Kewajiban Tes PCR dan Antigen, Apakah Permainan Mafia Kesehatan di Tengah Pandemi?

0

Oleh : Ahmad Zaki

MERUJUK Surat Edaran (SE) Kementerian Perheubungan Nomor 88 Tahun 2021 mengenai perjalanan transportasi udara, efektif berlaku 24 Oktober 2021, senada dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 dan 54 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3, Level , dan Level 1 Covid-19.

DARI dua beleid ini, bagi masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah untuk bepergian menggunakan transportasi umum, diwajibkan melakukan tes PCR sebelum berangkat.

Ini menjadi sebuah keanehan dari kebijakan itu adalah harga PCR-nya yang selalu berubah-ubah. Metode tes untuk menegakkan diagnosis Covid-19, di awal pandemi saja bahkan harganya bisa menembus Rp 3 juta.

Namun, selang dua tahun ini, begitu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan penurunan harga tes PCR sekitar Rp 500 ribu, langsung direspon Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menjadi garda terdepan soal pandemi.

Untuk diketahui, tes PCR yang bisa berarti reaksi berantai polimerase adalah metode untuk menciptakan jutaan hingga miliaran salinan dari segmen asam deoksiribonukleat tertentu. Dengan metode itu memungkinkan ilmuwan untuk melipatgandakan sampel DNA yang sangat sedikit hingga mencapai jumlah yang cukup untuk dipelajari secara detail. Hasilnya positif atau negatif terjangkit Covid-19.

BACA : Jadi Syarat Berpergian, Forum Intelektual Muda Tolak Komersialisasi Vaksin

Jadi, kalau dilihat dari fluktuatif harga sebuah tes PCR dari awalnya tinggi kemudian merosot, sungguh terbilang aneh di negeri ini. Sebab, satu sisi pemerintah menginginkan kesejahteraan. Di sisi lain, ingin memacu peningkatan ekonomi yang malah membebani masyarakat umum.

Terkhusus kelompok masyarakat berpenghasilan ekonomi menengah ke bawah yang merupakan mayoritas rakyat Indonesia. Apalagi, dalam konteks meningkatkan ekonomi dalam bentuk mewajibkan pengguna transportasi umum melakukan tes PCR dan antigen untuk bepergian ke luar daerah.

BACA JUGA : Okupansi Penumpang Bandara Syamsuddin Noor Pulih Seiring Turunnya Tarif Tes PCR

Dengan istilah bahwa para pengusaha alat kesehatan khususnya bidang PCR dan antigen ini, saat ini memang sedang menikmati masa kejayaannya, dan bahkan bisa dibilang tengah panen euforia publik untuk bepergian usai terkurung dalam kebijakan PSSB, PPKM atau pun namanya.

Bicara soal harga tes PCR, ada pandangan jika harganya diturunkan oleh pemerintah, bilangnya akan rugi alias tidak mendapat untung. Alasan lainnya, bagaimana nantinya mau membayar gaji karyawan kalau diturunkan harga yang terlibat dalam proses tes PCR bagi pengguna perjalanan. Pemandangan ini sungguh menjadi sebuah ironi di negara pulau terbanyak di dunia ini.

BACA JUGA : Bentangkan Poster, Ahmad Zaki Gelar Demo Tunggal di Depan Gedung KPK

Mengapa tidak serta merta dihapuskan saja persyaratan wajib tes PCR dan antigen ini untuk bepergian. Toh, sekarang kasus Covid-19 juga sudah melandai, atau kembali normal seperti sebelum pandemi melanda.

Sebab, hampir 70 persen masyarakat Indonesia sebenarnya sudah menerima suntikan vaksin Covid-19. Meminjam istilah pemerintah, mendengungkan vaksinasi massal untuk mencapai herd immunity atau kekebalan komunal terhadap Covid-19.

BACA JUGA : Tarif Tes PCR Turun, Tirta Medical Banjarmasin Terima Ratusan Sampel Tiap Hari

Nah, akibat kewajiban mengantongi hasil tes PCR bagi pelaku perjalanan, praktis industri transportasi umum sebetulnya justru semakin lesu. Lambat laut mereka bisa menuju ambang kebangkrutan. Sebab, syarat wajib PCR jelas-jelas sangat memberatkan masyarakat umum. Sekali lagi, masyarakat kita kebanyakan berada di tataran ekonomi menengah ke bawah, bukan kalangan atas alias berkantong tebal.

Yang sangat terdampak dengan adanya kebijakan ini salah satunya adalah para pedagang kecil. Terutama asongan yang hanya mencari sedikit laba dari jualan dari penumpang yang mau berangkat ke luar daerah. Begitupula, para pelaku UMKM di sekitar terminal maupun bandara yang sangat terasa dampaknya. Bahkan, mereka sampai menutup dagangannya karena tidak bisa menutupi beban biaya operasional yang ada.

BACA JUGA : KNPI Tabalong Soroti Adanya Tarif Tes PCR di Atas Rp 525 Ribu

Mampukah Presiden Jokowi berbuat untuk kalangan masyarakat kecil? Ya, orang nomor satu di negeri ini bisa  dengan tegas menghapuskan kewajiban melampirkan hasil tes PCR dan antigen ini sebagai syarat pelaku perjalanan.

Jangan sampai ada kesan kuat, justru pemerintah melindungi para oligarki baru bisnis kesehatan yang kini mendulang rezeki nomplok. Atau dugaan soal permainan mafia kesehatan yang tengah panen dari pandemi ini benar adanya.(jejakrekam)

Penulis adalah Pemikir Politik Kebangsaan asal Kalsel

Koordinator Forum Intelektual Muda

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.