Mengembalikan “Marwah” Banjarmasin sebagai Kota 1.000 Sungai, Mungkinkah?

0

Oleh : Subhan Syarief

BANJARMASIN mestinya bisa menjadi salah satu kota yang etnik, unik dan menarik. Ini karena geografis kota yang dikelilingi dan dibelah oleh berbagai sungai. Berbagai sungai yang bentuknya meliuk bak tubuh ‘ular besar’ dengan disertai bantaran yang dahulunya dipenuhi berbagai pepohonan yang menghijau. Sisi lain karena kondisi daratannya yang minusnya lebih puluhan centemeter dibawah permukaan air laut juga menjadikan kadangkala sebagian kawasan yang rendah jadi tergenang ketika air pasang. Sehingga dari banyaknya sungai dan juga kawasan tergenang akibat pasang surut air sungai karena terdorong oleh pasangnya air laut membuat banyak kawasan daratan yang ketika pasang menjadi seperti penuh air. Seolah daratan tak banyak ada di Kota Banjarmasin. Dari sinilah berawal kemudian Kota Banjarmasin dijuluki kota 1.000 (seribu) sungai. Dasarnya bukan lah berarti sungainya berjumlah 1.000 (seribu) tetapi karena banyaknya air yang tergenang dan menutup kawasan daratan. Lalu kondisi ini di-metapora-kan lah menjadi kota 1.000 (seribu) sungai. Yaa , tak sadar kemudian terformat seolah Kota Banjarmasin adalah kota yang punya 1.000 (seribu) sungai.

SAYANGNYA, kurun tahun ke tahun hal potensi sungai ini pelan tapi pasti semakin hilang. Jumlah sungai dan area resapan air semakin menyusut. Data di kisaran tahun 1997 jumlahnya ada 117 sungai. Kemudian tahun 2002 menyusut dan tersisa 77 sungai. Lalu 2 (dua) tahun kemudian di tahun 2004 ternyata yang tersisa hanya sekitar 60 sungai saja Bila melihat trend penurunan jumlah sungai yang ada di Banjarmasin maka tentu ini sangatlah meresahkan. kita tak tahu sebenarnya saat tahun 2021 ini berapa lagi sungai yang tersisa di Kota Banjarmasin. Yang jelas pasti sudah berada di bawah 100 sungai. Itupun dengan kondisi banyak yang menyempit dan dangkal, buntu dan tidak saling terkoneksi dengan sungai yang lain. Dampaknya ketika air kiriman datang dari daerah atas di bulan Januari 2021, dan kemudian luberan air kiriman tersebut tidaklah bisa lancar tersalurkan ke sungai yang ada di Kota Banjarmasin untuk dialirkan ke laut. Ujungnya Banjarmasin pun kebanjiran sehingga daratannya penuh air seolah telah menjadi tempat penampungan air.

Dengan adanya penyusutan keberadaan jumlah sungai maka apakah kota Banjarmasin masih layak menyandang gelar kota 1.000 (seribu) sungai ?

Untuk menyatakan layak atau tidaknya langkah logis adalah dengan melihat kondisi kekinian di kota Banjarmasin , wabil khusus terkait dengan kondisi sungainya. Bila kelayakan tersebut dilihat berdasarkan dari jumlah sungai yang ada tersisa dengan kondisi yang terus semakin menyusut maka tentu tak mungkinlah bisa dinyatakan Kota Banjarmasin masih layak menyandang gelar kota 1.000 (seribu) sungai.

Tetapi , ketika gelar 1.000 (seribu) sungai dilihat hanya sebagai ‘metapora’ akibat kondisi air yang naik kedaratan ketika pasang berlimpah yang membuat hampir semua daratan Kota Banjarmasin tergenang. Dan kemudian bisa saja dari sini lah muara awal hal julukan kota 1.000 (seribu) sungai bagi Kota Banjarmasin. Jadi tidak lah tergantung pada jumlah sungai, tapi lebih karena nuansa kehidupan sungai atau kondisi kota yang terbelah serta dikelilingi sungai lah dan juga tergenangnya daratan akibat pasang yang menjadi faktor utama sehingga Banjarmasin menyandang gelar kota 1.000 (seribu) sungai.

