Dipenjara Belanda karena Tulisan, Gebrakan Maradja Sayuti Lubis Kembangkan SI di Bornoe (2-Habis)

0

Oleh : Iberahim

MENJADI propagadis, hari-hari Maradja Sayuti Lubis (ditulis ejaan lama Maradja Sayoethi atau Sayuthy Loebis) selalu dihabiskan dengan wara-wiri di berbagai tempat di Borneo Selatan (Kalimantan Selatan), bahkan sempat hijrah ke Samarinda.

STATUSNYA masih bujangan, membuat Maradja Sayuti Lubis tergolong lincah. Gebrakan sang propagadis Sarekat Islam ini terekam dalam Overzicht Van De Inlandsche En Maleisch-Chineesche Pers. No. 37/1923. Dalam rtikel berjudul S.I. DI BORNEO DAN M.S. LOEBIS terbitan 3 September menyebutkan rapat umum yang diadakan oleh S. I. di Rantau pada 23 Juli 1923, di bawah pimpinan M. S. Loebis dan dihadiri oleh 2.500 orang.

Pada pertemuan itu, Maradja Sayuthi Loebis, H. M. Arip, dan H. A. Karim, menyampaikan maksud dan tujuan serikat pekerja. Di bagian lain terlampir surat Maradja Sayuthi Loebis dari Kota Baroe (Pulau Laut) kepada redaksi, yang menginformasikan bahwa madrasah di sana yang baru berdiri 3 bulan sudah memiliki 275 siswa baik laki-laki maupun perempuan.

BACA : Kiprah Maradja Sayuti Lubis Dan Jejak Sarekat Islam Di Banjarmasin (1)

Bahkan, pendidikan diberikan di sekolah itu sesuai dengan tijdgeest /zeitgeist (cara berpikir). Saat itu, ada juga kelas di pada malam hari dari jam 8 sampai jam 10 malam bagi orang dewasa. Jumlah siswanya tergolong banyak di zaman itu, tercatat ada 70 siswa.

Anggota Sarekat Islam saat berfoto bersama usai di acara di Pulau Jawa. (Foto Wikimedia Commons)

Desakan Pendidikan berbasi Islam di Kota Baroe (Kotabaru), sekarang ada niat untuk mendirikan sekolah Islam kecil di setiap kampung. Bahkan, Mr Maradja Sayuthy Loebis, mengingat hal ini, sekarang menjadi pemimpin lain dari gerakan populer sedang melakukan pengaturan perlu diadakan pertemuan SI. Hal ini guna  membahas masalah itu. Kondisi itu membuat Maradja belum bisa kembali ke Banjarmasin sampai sekitar dua minggu.

BACA JUGA : Sekolah Arab Vs Sekolah Belanda; Diskriminasi Dalam Arus Zaman

Redaksi mencatat di bawah surat di atas bahwa Maradja Sayuthy Loebis telah mengambil 40 hari untuk propagandanya kali ini.  Halaman kedua edisi yang sama memuat laporan singkat perjalanan propaganda yang dilakukan oleh Maradja Sayuthy Loebis di Kalimantan dan pertemuan-pertemuan yang diadakan di sana, sebagai berikut:

Pada tanggal 23 Juli 1923 — menurut reporter — Maradja Sayuthy Loebis memimpin rapat umum S.l. di Rantau dari pukul 2 sampai pukul 5 sore, dihadiri oleh 2.500 orang. Pada tanggal 24 Juli 1923, ia memimpin di lokasi yang sama dari pukul 14:00 hingga 17:00 pada pertemuan publik S.l. yang dihadiri oleh 7.000 orang, antara lain 2000 wanita.

Wartawan menyebut pertemuan ini luar biasa, karena di Rantau belum pernah terjadi pertemuan yang dihadiri banyak orang dan perempuan dalam menghadiri sebuah pertemuan. Pemerintah diwakili oleh Asisten Residen Hulu Sungai, oleh pemerintah militer (kapten), kontroleur, petugas berwenang dan oleh pegawai negri sipil Bumi Putera.

