Menyambut Mandat Peradaban Baru

0

Oleh : Surya Fermana

KOMITMEN Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam kepemimpinan Gus Yahya (KH Yahya Cholil Staqut) untuk jeda politik menjadi landasan dasar yang kuat untuk NU menjadi pemersatu semua golongan. Artinya semua harus bisa dialog, tentu juga yang utama di internal Nahdliyyin.

JIKA mau mendamaikan dunia posisi harus seimbang. Itu dimulai dari dalam negeri. Contohnya PBNU menjadi juru damai konflik di Papua yang memanas akhir-akhir ini.

Komitmen yang kuat juga ditunjukan Gus Yahya dalam meneguhkan NU sebagai Jam’iah Diniyah. Dalam praktiknya nanti harapannya pengurus PBNU tidak merangkap jabatan di luar dan bukan pengurus partai politik. Rais Aam sudah komitmen gak rangkap jabatan di luar. Itu harus diikuti pada semua tingkatan.

BACA : Polarisasi Warga Kalsel Kian Runcing, Tokoh NU Serukan Ulama NU Kembali ke Khittah

Untuk meneguhkan NU sebagai perekat persatuan dan menjadi juru damai dalam setiap konflik Gus Yahya perlu membuka ruang hujjah tanpa stigma di antara berbagai corak sikap keberagaman Nahdliyyin dan elemen bangsa lainnya.

Tentu juga perbedaan dalam pilihan politik praktis. Itulah yang diwariskan Gus Dur. Bila ada pertentangan, struktur NU dari atas sampai bawah menjadi wadah ruang tabayyun. Tentu harapannya NU menjadi inspirasi bagi masyarakat, negara dan komunitas dunia tanpa terbawa agenda dari luar.

BACA JUGA : Di Harlah NU, KH Ma’ruf Amin Puji Kehebatan Ulama Kalsel KH Idham Chalid

Tahap awal kombinasi yang bagus Kyai Miftahul Achyar yang konservatif dan Gus Yahya yang progresif. Rem dan gas yang harus berpadu dengan baik.

Sebagai catatan dalam pelaksanaan Muktamar kemarin mengenai Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) nuansa votingnya masih kuat. Ke depan perlu ada keutamaan representasi dalam Ahwa. Mestinya meski perolehan suara nomor 10 Habib Luthfi bin Yahya masuk Ahwa sebagai representasi Bani Alawi. Semoga hubungan dengan Rabitah Alawiyyin dan organisasi lainnya berlangsung harmonis.

BACA JUGA : Gus Dur, Sang Kosmopolit dan Pemikiran Islam yang Universal

Tongkak besar lainnya yang dipancang Gus Yahya dalam kepemimpinannya adalah kemandirian ekonomi Nahdliyyin. Dalam soal ekonomi, mengingat mayoritas akar rumput NU adalah petani (masyarakat agraris) maka yang perlu dikembangkan adalah sektor pertanian dan perikanan. Pertanian dan perikanan yang modern.

PBNU perlu mengawal ketersediaan lahan, modal, peningkatan skill petani, teknologi dan proses distribusi hasil pertanian. Terlepas dari semua cita-cita besar tersebut tentu saja PBNU harus menjaga nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) tetap terjaga dan bahkan menjadi penerang dunia.(jejakrekam)

Penulis adalah Simpatisan NU

Pengamat Sosial dan Politik, Kini Tinggal di Jakarta

Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.