Jejak Kampung Parudan, Penghasil Minyak Lalaan Bertranformasi Jadi Pusat Kain Sasirangan

1

DULU sebelum minyak sawit menggempur, warga Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin justru lebih akrab dengan minyak lalaan atau minyak kelapa. Tersebutlah nama Kampung Parudan, kampung penghasil minyak lalaan atau minyak kelapa yang melegenda.

HAMPIR seluruh rumah tangga justru memanfaatkan minyak lalaan sebagai media untuk menumis atau menggoreng bahan makanan, khususnya ikan. Bahkan, minyak lalaan pun multiguna bisa digunakan untuk minyak rambut.

Dulu sekitar tahun 1980 hingga 1990-an hingga menjelang awal 2000-an, kampung penghasil minyak lalaan ada di Sungai Jingah. Tepatnya di Kampung Parudan. Maklum saja, sejak zaman kolonial Belanda, Sungai Jingah yang dikenal dengan afdelling Sei Jingah merupakan area perkebunan kelapa. Tersebar di Kampung Kenanga, Kampung Parudan hingga Sungai Andai.

Tak mengherankan, jika banyak industri rumahan minyak lalaan hadir di kawasan pemukiman di bantaran Sungai Martapura ini. Namun, kini Kampung Parudan pun telah bertransformasi menjadi Kampung Sasirangan di Banjarmasin.

BACA : Dibanding Rencana Jembatan Pramuka-Sungai Gampa, Rosehan : Jembatan Sungai Jingah Lebih Prioritas!

Jejak-jejak para pengrajin minyak lalaan pun seakan telah lenyap ditelan bumi. Padahal, julukan Kampung Parudan sangat identik dengan kemahiran warganya dalam membuat minyak kelapa rumahan, bahkan minyak curah ini pun merambah pasar-pasar tradisional seantero Banjarmasin. Termasuk, lalaan juga menjadi pemanis alami untuk menikmati jengkol atau jaring khas Banjar.

Proses pembuatan minyak lalaan di atas wajan besar untuk mendapatkan minyak kelapa berkualitas. (Foto FB Ema Damayanti)

Parudan adalah perkakas sederhana yang digunakan untuk memarut kelapa untuk diambil sarinya yang digodok di atas wajan besar guna menghasilkan minyak lalaan.

“Sejak awal tahun 1990-an, pengrajin minyak lalaan di Kampung Parudan terus berkurang. Namun, sekarang sudah tak ada lagi yang menggeluti pekerjaan sebagai pembuat minyak lalaan,” ucap Salim, warga Kampung Parudan RT 17 Kelurahan Sungai Jingah, Banjarmasin Utara kepada jejakrekam.com, Kamis (17/3/2022).

BACA JUGA : Tanpa Perlindungan Hukum, Rumah Berarsitektur Banjar di Sungai Jingah Bisa Punah

Menurut dia, sejak tahun 2000-an, ketika boming industri rumahan pembuat kain sasirangan, kain batik jemputan khas Banjar, para pengrajin minyak lalaan pun banting setir. “Sekarang, Kampung Parudan masuk dalam kawasan Kampung Sasirangan Sungai Jingah,” kata Salim lagi.

Hal ini terlihat dari gapura atau pintu gerbang sebagai pertanda bagi pengunjung memasuki Kampung Sasirangan, walaupun lokasinya berada di Kampung Parudan. Di depan rumah warga Kampung Parudan pun telah berdiri gerai atau toko-toko yang memajang kain-kain sasirangan berbagai jenis bahan dan beraneka harga.

BACA JUGA : Patut Dijaga, Wajah Banjarmasin Jadul masih Bisa Dinikmati di Kawasan Hasanuddin HM

Salim ingat betul pada 2000-an, awalnya para pengrajin kain sasirangan itu banyak terdapat di kawasan Kampung Melayu, seberang Sungai Jingah. Namun lamat-lamat, keahlian untuk membuat kain sasirangan pun merambah ke Kampung Parudan.

Kini, warga Kampung Parudan tak lagi akrab dengan industri pembuatan minyak lalaan. Justru mereka mahir untuk mengolah dan mendesain berbagai motif kain sasirangan baik tradisional maupun kreasi kekinian.

“Saban hari, rata-rata kami bisa membuat kain sasirangan sebanyak 50 lembar. Sekarang makin banyak pesanan untuk kain sasirangan,” ucap Salim.

BACA JUGA : Hanya Getek, Komentar Warga : Rencana Jembatan Sei Jingah Sudah Ada Sejak Zaman Nabi Daud!

BACA JUGA : Pedagang Kelapa Parut Sebut Kebun Kelapa Terancam Hilang

Warga Kampung Parudan, Siti Fadillah pun mengakui kampungnya tak lagi sebagai penghasil minyak lalaan di Banjarmasin. Industri rumahan kain sasirangan jauh lebih menjanjikan dibandingkan memproduksi minyak lalaan yang kini kalah bersaing dengan minyak sawit.

“Sekarang zamannya online, pesanan kain sasirangan tak hanya datang langsung ke gerai atau toko, tapi bisa pesan lewat aplikasi di ponsel pintar,” kata Siti Fadillah.

Sebagai Kampung Pusaka atau bersejarah di Banjarmasin, saat ini Sungai Jingah terdiri dari 28 rukun tetangga (RT). Mayoritas penduduknya adalah etnis Banjar, suku asli Kalimantan Selatan. Sungai Jingah pun telah dimekarkan menjadi tiga kelurahan. Induknya tetap Sungai Jingah, kini ada Kelurahan Surgi Mufti dan Sungai Andai yang menjadi ‘daerah’ otonom tersendiri.

BACA JUGA : Cerita Sebutir Kelapa, Komoditas Berharga di Era Kolonial Belanda

Cerita minyak lalaan pun kini telah terhapus dari jejak Kampung Parudan. Padahal, minyak lalaan atau kelapa dikutip dari Alodokter begitu banyak manfaatnya. Di antaranya mencegah kolesterol tinggi karena bisa menaikkan kader kolesterol baik (HDL) dan menurunkan kolesterol jahat (LDL) dalam tubuh, bisa menurunkan berat badan karena kandungan lemak jenis MCT, melembapkan kulit, membasmi kutu rambut dan mencegah diabetes.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2022/03/18/jejak-kampung-parudan-penghasil-minyak-lalaan-bertranformasi-jadi-pusat-kain-sasirangan/
Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi
1 Komentar
  1. Sopian Hadi berkata

    Terima kasih sudah mengangkat histori kampung Parudan. Semoga Pemko Banjarmasin mengangkat lagi kearipan peninggalan bubuhan bahari. Dalam proses pembuatan minyak lalaan, bisa dijadikan sebagai destinasi wisata susur sungai. Krn biasanya warga membuat minyak lalaan di tepi sungai. Utamanya di Kampung Kenanga. Tahun 1990 an, Kampung Kenanga sering dikunjungi oleh turis mancanegara.

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.