Rp 4,2 miliar. Aset lainnya berupa kendaraan bermotor juga turut disita KPK.

Berdasar data LHKPN KPK, Abdul Wahid sendiri tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp 5,36 miliar. Dia diketahui memiliki sejumlah harta yang terdiri atas tanah dan bangunan dan uang kas. Wahid juga memiliki tanah dan bangunan seluas 400 m2/300 m2 di Kab/Kota Hulu Sungai Utara hasil sendiri Rp 1,050 miliar.

BACA JUGA : Selalu Pakai Jurus Berkelit, Hakim Bentak Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid

Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid saat bersaksi di atas sunpah dengan kitab suci Alquran di atas kepala saat berada di PN Tipikor Banjarmasin. (Foto Asyikin)

Selain itu, mantan Ketua DPRD HSU dari Golkar ini juga memiliki tanah dan bangunan seluas 600 m2/500 m2 di Hulu Sungai Utara berupa warisan Rp 3,6 miliar. Ada pula selain tanah dan bangunan, Wahid melaporkan memiliki harta berupa uang kas atau setara kas yang sudah dilaporkan senilai Rp 718 juta.

BACA JUGA : Ditanya Temuan Uang Rp 3 Miliar di Rumahnya, Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid Berkilah Titipan Maliki

Dalam persidangan Wahid selalu mengelak bahkan membantah keterangan para saksi. Tak mengherankan dalam persidangan di PN Tipikor Banjarmasin, hakim ketua Jamser Simanjutak meminta agar Wahid saat menjadi terdakwa bisa menghadirkan dalil atau fakta lain atas bantahan dengan fakta persidangan.

Seperti pada persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa Maliki terungkap jika peran vital Wahid dalam pengaturan proyek di Dinas PUPRP HSU di PN Tipikor Banjarmasin, Rabu (23/3/2022). Hingga menerima aliran dana dari fee proyek ke kantong pribadi Abdul Wahid selaku atasannya.

BACA JUGA : Dari Pengakuan 5 Saksi, Fee Proyek Jadi Hukum Adat di Dinas PUPRP HSU

Atas dasar itu, hakim anggota; Ahmad Gawi menilai Maliki memang nafsu jabatan hingga rela setor Rp 500 juta hanya karena ingin mendapat jatah pelaksana tugas (plt) atau Kepala Dinas PUPRP HSU.

Urusan setor fee atau ‘suap’ jabatan, Maliki pun mengatakan dipotong dari fee proyek dengan besaran 15 persen. Terbagi 10 persen jatah Bupati Wahid, sisanya 5 persen untuk dirinya.

Malik pun mengatakan setiap kali bertemu dengan Wahid, tidak pernah di kantor atau ruang kerjanya di Pemkab HSU di Amuntai. Maliki menyebut selalu bertemu Wahid di kediamannya untuk urusan bagi-bagi proyek hingga persetujuan fee proyek.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.