BACA JUGA : Sentuhan Tangan HM Arip, Sang Ketua Pedoman Besar Sarekat Islam Banjarmasin

Pada tanggal 25 Juli 1923, Maradja Sayuthy Loebis meninggalkan Rantau menuju Barabai sekitar pukul 9 pagi dan setibanya disana, dimana beliau tiba sekitar pukul 10 pagi. Demonstrasi luar biasa dilakukan oleh umat Islam. Ribuan orang memadati jalan umum dari kantor Asisten Residen hingga kantor S.I. menggiring, berjajar, menemui Maradja Sayuthy Loebis, yang menurut wartawan itu, menandakan bahwa orang-orang itu telah kembali pada kesadaran untuk bergabung dengan S.l. untuk menghubungkan.

Oleh karena itu diminta segera oleh Maradja Sayuthy Loebis agar diadakan pertemuan di Kendangan. Beliau kemudian menanyakan kepada Asisten Residen apakah ada keberatan dari pihaknya untuk mengadakan pertemuan di Barabai dan Kandangan yang jawabannya negatif.

BACA JUGA : Sarekat Islam Lahir di Tanah Banjar, Geliat Perlawanan Intelektual Kaum Dagang

Setelah Pak Loebis meninggalkan Kantor Asisten Residen, ribuan orang itu semua datang menemuinya dan semakin banyak orang yang ingin berjabat tangan dengannya, agar jalan umum tetap terbuka, terpaksa beliau masuk ke mobilnya dan pergi ke kantor Sl, diikuti oleh orang banyak dan di mana dia menyarankan orang banyak dari lantai atas untuk menunggu sampai jam 2 siang, pada saat itu rapat umum akan diadakan.

Suasana perkotaan Barabai di kawasan Pasar Barabai di masa kolonial Belanda yang menjadi daerah didikan Sarekat Islam. (Foto KITLV Leiden)

Rapat ini memang diadakan pada waktu yang telah disepakati, dihadiri oleh sekitar 5000 orang dan selanjutnya Maradja Sayuthy Loebis menjelaskan tentang arah dan sikap S.I saat ini. Rapat ditutup pada pukul 16.00 dan pukul 17.00. Maradja Sayuthy Loebis berangkat ke Barabai, tiba jam 5 sore lewat dan diterima oleh pengurus S.I.

Pada 25/26 Juli, Maradja memimpin rapat pengurus SI di tempat ini di mana kepentingan SI dibahas, serta tugas anggota pengurus yang bersangkutan terhadap perkumpulan mereka untuk mencegah segala macam serangan dari pihak musuh.

BACA JUGA : Musyawaratutthalibin, Ruh Perjuangan Organisasi Islam Terbesar di Tanah Kalimantan

Pada tanggal 26 Juli 1923 jam 9 pagi diadakan rapat umum yang dihadiri oleh 4000 orang dan juga diadakan rapat umum dari pukul 14.00 sampai dengan pukul 16.00. Kedua rapat tersebut dipimpin oleh Maradja Sayuthy Loebis dan kemudian diputuskan untuk mendirikan madrasah di Barabai dan madrasah ini rencananya pada bulan Maulud dibuka.

Tanggal 27 Juli1923,  Maradja Sayuthy Loebis berangkat ke Kendangan, dan di hari yang sama dari jam 2 sore mengadakan pertemuan umum di pasar, di mana lebih kurang 13.000 orang yang hadir, diantaranya 3000 wanita. Dikatakan bahwa pertemuan ini mengejutkan semua yang melihatnya, karena tidak ada yang mengira begitu banyak orang yang datang.

BACA JUGA : Arus Kebangkitan Nasional dari Kalimantan Selatan dalam Panggung Sejarah

Pada rapat akbar ini, setelah dilakukan pembahasan, diputuskan untuk mengajukan mosi kepada Pemerintah yang berisi permintaan untuk mendirikan H.I.S. dan K.S. di Kendangan. Malam 27-28 Juli 1923, Maradja Sayuthy Loebis kembali ke Banjarmasin jam 11, reporter melaporkan.

Dari uraian di atas bisa dibandingkan bagaimana hebatnya magnet seorang Maradja Sayuthy Loebis yang mampu menarik ribuan massa untuk berhadir hanya sekedar mendengarkan pidatonya yang berapi-api. Ia sebagai orator ulung yang mungkin saja kehebatannya tidak kalah dari Bung Karno.

Hijrah ke Samarinda

Dalam buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme Dan Kolonialisme Di Daerah Kalimantan Timur dijelaskan bahwa di bawah pimpinan seorang berasal dari Sumatera, Maraja Sayuti lubis (Maradja Sayuthi Loebis) dan Presiden Sarikat Islam Haji Muhammad Arif, maka Sarikat Islam Banjarmasin menjalin hubungan kerja sama antara CSI dan PSI.

