Daripada Pindah Ibukota Kalsel ke Banjarbaru, Pakar Kota ULM : Lebih Baik Bangun Kota Satelit!

1

PEMINDAHAN ibukota Provinsi Kalsel ke Banjarbaru adalah bentuk cubitan keras terhadap Banjarmasin sebagai kota pusaka bersejarah.

HAL itu diungkap pakar kota Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Akbar Rahman dalam dialog Bamara; Menyikapi Perpindahan Ibukota Provinsi Kalsel di RRI Banjarmasin, Rabu (2/3/2022) malam.

Doktor urban design lulusan Saga University Jepang ini mengatakan ada empat alasan untuk memindahkan sebuah ibukota. Akbar mengatakan alasan pertama adalah ibukota adalah pemersatu wilayah, sehingga harus lebih indah dibandingkan kota sekitarnya.

“Kemudian alasan kedua karena kesepakatan politik. Seperti ketika masa Presiden AS Donald Trump memutuskan ibukota negara Israel awalnya di Tel Aviv secara sepihak dipindah ke Jerusalem,” kata Akbar.

BACA : Gugat Pasal Pemindahan Ibukota Kalsel, 2 Skenario Dimainkan Pemkot Banjarmasin di MK

Berikutnya, papar Akbar, alasan ketiga adalah kuatnya pengaruh penguasa khususnya di negara yang menganut sistem kerajaan atau feodalisme.

“Ambil contoh dulu di Jepang. Awalnya ibukota negara ini adalah Kyoto, kemudian dipindah ke Tokyo. Ini karena Kaisar Jepang ketika itu menilai tidak ada bangunan lebih tinggi dibanding istana Kyoto. Ini bisa dinilai dari aspek historis,” papar Akbar.

Karenanya, magister teknis jebolan Undip Semarang ini mengatakan Banjarmasin yang memiliki kompleksitas sejarah menjadi kota sangat penting di Kalsel. “Untuk itu, kita tak bisa mengesampingkan sejarah. Apalagi, Banjarmasin justru kota paling sepuh di Kalimantan, bahkan hampir setara usia Jakarta sebagai ibukota negara,” papar Akbar.

BACA JUGA : Bukan Pemindahan Ibukota Kalsel, LSM Sasangga Banua : Justru Tuntutan Otsus Kalimantan!

Meski di satu sisi, Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik ULM ini mengakui banyak pula problema kota dihadapi Banjarmasin. Ini karena tumbuh berkembang dengan kompleksitas usai reformasi atau otonomi daerah, ketika daerah punya egosentris sendiri.

“Bayangkan saja, Banjarmasin saat ini dihuni kurang lebih 800 ribu dengan hanya luasan 98 kilometer persegi (km2). Bahkan, 20 persen populasi Kalsel bermukim di Banjarmasin,” urai Akbar.

Dengan adanya pemindahan ibukota Kalsel ke Banjarbaru, Akbar pun menganalisis karena warga Banjarmasin seakan tak peduli dengan identitasnya sebagai kota bersejarah di Kalsel.

BACA JUGA : Pro-Kontra Pemindahan Ibukota Kalsel, Pakar Kota ULM: Bukti Kearifan Lokal Dikesempingkan

Diakui Akbar, penataan Banjarmasin baru terlihat dalam lima tahun terakhir, usai keluar dari predikat salah satu kota terkotor di Indonesia. Dengan progress itu, Akbar pun mengajak agar warga Banjarmasin turut menjaganya. Jangan sampai benteng otonomi daerah justru terus mengekangnya.

“Bandingkan dengan Banjarbaru, memang luasan wilayahnya tiga kali lipat dari Banjarmasin. Namun, dalam 10 hingga 20 tahun ke depan, justru masalah yang dihadapi Banjarmasin akan dialami Banjarbaru. Jadi, sebenarnya percuma saja ibukota provinsi pindah. Apalagi, tanpa kajian morfologi,” cetus arsitek dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel ini.

Menurut Akbar, dalam sisi geografis Banjarbaru juga saling beririsan dan berdempetan dengan wilayah Kabupaten Banjar. Kondisi itu dinilai Akbar justru akan memicu kompleksitas Banjarbaru kian tinggi permasalahan kota ke depan, dibanding Banjarmasin.

“Jujur saja, jika ingin membangun ibukota provinsi, lebih baik Banjarmasin dijaga dengan nilai wisata kota, dengan nilai sejarah yang luar biasa,” paparnya.

Warga Banjarmasin saat mengutarakan pendapatnya soal pemindahan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru. (Foto Humas Setda Banjarmasin)

BACA JUGA : Menolak Ibukota Kalsel ke Banjarbaru, Syaifullah Ingatkan Rosehan Soal Visi-Misi 2R!

Solusi yang ditawarkan Akbar adalah dengan membangun kota satelit bagi Banjarmasin dengan statusnya tetap sebagai ibukota Kalsel. “Saat ini justru kota satelit Banjarmasin adalah kawasan Handil Bakti, Alalak Batola. Ini bisa mereduksi aktivitas perkotaan Banjarmasin. Sayang sekarang justru kawasan Handil Bakti tidak terencana dengan baik oleh Pemkab Batola,” ungkap Akbar.

Dia mencontohkan Handil Bakti bisa dibangun pusat perbelanjaan, sehingga untuk keperluan warga kota satelit tidak perlu lagi berbelanja ke Banjarmasin. “Kota satelit lainnya adalah Gambut dan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar. Dua kecamatan ini pun juga tidak direncanakan dengan baik oleh Pemkab Banjar,” kritik Akbar.

BACA JUGA : Pasal 4 RUU; Ibukota Kalsel di Banjarbaru, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina: Uji Publik Dulu!

Dia mengungkap jaringan transportasi Banjarmasin ke Banjarbaru yang hanya berjarak sekira 30 kilometer, mengapa jarak tempuh harus lama. Ini dikarenakan kepadatan lalu lintas. “Hal ini juga mengakibatkan Banjarbaru akan menjadi kota yang tidak ideal. Makanya, ke depan, sistem jaringan jalan jangan hanya satu poros, tapi bisa dibangun semacam jalan tol, tentu bisa menggaet investor,” tutur Akbar.

BACA JUGA : Modal Gugat UU Provinsi Kalsel, Walikota Ibnu Sina Galang Opini Para Pakar

Ia mengingatkan perpindahan ibukota Kalsel bukan hanya memindahkan  perkantoran gubernur atau Pemprov Kalsel atau rumah dinas, padahal ada problema kota yang akan dihadapi Banjarbaru.

“Kita membangun jalan lebar, tapi jangan lupa pula ada pemeliharaan. Ini jelas akan menggerus anggaran di APBD kita. Jauh lebih mahal ongkosnya,” pungkasnya.(jejakrekam)

Pencarian populer:RRI Banjarmasin Pindah
Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi
1 Komentar
  1. Firman Noor berkata

    Assalamu’alaikum mungkin dosen ny orang Banjarmasin!

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.