Seuntai Kenangan tentang H Ahmad Yudhi Wahyuni

0

Oleh: Rahmat Kamaruddin

SELASA, 2 Oktober 2018 lalu, H Ahmad Yudhi Wahyuni menguatkan kaki berdiri menopang tubuhnya. Dia berbaris bersama delapan orang lain yang tengah dilantik sebagai anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) periode 2014-2019, usai rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta.

SANG istri, Hj.Emmy Mariani Tadjuddin, tampak agak risau melihatnya. Ada semacam kekhawatiran bercampur keharuan melihat sang suami kembali menerima amanah mengabdi kepada masyarakat. Meskipun sesungguhnya kondisi persendian lutut H Ahmad Yudhi Wahyuni siang itu kurang begitu baik karena bekas dioperasi beberapa tahun sebelumnya. Dan oleh sebab itu, dia pun harus harus rutin minum obat.

Beban kerja dan ruang lingkup tanggung jawab yang dia ampu kali ini berbeda dari aktifitasnya saat menjadi eksekutif lokal sebagai Walikota Banjarmasin. Pak Yudhi, begitu biasa saya memanggilnya, kala itu harus berjibaku dengan isu-isu nasional sebagai legislator yang berkantor di Senayan. Itu berarti, Hj. Emmy sekeluarga harus lebih sigap menjaga kesehatan Pak Yudhi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota DPR RI selama satu tahun ke depan.

Fraksi Gerindra DPR RI menugaskan Pak Yudhi di Komisi VIII yang membidangi urusan agama dan sosial. Posisi ini membuat Pak Yudhi yang memang pernah mengenyam pendidikan di pesantren kian menemukan ruang gerak yang tepat untuk dia menjalankan amanah sebagai wakil rakyat. The right man on the right place.

BACA : Antarkan Jenazah Yudhi Wahyuni ke Pemakaman, Rosehan : Warisan Banjarmasin Bersih Harus Dijaga!

Selain sebagai anggota MPR RI, Pak Yudhi diangkat menjadi Anggota Badan Musyawarah (Bamus) dan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Dia juga menjabat sebagai anggota Badan Anggaran BPIH, dan pernah bertugas sebagai anggota Pansus Haji Komisi VIII ke Arab Saudi tahun 2019.

Sosok “NUhammadiyah”

Mengawal Pak Yudhi bertemu konstituennya selama masa reses persidangan, bagaikan perjalanan menuju ke masa lalu yang menggembirakan. Kawan-kawan lamanya begitu antusias menyambut kedatangan Pak Yudhi yang saat itu bukan lagi sebagai Walikota Banjarmasin, melainkan anggota DPR RI asal Dapil II Kalsel.

Dia selalu disambut ceria oleh pengurus dan jamaah masjid yang kami datangi dalam rangka meresap aspirasi dan pengaduan. Terutama di Masjid Muhammadiyah Al-Jihad, Banjarmasin. Masjid memang selalu menjadi prioritasnya. Di sana, dia bukan hanya mendengar aspirasi dan pengaduan masyarakat, tapi juga memberi sumbangan baik menggunakan dana pribadi maupun dalam bentuk usulan program bantuan masjid dari Kementerian Agama.

Bila tiba masa reses persidangan, dalam satu hari Pak Yudhi bisa mendatangi beberapa masjid, terutama di Banjarmasin. Kami biasanya mengawali titik kunjungan dengan shalat subuh. Dia sendiri bisa menjalankan shalat subuh dengan atau tanpa qunut. Tergantung di masjid mana kami berada. Baginya itu bukanlah masalah. “Nang masalah itu, nang kada besubuh,” ujarnya.

BACA JUGA : Ribuan Orang Shalatkan Mantan Walikota Banjarmasin HA Yudhi Wahyuni di Masjid Al Jihad

Pak Yudhi betul-betul mengagetkan saya karena ia melenggang masuk ke masjid-masjid di Banjarmasin, selayaknya orang yang pulang ke rumah sendiri. Pengurus dan jamaah masjid antusias menyambutnya. Baik ke masjid yang dikelola oleh kalangan NU ataupun Muhammadiyah.

Dia tampak sama sekali tidak canggung merapal doa qunut, berbagai jenis dzikir dan shalawat, dan juga menghadiri acara-acara tahlil dan haul. Misalnya, ketika satu kali dia pernah mengikuti Majelis Shalawat Darul Muntajah asuhan Guru Rudy di Banjarmasin. Sekaligus di situ pula Pak Yudhi menjalankan resap aspirasi masyarakat.

