Cerita Relawan Lalu Lintas, Menggantung Nasib di Jalanan Kota Banjarmasin

0

GUSTI Muhammad Ardianor (57 tahun) tampak sibuk mengatur lalu lintas di persimpangan Jalan Kapten Piere Tendean, Kota Banjarmasin, pada Selasa (26/10/2021) siang.

KALA itu, matahari tengah terik menyengat. Namun, pria tua itu terus saja sigap meniupkan pluitnya untuk memastikan agar tiap kendaraan yang melintas tetap teratur.

Gusti bukanlah petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Banjarmasin apalagi polisi. Ia merupakan relawan lalu lintas, yang biasa dikenal dengan sebutan Pak Ogah atau polisi cepek.

Sudah tiga tahun terakhir lelaki asal Kampung Gedang, itu menjalani pekerjaan sebagai Pak Ogah. “Dari pagi sampai jam 6 sore,” kata Gusti kepada jejakrekam.com.

Sehari-hari, Gusti berangkat ke simpang Piere Tendean dengan menggunakan ojek yang ia pesan dari kediamannya di Jalan Aes Nasution Banjarmasin.

BACA JUGA: Jaga Persimpangan Jalan, Dishub Plotting Petugas Pengatur Lalu Lintas di Kawasan Kayutangi

Bekerja dari pagi hingga petang, pengalaman-pengalaman tak mengenakkan pun acapkali menimpanya. Sebagai contoh, tak sedikit pengendara bebal yang nekat melaju kencang saat Gusti mengatur jalanan. “Sulit diberikan arahan,” kata dia.

Gusti Muhammad Ardianor mengatur lalu lintas di persimpangan Jalan Kapten Piere Tendean, Kota Banjarmasin, Selasa (26/10/2021). Sumber: Nilam Rahma Sari

Belum lagi soal pendapatan yang dirasa tak cukup untuk menopang delapan orang keluarganya yang tinggal dalam satu rumah. Gusti mengaku hanya bisa mendapat penghasilan hingga Rp 50 ribu- Rp 100 ribu.

Namun, menurut Gusti, pekerjaan ini merupakan satu-satunya yang ia bisa jalani di usia tuanya. Ia hanya berharap, ke depan, keberadaan relawan lalu lintas seperti dirinya bisa terus dihargai.

Selain Gusti, ada juga relawan lalu lalu lintas yang mengatur jalan di kawasan simpang Tugu KB Banjarmasin atau Jalan R. Suprapto. Dia adalah Norsehan, seorang ibu muda yang ditemani anak laki-lakinya mengatur lalu lintas.

BACA JUGA: Dua “Pak Ogah” Banjarmasin Diamankan Petugas, Dihukum Push Up hingga Guling-guling

Di tepi jalan, Norsehan bercerita sudah lima bulan terakhir menjalani pekerjaan ini. Ia bekerja dari jam 10 pagi, atau setelah polisi lalu lintas berjaga di sekitar kawasan tersebut.

Penghasilan yang didapatkan per harinya 50 ribu. Kalau mujur, beberapa pengendara yang melintas kadang bisa memberi banyak. “Beberapa pernah ada yang ngasih 20 ribu,” ujarnya.

Cerita Norsehan kurang lebih sama dengan Gusti. Bekerja berjam-jam di jalanan membuatnya harus menghadapi beragam risiko.

BACA JUGA: PCTL Tak Berfungsi di Jalan Samudera, Warga Lebih Nyaman Dibantu Pak Ogah

Pernah suatu ketika, anak Norsehan tertabrak sepeda motor yang melaju kencang di jalan tersebut. “Terpental itu. Sampai keseleo punggungnya,” ujar Norsehan.

Selain menjadi pengatur lalu lintas, Norsehan juga berjualan jagung bakar di Bundaran Satu dekat dengan Korem 101/Antasari. Selesai dari mengatur lalu lintas kemudian baru bejualan jagung bakar sampai jam 12 malam.

Dengan mengemban dua pekerjaan, Norsehan mengaku kini sudah bisa leluasa membiayai anaknya yang sekarang sudah duduk di bangku SMP. (jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2021/10/26/cerita-relawan-lalu-lintas-menggantung-nasib-di-jalanan-kota-banjarmasin/
Penulis Nilam Rahma Sari
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.