Dengan kerja sama antar orang pribumi, Cina dan Arab, diadakan gerakan propaganda secara pesat. Pada tanggal 31 Agustus setiap tahun diadakan kongres nasional di Kalimantan. Sifat perkumpulan itu berubah menjadi gerakan nasional, yang bertujuan untuk merubah keadaan. Berhubung dengan sifat kegiatan perkumpulan itu, Tjokroaminoto dilarang mengunjungi Kalimantan.

BACA JUGA : Suara Kritis Pers Perjuangan dan Menguatnya Kapitalisasi Media Massa

Sayuti Lubis pindah ke Samarinda. Sarikat Islam mulai menunjukkan kegiatannya dengan semacam Biro Pengaduan tentang pajak-pajak yang tinggi, kerja rodi yang berat, dan berbagai tindakan pemerintah yang dianggap memberatkan rakyat. Diterbitkannya sebuah surat kabar yang bernama Persatuan. Tulisan-tulisannya membangkitkan semangat kebangsaan·dan semangat persatuan, yang bertujuan untuk menyusun kekuatan, guna merubah perbaikan nasib bangsa Indonesia.

Rumah HBS di Samarinda yang melahirkan surat kabar Persatoean yang diawaki Maradja Sayuti Lubis. (Foto Prokal Kaltim)

Tentang Surat Kabar Persatoean ini dimuat dalam sebuah artikel di buku 1907-2007 Seabad Pers Kebangsaan.  Disebutkan bahwa Surat Kabar Persatoean berisi artikel tentang Nasionalisme Turki untuk Penduduk Hindia. Suratkabar Persatoean atau yang bernama lengkap Persatoean Oetoesan Timoer pertamakali terbit pada 1922 di Samarinda pada setiap Sabtu.

Suratkabar ini diterbitkan Maradja Sajoeti Loebis yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin redaksi Persatoean. Tidak terdapat susunan redaksi dalam suratkabar ini dan pada kenyataannya sebagian besar tulisan yang dimuat adalah nyaris tulisan Maradja Sajoeti Loebis semua.

BACA JUGA : Kontroversi Keterlibatan Jong Borneo di Sumpah Pemuda Tahun 1928

Jika mengacu pada sumber ini, maka ketika Maradja Sayuthi Loebis melaksanakan rapat umum di berbagai daerah di Kalimantan Selatan pada tahun 1923 seperti dijelaskan diatas, sebenarnya dia sudah bermukim di Samarinda. Kemungkinan dari Samarinda kembali lagi ke Banjarmasin untuk melaksanakan perannya sebagai propagandis Sarekat Islam.

Mingguan Persatoean ini dalam tiap edisinya terdiri dari duabelas halaman , yang empat di antaranya memuat iklan. Untuk berlangganan pembaca dikenakan harga sebesar f 2 ,- per tiga bulan ; f 4 ,- per enam bulan dan f 8 ,- per enam bulan.

BACA JUGA : Jangan Bangga Gelar Haji Itu Warisan Kolonial Belanda

“Persatoean” adalah pewarta yang tumbuh di Samarinda dengan napas utama tentang keislaman . yang kemudian menarik justru nasionalisme Turki yang disodorkan terus -menerus pewarta ini menandai satu hal bahwa tak hanya nasionalisme Cina, tapi juga Turki yang secara langsung mempengaruhi napas nasionalisme Indonesia.

Sebab di kurun tahun 20 – an , negara kecil Turki memang berada dalam pusaran kekuatan raksasa Eropa yang seperti hendak menelannya hidup-hidup. Meski kental dengan nuansa Islam, Surat Kabar Persatoean tak lupa menghadirkan berita-berita dalam negeri seperti berita-berita dari Jawa dan Sumatera.

Untuk di Sumatera bahkan Persatoean menjalin kerjasama dengan Sumatera Bode dalam menyajikan berita -berita terkini dari pulau Andalas tersebut.

Akhir Hidup Maradja Sayuthi Loebis

Dalam artikel www.suarakaltim.com yang berjudul Maradja Sajoethi Loebis, Tokoh Sarekat Islam yang pertama kali menerbitkan surat kabar lokal di Kaltim pada tahun 1922  yang ditulis oleh Akhmad Zailani & Wajidi Amberi.

