Bertemu DPRD Kalsel, Prof Hadin Muhjad Sebut Dunia Pendidikan di Kalsel Masih Banyak Masalah

0

SECARA kondisional, pendidikan di Kalimantan Selatan (Kalsel) dinilai masih banyak masalah. Mulai dari belum meratanya pendidikan, hingga adanya kesenjangan antara kualitas pendidikan di ibukota provinsi dengan yang ada di kabupaten/kota maupun kecamatan.

HAL tersebut disampaikan Ketua Dewan Pendidikan Kalsel, Prof. DR. Hadin Muhjad, saat audiensi bersama Komisi IV DPRD Kalsel, di Banjarmasin, Kamis (13/1/2022).

“Secara kondisional, pendidikan di Kalsel ini memang banyak masalah. 90 persen sekolah-sekolah menengah berada di pinggiran yang berdampak juga pada mutu pendidikannya,” kata dia.

Berdasarkan pengalamannya ketika memantau lulusan-lulusan SMA dan SMK yang masuk perguruan tinggi, rata-rata terkonsentrasi dari sekolah tertentu.

BACA : Siswa SD Menolak Divaksin Covid, Disdik HST Larang Ikut PTM Di Sekolah

Kondisi ini aku Guru besar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini, tentu akan sangat memengaruhi mutu pendidikan di Kalimantan Selatan yang kondisinya masih rendah karena lulusan sekolah menengah di pinggiran yang jumlahnya banyak, justru tidak dapat bersaing dengan lulusan sekolah di ibukota provinsi atau kabupaten/kota untuk pendidikan yang lebih tinggi, termasuk kendala pendidikan bagi kaum disabilitas.

Selain itu, masalah anggaran pendidikan yang juga masih rendah, diakui Hadin sangat berkorelasi dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan. Baik dari sisi infrastruktur maupun SDM yang dihasilkan.

Menanggapi penyampaian problema diatas, Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, HM Lutfi Saifuddin, memastikan akan mempelajari hasil diskusi dan aspirasi yang disampaikan dalam pertemuan, sebagai bahan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021-2026.

“Beberapa aspirasi yang disampaikan juga akan jadi bahan untuk kami sampaikan lagi ke pihak-pihak terkait agar dapat segera ditindaklanjuti,” kata Lutfi.

Dalam pertemuan itu, juga diungkapkan fakta banyaknya tenaga kerja lokal yang tidak terserap dengan maksimal karena minimnya kualifikasi. Di mana lebih dari 40 persen tenaga kerja justru merupakan lulusan SD dan sebagian besar malah tidak menamatkan pendidikannya.(jejakrekam)

Penulis Ipik G
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.