Bangku Panjang, Karya Novel-Esai dari Sastrawan Banjarbaru Iberamsyah Barbary

0

SASTRAWAN Iberamsyah Barbary meluncurkan karya novel terbarunya berjudul Bangku Panjang bertempat di Studio Mini Perpustakaan Banjarbaru, pada Selasa (7/12/2021).

BANGKU Panjang merupakan novel ke-3 dari Iberamsyah. Sebelumnya, pada tahun 2018 lalu, ia menerbitkan novel berjudul Madam.

Novel ini menceritakan tentang sepasang sahabat yang tumbuh di dunia sastra, yakni Haiku dan Shasa. Dari luar negeri, mereka melakukan wisata ke kota tempat buyut mereka: Kota Banjarbaru. Setting waktu cerita ini difokuskan pada tahun 2176. Ratusan tahun dari hari ini.

Shasa dikisahkan merupakan anak dari cucu sastrawan Iberamsyah di masa depan. Sementara Haiku, merupakan anak dari cucu Arsyad Indradi.

Banjarbaru dianggap berkesan lantaran di tempat inilah buyut mereka tumbuh dan turut membangun kegiatan kesusastraan di kota berjuluk Idaman tersebut. Shasa dan Haiku melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat. Mengenang kondisi masa lampau.

Menariknya, pada karya ini memberikan sentuhan berbeda. Ia menambahkan label “Novel Esai”. Dalam peluncuran itu, Iberamsyah mengaku memang ingin sekali mempelajari esai. “Saya ingin mempelajari esai, sangat penasaran. Karena belum pernah menulisnya, bahkan satu buku pun belum pernah menerbitkan esai. Namun, saya pikir kalau menulis esai banyak yang jago semua,” kata pria kelahiran 1948 itu.

BACA JUGA: Iberamsyah dan Serumpun Pantun Kehidupan, Nominasi terbaik Anugerah Perpusnas RI

Namun, bukannya novel dan esai merupakan karya yang sama sekali berbeda? Iberamsyah sadar. Namun, bagi dia dua hal itu masih dalam satu bagian. “Istilahnya itu satu habitat yang sama, beda pulau,” jelasnya.

Lagi pula, dari beberapa kawan penggiat sastra di Banjarbaru, Iberamsyah sudah menyampaikan bahwa karya novel esai memang pernah ada. Ambil contoh, kata HE Benyamine, yang menyebut hal sejenis ini bisa ditemukan di Amerika dan sekitarnya.

Mendengar hal itu, maka dia semakin terdorong ingin menerbitkan karya ini hingga akhirnya dapat dibedah secara seksama.

Abdul Karim, salah satu pemantik dalam peluncuran ini, memaparkan dalam makalahnya bahwa karya novel esai itu memang pernah muncul di Perancis dan pernah ditulis oleh Stefano Ercolino di tahun 2014.

BACA JUGA: Novel Malak, Sebuah Romantisme Bergenre Dakwah Karya Ewin Adhia

Ciri utama, kata Karim, sifatnya intervensif esai lewat gagasan bebas tidak-langsung. Dalam sebuah novel, menurutnya esai berperan sebagai pengganggu struktur narasi temporal.

“Bagian pertama novel ini bicara Haiku dan Shasa, pendeknya menghadirkan utopia di kepala pembaca. Lalu di bab kedua, tokoh sentral dalam cerita ini bernama Iberamsyah Barbary,” cerita Karim dalam ulasannya.

Kata Karim, lewat karya ini sang penulis menggambarkan kehidupan sebagai sastrawan, lalu pendekatannya kepada pemerintah dengan menggunakan kesastraan sebagai usaha membangun kota dan budaya.

“Kamu akan melihat bagaimana Akademi Bangku Panjang terbentuk pertama kali, upaya tokoh sentral membangun Yayasan Kamar Sastra Nusantara,” beber Karim.

BACA JUGA: Cersil Kho Ping Hoo Paling Dicari, Kisah Johan Membidani Kios Buku Jadul

Rafii Syihab, pemantik diskusi lainnya, sempat terenyuh membaca penggalan tiap alur dalam karya novel esai ini. Terlebih ada sebentuk optimisme terhadap sang penulis yang menitipkan dipundak dua karakter utamanya, Haiku dan Shasa.

Rafii berkesimpulan, terlepas melihat karya novel esai yang ditulis dalam menjelajahi bentuk sastra yang lain dari pada biasanya. Namun, dia cukup kagum dengan apa-apa yang ada didalamnya. “Saya kira kita perlu membaca novel esai ini,” ajaknya.

Dosen Sendratasik FKIP ULM, Sumasno Hadi menilai novel esai sangat bertentangan secara definisi. Namun, dalam proses kreatif suatu karya sastra, hal semacam itu memungkinkan saja. Kata dia, kajian-kajian sastra sudah tumbuh jenis karya novel esai tersebut.

“Terkait itu tadi sudah sedikit disampaikan oleh kedua pemakalah yakni Rafii dan Karim. Di Eropa, Perancis itu sudah tumbuh kajian-kajian serupa. Intinya, sebuah novel itu masih memungkinkan bermuatan esai,” jelasnya.

“Saya sebenarnya berharap di acara hari ini sampai ke ranah subtansinya, ternyata belum membahas tuntas,” kata Sumasno.

Jika menilik lebih jauh pada teks-teksnya, Sumasno melihat belum sampai ke ranah novel esai tersebut. “Dia (penulis) hanya berhenti pada bungkusnya saja, tidak isinya. Padanan itu bisa didalami, bahkan disidangkan.”

Sumasno memandang, karya itu cuma terbebani pada teks-teks yang masih bersifat otobiografi. Kata dia, sebatas catatan memorial saja tentang keseharian dan terbagi dari tema-tema tertentu, yang disusun apik. “Itu seperti kumpulan saja, jika disatukan satu jadi nyambung. Secara kronologis, disitulah sastra bekerja,” tandasnya. (jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2021/12/08/bangku-panjang-karya-novel-esai-dari-sastrawan-banjarbaru-iberamsyah-barbary/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.