Punya Hubungan Dekat dengan Bupati Wahid, KPK Periksa Anggota DPRD Tabalong

0

PENETAPAN dan penahanan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif Abdul Wahid ditindaklanjuti tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan memeriksa para saksi terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten HSU.

MENARIKNYA, dari daftar nama 10 saksi yang dikorek keterangan oleh KPK meminjam ruang pemeriksaan di Polres HSU, Jalan Muhajirin, Amuntai, Senin (22/11/2021), terdapat nama anggota DPRD Kabupaten Tabalong dari Fraksi PDIP, Rini Irawanty.

Rini dikabarkan memiliki hubungan dekat dengan Bupati (nonaktif) Abdul Wahid. Proses pemeriksaan pun berlangsung sepekan sejak Jumat (19/11/2021). Hingga Senin (22/11/2021), ada 10 saksi dimintai keterangan secara bergantian di Polres HSU.

Mereka adalah Gusti Iskandar Sukma Alamsyah (PT Khuripan Jaya), Erik Priyanto (Kontraktor/Direktur PT Putera Dharma Raya), Khairil (CV Aulia Putra),  dan Kariansyah/Haji Angkar (CV Khuripan Jaya).

BACA : Rumah Sekda HSU Digeledah KPK, Ketua DPRD Dipanggil ke Polres HSU

Berikutnya, ada pula Akhmad Farhani alias H Farhan (PT CPN/PT Surya Sapta Tosantalina), Akhmad Syaiho (Karyawan PT Cahya Purna Nusaraya), dan Rohana (PNS pada Dinas PTSP dan Penanaman Modal Kabupaten Hulu Sungai Utara).

Termasuk, kalangan ASN Pemkab HSU seperti Heri Wahyuni (Pensiunan PNS (Mantan Plt Kepala BKPP Kabupaten Hulu Sungai Utara) Ratna Dewi Yanti (Konsultan Pengawas Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang Desa Karias Dalam Kecamatan Banjang) dan Muhammad Mathori (Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran pada BPN Kabupaten Amuntai). Dari kalangan swasta terdapat nama Wahyuni, Lukman Hakim, Anshari alias Ahok, Baihaqi Syazeli dan Hidayatul Fitri.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri menegaskan pemeriksaan para saksi secara maraton ini terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Kalsel tahun 2021 – 2022 untuk tersangka Abdul Wahid. Ali Fikri juga menyebut dari hasil penggeledahan rumah Sekdakab HSU, Muhammad Taufik yang merupakan adik kandung Bupati Abdul Wahid pada Jumat (22/11/2021), didapat beberapa barang bukti.

“Penggeledahan itu merupakan bagian penyidikan kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021-2022 dengan tersangka Bupati HSU Abdul Wahid,” kata Ali Fikri.

BACA JUGA : Mobil Bupati Abdul Wahid Disegel, Putranya Ketua DPRD HSU Almien Safari Ashar Diperiksa KPK

Jaksa KPK ini mengatakan tim penyidik juga telah selesai pada Jumat (19/11/2021) menggeledah kediaman Sekda HSU di Kelurahan Paliwara, Kecamatan Amuntai Tengah.

Dari rumah Taufik, Ali Fikri menyebut bahwa KPK menemukan dan mengamankan bukti antara lain berupa sejumlah uang, berbagai dokumen, dan alat elektronik yang diduga kuat terkait dengan perkara.

“Analisis lanjutan akan dilakukan oleh tim penyidik dan nantinya segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersangka AW,” imbuhnya.

Sekadar diketahui, Abdul Wahid diduga menerima penyerahan uang dari Maliki (Plt Kepala Dinas PUPRP HSU) melalui perantara ajudannya pada Desember 2018. Berikutnya pada 2021, Maliki melapor ke Abdul Wahid mengenai plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP tahun 2021. Dari pertemuan itu, disusun nama kontraktor yang memenangkan dan menggarap proyek.

BACA JUGA : Jadi Tersangka KPK, Bupati HSU Ditengarai Terima Fee Belasan Miliar Sejak 2019

Disetujui Abdul Wahid sebagai atasan, hingga ditetapkan syarat komitmen fee dari nilai proyek. Persentasenya untuk Abdul Wahid dijatah 10 persen, sisanya 5 persen untuk Maliki sebagai kepala dinas.

Diduga komitmen fee diterima Abdul Wahid melalui Maliki sekitar Rp500 juta dari Marhaini dan Fachriadi, keduanya merupakan tersangka kasus operasi tangkap tangan (OTT). Ada pula, Abdul Wahid diduga menerima komitmen fee dari perantara sejumlah pihak di Dinas PUPRP Kabupaten HSU. Yakni, tahun 2019 sekitar Rp 4,6 miliar, tahun 2020 Rp 12 miliar dan tahun 2021 senilai Rp 1,8 miliar. Hingga nilainya ditaksir mencapai Rp 18,9 miliar.

BACA JUGA : Periksa 10 Saksi, Tim KPK Datang ke Amuntai Langsung Menuju ke Rumjab Bupati HSU

Atas perbuatannya, Abdul Wahid pun dijerat dengan pasal berlapis melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Bupati Wahid pun ditahan KPK untuk 20 hari pertama terhitung mulai 18 November-7 Desember 2021 di Gedung Merah Putih, Jakarta.(jejakrekam)

Penulis Herry Yusminda/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.