Dalam tulisan itu disebutkan karena dua tulisan di dalam surat kabar Persatoen, M Sajoethi Loebis sebagai penanggung jawab surat kabar pernah dipenjara. Dua tulisannya dalam surat kabar Persatoen terkena persdelict (ranjau pers) oleh pengadilan kolonial Hindia Belanda (Landraad).

Putusan pengadilan kolonial Belanda, dalam sidang tanggal 22 Desember 1926, M Sajoethi Loebis dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun 4 bulan. Hukuman penjara harus dijalani di penjara Tjipinang , Batavia (sekarang Jakarta).

Usai putusan Landraad Samarinda, M Sajoethi Loebis tetap melakukan protes. Orator ulung ini mengajukan banding ke Raad Van Justitie di Surabaya. M Sajoethi Loebis tetap dinyatakan bersalah, namun hukumannya dikurangi menjadi 5 bulan saja dan tetap harus dijalani di penjara Tjipinang (Cipinang), Batavia.

BACA JUGA : Proklamasi 17 Mei; Pernyataan Integrasi Bertinta Merah

Sejak M Sayoeti Loebis di penjara, surat kabar Persatoen tidak terbit lagi. Kemudian ada berita singkat dari Algemeen Handelsblad Voor Nederlandsch-Indië  terbitan Semarang, Senin, 29 Oktober 1928 dalam artikel yang berjudul Achmadijah  menyebutkan bahwa  pemimpin Ahmadiyah (Ahmadiyah) Lahore Cabang Banjarmasin dimana organisasi Islam Achmadijah (Ahmadiyah) ini lebih dikenal di Hindia Belanda karena diwakili oleh propagandisnya yang terkenal dan militant yaitu Mirza Wali Achmad Baig, akan segera membawa pemimpin asosiasi ini di Bandjermasin, Maradja Sajuti Loebis, ke Lahore, pusat gerakan Ahmadiyah.

Potret Maradja Sayuti Lubis dengan logo Sarekat Islam. (Foto Dokumentasi Pribadi)

Tidak dapat disangkal bahwa Achmadijah semakin banyak pengikutnya dan dia tidak bisa disebut saingan organisasi kuat lainnya di Hindia Belanda yaitu Muhammadiyah dimana banyak anggota terbaiknya membelot ke Achmadijah, seperti Liga Muslim Muda.

BACA JUGA : Kisah G Obos, Jong Borneo dan Rasa Keindonesiaan

Sangat menarik informasi ini namun penulis masih kekurangan data mengenai keterlibatan  Maradja Sajoeti Loebis di Ahmadiyah. Bisa jadi dia yang pertama kali pembawa paham Ahmadiyah ke Banjarmasin. Setelah di penjara di Tjipinang, Batavia, M Sajoethi Loebis kembali ke Samarinda. M. Sayuti Loebis, menetap di Jogyakarta dan menerbitkan koran baru (yang juga berdasar Islam), sampai dia meninggal dunai pada 4 Oktober 1943, semasa pendudukan Jepang dalam usia 43 tahun.

BACA JUGA : Kritik Pemerintah Kolonial Belanda, Tokoh-Tokoh Parindra Banua pun Diganjar Penjara

Mengenai usia ketika meninggal dunia ini ada sedikit perbedaan jika menghitung tahun lahirnya. Dalam artikel yang dimuat di laman https://lubissel-hahaha.blogspot.com disebutkan bahwa Sayuti dilahirkan pada 19 Oktober 1895 di Kotanopan, Mandailing Natal, maka ia masih muda sekitar 28 tahun sewaktu pindah ke Samarinda pada tahun 1923.

Jika tanggal wafat dikurangi tanggal kelahiran maka didapat angka 48 tahun. Mengenai yang mana yang benar wallahu a’lam bishowab. Perlu penelitian lebih lanjut. Yang pasti Maradja Sayuti Lubis telah menorehkan sejarah di tanah Kalimantan.(jejakrekam)

Penulis adalahPemerhati Sejarah Banjar

Ketua Lembaga Adat Kerajaan Pulau Laut Korwil Banjarmasin

Sekretaris Syarikat Adat, Sejarah dan Budaya (SARABA) Hulu Sungai

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.