Di lain waktu, pada acara Haul ke-126 Syekh Muhammad Amin di Banjarmasin 2019 lalu, Pak Yudhi duduk di depan, bersanding dengan almarhum Guru Zuhdi yang menjadi pengisi ceramah. Pak Yudhi tampak begitu khidmat mengikuti rangkaian acara mengenang leluhurnya yang terkenal dengan sebutan Datu Amin. Di samping pusara Datu Amin di Banua Anyar, terdapat kuburan orangtua dan keluarga besar Pak Yudhi.

H. Ahmad Yudhi Wahyuni bercengkrama dengan jemaah masjid Al-Jihad Banjarmasin usai melakukan kegiatan resap aspirasi selaku anggota DPR RI Dapil II Kalsel Periode 2014-2019. Walikota Banjarmasin 2005-2010 itu tampak tersenyum menahan pijatan dari seorang masyarakat (Sabtu, 10 November 2018). ) (Foto Istimewa)

Meskipun demikian akrabnya dia dengan komunitas warga Muhammadiyah, di depan rumahnya di Kelurahan Basirih, Banjarmasin Selatan terdapat Masjid Barokatul Jami’ yang ia bangun bersama masyarakat setempat. Dari bentuk mimbar dan aktivitas shalat berjamaahnya, kita akan merasakan nuansa masjid tersebut begitu kental dengan tradisi NU.

BACA JUGA : Eks Walikota HA Yudhi Wahyuni Sakit, Banyak Kebijakan di Eranya Bikin Kota Bersih

Rupanya, Pak Yudhi meyakini betul bahwa umat Islam akan sulit maju jika senantiasa gemar meributkan perkara-perkara furu’iyah belaka. Dia selalu berupaya melampaui sekat fanatisme beragama yang menurutnya sama sekali tidak berkontribusi memajukan Islam. Sungguh sebuah kearifan dalam beragama yang diam-diam saya kagumi.

Sesekali di sela-sela tugasnya Pak Yudhi membaca sepotong ayat al-Qur’an ataupun bersenandung shalawat. Suaranya merdu. Dia tahu betul nama-nama irama yang tengah ia lantunkan, seperti jiharkah, nahawan, hijaz dan bayati. “Kalau irama Syekh Abdurrahman as-Sudais itu begini,” katanya suatu kali sembari menirukan bacaan surat al-Fatihah sosok Imam Masjidil Haram.

Bertemu Kenangan

Selain ke masjid, Pak Yudhi juga melakukan resap aspirasi ke berbagai pesantren, sekolah, Taman Pendidikan al-Qur’an. Pernah suatu kali, dalam pertemuan di SMA 1 Muhammadiyah Banjarmasin, seorang guru yang dulu mengajar Pak Yudhi saat duduk di bangku SD juga turut hadir. Pak Yudhi sendiri saat itu telah berusia 64 tahun. Sang Guru yang telah sepuh bercerita salah satu kenangan Yudhi kecil yang membuat seisi ruangan tertawa.

Dulu, kata sang guru, selain mengajar dirinya juga berjualan kue. “Nih, si Anang muridku saikung, mun makan wadai lima buting, bepadah tiga buting haja,” katanya sambil menepuk-nepuk bahu Pak Yudhi. Sang murid pun tampak tersipu seraya tak kuasa menahan pingkal. Betapapun saat itu Pak Yudhi seorang Anggota DPR RI, dia tetap bersimpuh takzim penuh hormat. Dia tetaplah seorang murid di hadapan guru yang telah mendidik di masa kecilnya.

BACA JUGA : Ada Lima Blok Pasar, Sejak Sadjoko hingga Yudhi Wahyuni Tak Terurai

Dalam perjalanan mondar-mandir di dalam Kota Banjarmasin untuk mendatangi lokasi-lokasi giat resap aspirasi, Pak Yudhi kerap bernostalgia mengenang aktivitasnya saat masih menjadi Walikota pada periode 2005-2010 silam. Sesekali ia menceritakan sedikit tentang sejarah fasilitas publik yang ia lihat dari balik kaca mobil. Mulai dari ‘Gerbang Selamat Datang’ hingga kawasan Siring. “Itu Taman Siring dulu membuatnya penuh perjuangan. Alhamdulillah, hari ini ramai dinikmati masyarakat,” kenangnya saat kami melintas di kawasan Siring Banjarmasin.

