96 SD Kekurangan Siswa, Opsi Penutupan dan Regrouping Bakal Diambil Disdik Kabupaten HST

0

DINAS Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) kini berada dalam posisi dilematis. Ini karena, berdasar Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasi Sekolah (BOS) Reguler, mencantumkan beberapa syarat.

SYARAT yang dimaksud adalah satuan pendidikan (sekolah) minimal memiliki sedikitnya 60 siswa, selama tiga tahun terakhir. Faktanya, saat ini terdata, ada 96 SD baik negeri maupun swasta kekurangan siswa tak lebih dari 60 orang. Berdasar data Disdik Kabupaten HST, di antaranya 10 SD di Kecamatan Barabai, 12 SD di Batang Alai Selatan (BAS), 5 SD di Batang Alai Timur (BAT), 5 SD di Batang Alai Utara, 3 SD di Kecamatan Batu Benawa, 13 SD di Kecamatan Haruyan, 10 SD di Kecamatan Labuan Amas Selatan, dan 13 SD di Kecamatan Pandawan dan terakhir 3 SD di Kecamatan Limpasu.

“Memang, berdasar persyaratan dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 begitu. Namun, hingga kini, kami belum ada keputusan untuk menutup SD, sebab kami dalam kajian,” kata Kepala Disdik Kabupaten HST, H Muhammad Anhar kepada jejakrekam.com, Senin (7/3/2022).

BACA : Siswa SD Menolak Divaksin Covid, Disdik HST Larang Ikut PTM di Sekolah

Meski ada belied itu, Anhar menyebut pihak Kemendikbudristek tetap memberi toleransi bagi SD yang menerima BOS kurang dari 60 siswa di sekolah. Hal ini ditegaskan Anhar, berkelindan dengan kewajiban pemerintah daerah menyediakan standar pelayanan minimal khususnya bidang pendidikan. Apalagi, untuk sekolah-sekolah terpencil atau di daerah pegunungan Meratus. “Sekolah yang ada di daerah pegunungan tetap diselenggarakan, berapa pun jumlah siswanya,” tegas Anhar.

Menurut Anhar, dengan menggunakan standar pelayanan bidang pendidikan itu, maka kemungkinan hanya SD di daerah perkotaan Barabai yang akan ditutup. Ini berdasar kepadatan populasi penduduknya.

“Bisa jadi, kebijakan itu diterapkan untuk sekolah di perkotaan. Namun, ada tiga penyebab yang harus terpenuhi,” kata Anhar.

Tiga penyebab itu adalah pertama secara penduduk, usia sekolah atau peserta didik terus berkurang, program keluarga berencana (KB) berhasil. Hal ini, menurut Anhar, misalkan jika sebelumnya ada dua sekolah di desa tersebut, ternyata jumlah peserta didiknya terus berkurang, maka akan diberlakukan regrouping.

“Jadi, cukup satu SD untuk menampung peserta didik di desa itu. Mubajir jika diselenggarakan dua SD, misalkan,” papar Anhar.

BACA JUGA : Perkuat Migitasi Bencana, Pemkab HST-Pemprov Kalsel Wajib Perjuangkan Waduk Pancar Hanau Terwujud

Ia menegaskan kebijakan penggabungan SD itu demi efesiensi anggaran serta efektivitas peningkatan mutu pendidikan. Kondisi semacam itu terpaksa diambil, sebab SD yang ada tidak ada siswanya lagi.

“Kedua, adanya fenomena di Kalsel berdasar anggapan dari para orangtua siswa yang cenderung menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah berbasis pendidikan agama. Fenomena ini terjadi di HST, termasuk di daerah tetangga seperti Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) dan Hulu Sungai Selatan (HSS),” Anhar membandingkan.

Masih menurut dia, pemda tentu tetap menyediakan pelayanan pendidikan, namun jika jumlah siswa atau peserta didik terus berkurang, karena ada pergeseran orangtua lebih memilih menyekolahkan anaknya ke madrasah, tentu berimbas pada SD negeri.

BACA JUGA : Tuntut Janji Bupati HST, Aksi Kamisan Soroti Isu Portal, Pembalakkan Liar dan Illegal Mining

“Istilahnya dalam tanda kutip disesuaikan dengan selera konsumen. Tentu saja, ini interopeksi  bagi kami sebagai penyelenggara pendidikan agar lebih meningkatkan mutu pendidikan seperti adanya muatan lokal (mulok), hingga perbaikan pembelajaran penunjang di sekolah,” beber Anhar.

Murid SD di Desa Hinas Kiri, Kecamatan Batang Alai Timur saat mengikuti UN menempuh jarak jauh ke sekolahnya. (Foto Amatamin.blogspot.com)

Penyebab ketiga, diuraikan Anhar, penutupan SD juga harus bisa memastikan ke mana para pendidik (guru) serta muridnya. Berikutnya, nasib bangunan SD yang ditutup setelahnya harus dikaji betul-betul.

“Jangan sampai bangunan SD yang ditutup itu malah terbengkalai. Ini harus jelas, bangunan itu bisa dimanfaatkan untuk apa? Jangan sampai mubazir,” tegas Anhar.

BACA JUGA : Komisi IV DPRD Kalsel Tinjau Sekolah di Kaki Pegunungan Meratus HST

Atas berbagai pertimbangan itu, Anhar mengatakan Pemkab HST khususnya Disdik mengajak pihak desa dalam menerapkan kebijakan penutupan SD tersebut.

“Apakah nanti bangunan SD yang ditutup itu bisa dimanfaatkan menjadi balai desa atau ruang Badan Perwakilan Desa (BPD). Sebab, saat ini, banyak BPD di desa belum memiliki kantor,” katanya.

Pilihan kedua, beber Anhar, adalah bangunan SD itu bisa dijadikan TPA atau TK Alquran hingga majelis taklim di desa bagi masyarakat, sehingga bisa lebih bermanfaat. Anhar tak memungkiri saat ini terdata ada 97 SD yang mengalami kekurangan siswa. Terkhusus di daerah pegunungan Meratus di Kabupaten HST.

BACA JUGA : Kunjungi Pegunungan Meratus, Pemuda Muhammadiyah Minta Pemkab HST Sediakan Mobil Operasional Dakwah

Hanya saja, Anhar mengatakan ada dispensasi yang diberikan Kemendikbudristek untuk layanan dasar pendidikan akan tetap dipertahankan atau tidak ditutup.

Opsi yang ditawarkan Disdik Kabupaten HST diungkapkan Anhar, dengan simulasi jika kebijakan penutupan SD itu diberlakukan pada semester depan, terdiri dari tiga opsi.

“Yakni, bisa ditutup langsung oleh pemda, penggabungan (regrouping) atau ditutup secara alami. Artinya, menghabiskan peserta didik yang ada, dan tidak melaksanakan penerimaan siswa baru lagi. Nah, tiga opsi ini yang masih dalam kajian kami,” pungkas Anhar.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.