Syarat Jadi Plt Kadis PUPRP HSU, Maliki Sebut Wahid Minta Setoran Rp 500 Juta

0

JADI tersangka penerima suap fee proyek Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPPR) Kabupaten Hulu Sungai Utara, rupanya Maliki tak ingin disalahkan sendiri.

MALIKI pun bernyanyi dalam sidang pemeriksaan saksi mahkota dihadirkan tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di PN Tipikor Banjarmasin, Rabu (5/1/2022).

Kesaksian Maliki ini pun sebenarnya ingin dikonfrontir KPK dengan mengadu keterangan dari Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid dalam sidang virtual. Baik Maliki maupun Wahid sama-sama berada di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, saat memberi kesaksian di hadapan majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak didampingi dua hakim anggota; Ahmad Gawi dan Arif Winarno.

Maliki dan Wahid dihadirkan menjadi saksi bagi dua terdakwa penyuap mereka, yakni Direktur CV Hanamas Marhaini dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi alias Ahuk. Sedangkan, saksi ketiga Mujibrianto merupakan penghubung atau pesuruh dua terdakwa untuk mengantarkan uang suap fee proyek dari kontraktor kepada pejabat HSU.

BACA : KPK Ungkap Kongkalikong 8 Proyek PUPR HSU ala Maliki dan Bupati Abdul Wahid

Saat dicecar dua jaksa KPK, Tito Jaelani dan Muhammad Ridwan usai disumpah majelis hakim sebagai saksi, Maliki pun berani buka suara. Dia menceritakan sebelum menjabat Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, dirinya merupakan Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) di dinas itu.

Kronologi kejadian pun diingat betul Maliki. Saat itu, Maliki diminta menghadap ke Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid di Rumah Jabatan di Amuntai. Ia mengaku dirinya sempat memohon kepada sang atasan agar diangkat menjadi Plt Kepala Dinas PUPRP HSU.

“Saat itu, Bupati menjawab, bisa saja kamu jadi Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, asalkan setor Rp 500 juta. Langsung saya jawab, bisa! Nanti uangnya saya akan usahakan,” ucap Maliki.

BACA JUGA : Aliran Fee Mengalir ke Maliki dan Bupati HSU Abdul Wahid, Dua Penyuap Didakwa Pasal Berlapis

Berselang sepekan kemudian, Maliki rupanya tak mampu bayar kontan. Ia pun mencicil setor untuk beli jabatan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU sebesar Rp 250 juta pada pekan pertama. “Setelah itu, 15 hari kemudian, saya setor lagi Rp 250 juta kepada Bupati (Abdul Wahid). Uang itu saya serahkan melalui ajudan bupati bernama Abdul Latif,” beber Maliki.

Kesakian Mujibrianto, penghubung dua kontraktor yang jadi tesangka dengan Plt Kepala Dinas PUPRP Maliki pada sidang pemeriksaan saksi di PN Tipikor Banjarmasin.(Foto Asyikin)

Hingga pada Januari 2018, usai bayar Rp 500 juta, Maliki pun diangkat Bupati Abdul Wahid menjabat Plt Kadis PUPRP HSU. Ada cerita menarik lagi dalam kesaksian Maliki. Saat itu, ketika menjadi ‘orang nomor satu’ di dinas basah, Maliki diajak Bupati Wahid ke Banjarmasin. Tepatnya, menerima DIPA tahun 2018 yang diserahkan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor di Mahligai Pancasila.

BACA JUGA : Telusuri Aset Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid, Penyidik KPK Cecar Puluhan Saksi

Ironisnya, saat bertemu dengan Bupati Wahid yang juga sama-sama shalat Zuhur di Masjid Raya Sabilal Muhtadin, ada perbicaraan ‘rahasia’ antara Maliki dengan sang kepala daerah. Kebetulan, jarak antara Mahligai Pancasila dengan Masjid Raya Sabilal Muhtadin tidak jauh, karena sama-sama berada di Jalan R Suprapto Banjarmasin.

“Setelah selesai shalat Zuhur, Bupati ngomong kepada saya minta jatah setiap proyek di Dinas PUPRP HSU sebesar 6 persen. Saya pun setuju sebagai bawahan,” kata Maliki.

Entah kenapa, begitu proyek-proyek di Dinas PUPRP telah dilelang dan diketahui para pemenang tender untuk menggarapnya, tiba-tiba Bupati Wahid berubah pikiran. Awalnya hanya minta fee 6 persen, naik jadi 10 persen saat berada di Amuntai, jadi pusat pemerintahan Kabupaten HSU.

BACA JUGA : Diduga Ada Pengalihan Aset, KPK Tetapkan Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid Tersangka TPPU

Apakah hal itu juga terkait dengan komitmen fee 15 persen dari setiap proyek rehabilitasi irigasi di Dinas PUPRP HSU? Begitu jaksa KPK memberondong pertanyaan. Maliki pun menjawab. “Ya, 15 persen untuk jatah feenya. Rinciannya, 10 persen untuk Bupati dan 5 persen untuk saya sendiri sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP HSU,” ucap Maliki.

Sayangnya, saat kesaksian Maliki ingin dikonfrontir jaksa KPK dan majelis hakim, jaringan aplikasi zoom meeting untuk mendengarkan keterangan Abdul Wahid yang menjadi ‘tertuduh’ tak bisa digelar. Padahal, saat Maliki bersaksi hampir menelan durasi dua jam.

“Karena jaringan internet terganggu, sidang kesaksian dua saksi Maliki dan Abdul Wahid ditunda pekan depan,” kata Hakim Ketua Jamser Simanjuntak, mengetuk palu.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.