Demi mengenang berbagai hasil kerjanya selama menjadi orang nomor satu di Banjarmasin, rasa syukur dan bangga pun tak mampu dia elakkan. Itulah mungkin mengapa pada saat dia dan kawan seangkatannya mengadakan reuni di Ponpes Darul Hijrah Putri, 19-21 April 2019, dia sendiri yang langsung mengantarkan rombongan alumni angkatan tahun ‘76 Ponpes Gontor itu berbelanja ke destinasi Pasar Tradisional Sasirangan di Sungai Jingah Banjarmasin.

Seraya ringkih berjalan perlahan dengan memegang tongkat, dia jelaskan kepada kawan-kawannya terutama yang datang dari luar Kalsel bahwa destinasi pusat Sasirangan itu dulu hasil binaannya.

Meski selama sebagai anggota DPR RI kondisinya terkadang kurang begitu prima, Pak Yudhi memang selalu mengupayakan dapat bersilaturahmi dengan kawan-kawan lamanya. Begitupun juga kepada masyarakat. Seperti ada kekuatan di setiap pertemuan yang memampukannya melupakan sejenak penyakit yang dideritanya.

Sebuah Visi

Dari berbagai obrolan ringan dengannya, ada satu visi politik Pak Yudhi yang menarik yakni terkait bagaimana politisi Daerah seharusnya menjalin hubungan dengan pengurus partai di Pusat. Baginya, politisi Daerah haruslah menjaga amanat Reformasi berupa desentralisasi. Upaya desentralisasi ini juga perlu terwujud di bidang politik agar tercipta relasi interdependensi Pusat-Daerah. Sebab, menurutnya, ada aspek lokalitas terkait dinamika daerah yang dimiliki politisi lokal setempat, yang seyogyanya patut Pusat hormati.

Hal tersebut menurutnya penting demi merawat marwah, eksistensi dan sinergitas politisi daerah di hadapan pusat. Sebab dalam kondisi tertentu, politisi Daerah tentu saja lebih memahami dinamika masyarakat di daerahnya. Oleh karena itu, pengurus parpol di pusat tidak boleh tidak menghargai kebijakan pengurus di daerah. Sungguh suatu visi politik yang jika kita ukur dengan realitas politik belakangan ini, bak peribahasa “jauh api dari panggang”.

BACA JUGA : Keluar Dari Predikat Kota Terkotor, Ini Terobosan Masa Walikota HA Yudhi Wahyuni Saat Pimpin Banjarmasin

Visinya tentang santri dan umat Islam juga begitu substantif dalam merespon isu kemajuan dan kebhinekaan di Indonesia. Pada pertemuan bersama santri di beberapa pesantren yang kami kunjungi, dia selalu berpesan agar mereka kelak tidak takut bersaing dengan siapapun dalam mewujudkan cita-cita.

“Jadi santri tidak boleh minder. Kalian harus berani bermimpi, jadi pemimpin, jadi anggota legislatif, jadi apapun yang kalian imipikan. Santri punya peran besar dalam peta perjuangan di Indonesia,” begitu pesan Pak Yudhi suatu kali kepada para santriwati Ponpes Darul Hijrah Puteri pada Januari, 2019 silam.

Pada kegiatan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang dia laksanakan selaku anggota MPR RI, dia pun selalu mengingatkan bahwa Pancasila adalah hadiah terbesar umat Islam bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, segala nilai yang terkandung padanya haruslah terutama dijalankan oleh umat Islam itu sendiri. “Umat Islam harus jadi garda terdepan penjaga Pancasila,” ujarnya.

Hasil Upaya

Pak Yudhi pernah mengungkapkan bahwa modal utamanya mengarungi dunia politik adalah keluarga besar dan dukungan masyarakat. Terutama sosok istri yang telah begitu berjasa menopang karirnya. Bukan modal finansial. Pasalnya, Pak Yudhi memang bukanlah seorang pengusaha besar. Dia sosok bersahaja yang berhasil meraih kepercayaan publik walau tanpa dukungan harta yang berlimpah.

Baginya, politik adalah ladang ibadah untuk mewujudkan kemaslahatan di tengah masyarakat. Itulah niat utama yang selalu Pak Yudhi pegang erat-erat selama mengarungi jagat rimba politik. Karirnya sebagai politisi Kalsel merentang mulai kota, propinsi, hingga berhasil meduduki jabatan pada level nasional di Senayan.

BACA JUGA : Banjarmasin Terancam Tenggelam, Pakar Hukum ULM Nilai Perda Sungai Tumpang Tindih Dan Jadi Macan Kertas

Saat menjadi Walikota Banjarmasin, dia pun tercatat beberapa kali mendapatkan penghargaan, di antaranya: Satya Lencana Akutila (2009) dari Jaksa Agung RI; Widyakrama (2009) dari Presiden RI, Satyalancana “Wira Karya” (2009) dari Presiden RI; Perpamsi Award (2009)  dari Kementerian PUPR; Manggal Bakti Karya Kesos Tingkat Nasional (2009) dari Dewan Nasional untuk Kesos; dan Best Effort Adipura (Penghargaan Usaha Terbaik Meningkatkan Kebersihan, 2009) dari Presiden RI.

Selain itu, dia juga pernah meraih penghargaan Bakti Koperasi dan UKM (2009) dari Presiden RI, Penghargaan Citra Pelayanan Prima (2009) dari Gubernur Kalsel, Penganugerahan Tingkat Nasional Peduli Perkembangan dan Kemajuan Gerakan TK/TP Al-Quran (2009) dari BKPRMI Pusat, dan Piagam Penghargaan Sebagai Kota Pionir (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman, 2009) dari Kementerian PUPR.

Selama di Senayan, Pak Yudhi terlibat dalam beberapa pembahasan Rancangan Undang-Undang yang kini telah disahkan. Dua di antaranya kiranya begitu berarti bagi umat Islam di Indonesia, yakni UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Haji dan Umrah dan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

BACA JUGA : Digagas Proyek Jalan Layang di Kawasan Veteran, Bagaimana Nasib Rancangan China Town?

Melalui UU Haji dan Umrah, diharapkan terjadi peningkatan kualitas haji dan umrah di Indonesia yang akan berangat ke Tanah Suci. UU dibuat demi menciptakan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang sesuai ketentuan syariah, dengan menjunjung tinggi prinsip amanah, keadilan, transparansi, akuntabilitas publik dan profesional.

Sedangkan UU Pesantren merupakan tonggak sejarah baru bentuk pengakuan Negara terhadap pesantren yang eksistensinya sudah ada berabad-abad silam, jauh sebelum Tanah Air ini merdeka. UU Pesantren juga bagian dari afirmasi dan fasilitasi kepada dunia pondok pesantren.

Bincang Terakhir

Memasuki usianya ke-66 pada 5 Oktober 2021 lalu, saya sempat mengirimkan ucapan selamat ulang tahun kepada Pak Yudhi via WhatsApp. Selang beberapa jam kemudian dia menelepon saya. Kami berbincang sejenak, dan berakhir dengan saling mendoakan dan mengucapkan terima kasih.

Saya berterima kasih atas kebaikan hati dan tempaannya selama menemaninya beraktifitas di Senayan. Saya katakan kepadanya, jika pandemi mulai berkurang, bila tiada aral melintang, saya berencana akan mengunjunginya di rumahnya di Basirih.

BACA JUGA : Revitalisasi Sungai Banjarmasin Butuh Payung Hukum, Ini Analisis dari Akademisi Uniska

Rencana itu rupanya tak akan pernah terwujud untuk selamanya ketika sebuah kabar itu akhirnya tiba: Pak Yudhi telah tiada. Kabar itu datang dari berbagai penjuru berbagai platform media sosial dan pemberitaan media-media online di Kalsel yang bertalun-talun. Sebelum meninggal pun, publik di Banjarmasin juga ramai bertukar kabar bahwa Pak Yudhi dirawat di rumah sakit. Mungkin memang karena sosoknya begitu berkesan selama memimpin Kota Banjarmasin.

Jumat, 17 Desember 2021, pukul 05.14 Wita, ayah dari H. Muhammad Abrory Mas’udi, Era Hizrati Adha dan H Muhammad Riyadhi Ikhsan itu menghembuskan napas terakhir di Banjarmasin. Setelah berjuang melawan komplikasi penyakit di tubuhnya.

Raganya telah pergi. Namun, nama dan jasanya telah menjadi bagian dari sejarah Kota Banjarmasin, juga dalam sejarah regulasi tentang haji, umrah, santri dan pondok pesantren di Indonesia. Selamat jalan, Pak Yudhi. (jejakrekam)

Penulis adalah Tenaga Ahli DPR RI No AA.385, H Ahmad Yudhi Wahyuni periode 2014-2019

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.