BACA: Kota Banjarmasin, Sungai dan Arsitektur

Tentu bila metapora ini yang dipakai maka sepanjang fungsi sungai tersebut bisa kembali optimal dan juga bisa saling terkoneksi, tak sempit dan dangkal. Kemudian berbagai alat transportasi sungai seperti perahu , jukung , klotok , speed boat mudah lalu-lalang dengan lancar di sungai. Begitu pula aktivitas kehidupan sosial budaya masyarakat tetap bisa dilakukan disungai  maka Kota Banjarmasin pun masih lah layak untuk menyandang gelar kota 1.000 (seribu) sungai, walaupun jumlahnya tak sebanyak dahulu lagi.

Sayangnya kondisi sungai faktanya tak bisa seperti dahulu lagi , aktivitas di atas sungai tidaklah bisa di lakukan seperti dulu lagi. Banyak sungai yang menyempit , dangkal dan tak saling terkoneksi, bahkan mati sehingga aktivitas alat transfortasi air dan juga aspek sosial budaya masyarakat di sungai tidaklah bisa dilakukan secara baik.

Upaya yang mesti dilakukan agar gelar kota 1.000 (seribu) sungai tetap terwujud dasarnya tidaklah sulit. Untuk memulai mesti di awali dengan keseriusan dan kedalaman dalam melihat masalah. Wabil khusus masalah yang terkait dengan sungai dan karakter air di Kota Banjarmasin yang terlihat sangat kurang di dalami oleh para pengambil kebijakan ketika memformat pembangunan ataupun penataan Kota Banjarmasin. Pembangunan infrastruktur digenjot hampir tanpa kendali , faktor ekonomi dan politik sangat berpengaruh kuat sedangkan faktor adaftasi dengan lingkungan sungai dan kondisi rawa pasang surut teramat sangat minim diterapkan. Itu adalah problem utama yang sejak dulu tak pernah bisa dan mau diatasi.

Ilustrasi Jalan Ahmad Yani Banjarmasin Kalimantan Selatan mendatang.

Ketika mau membangun ataupun menata kota  hal adaftasi terhadap kondisi lingkungan , apalagi terhadap karakteristik Kota Banjarmasin yang unik mestinya bisa dijadikan rujukan utama. Jadi agar bisa Kota Banjarmasin kembali menyandang gelar 1.000 (seribu) sungai langkah adaftasi mutlak dilakukan. Ini bisa diawali melalui langkah identifikasi kondisi sungai dan kawasan resapan air yang ada di Kota Banjarmasin untuk kemudian dipetakan bagian sungai atau kawasan air yang mana yang masih kondisinya masih baik, buntu, dan juga sudah rusak berat. Kemudian kondisi tersebut di buat tingkat lebel skala kondisinya (baik , rusak ringan dan rusak berat). Bagian yang kondisinya masih baik ataupun kerusakan ringan di lakukan tindakan optimalisasi dan normalisasi. Sedangkan yang kondisinya yang sudah rusak berat yang memerlukan penanganan khusus bisa dilakukan melalui program revitalisasi atau yang sejenis. Kemudian, kondisi sungai yang masih baik atau kerusakannya masih dalam tingkat ringan ataupun berat bisa di lakukan langkah pemeliharaan dan pembenahan bahkan revitalisasi berat agar bisa difungsikan kembali.

Setiap sungai yang terletak dipusat  kota ataupun permukiman selain Sungai Martapura juga mesti diutamakan dan didahulukan untuk dibenahi, terkhusus yang unik dengan posisi membelah kota Banjarmasin atau yang ada disepanjang tepi jalan Kota Banjarmasin.

keunikan ini terdapat di Sungai Pekapuran dan Sungai Kelayan, Sungai Kuripan, Sungai Guring , Sungai Pemurus dan Sungai Limau.

Kemudian tentu sungai sepanjang kiri kanan Jalan A Yani,  sepanjang tepi Jalan Veteran, sepanjang tepi Jalan Belitung , dan sepanjang tepi Jalan Teluk dalam.

Bila semua sungai tersebut bisa dibenahi, saling terkoneksi kemudian ditunjang dengan dihidupkan kembali berbagai aktivitas di sungai maka keunikan akan terasa.

Bayangkan saja , ketika bisa menikmati keberadaan sungai sambil berkendara atau berjalan kaki sepanjang Jalan A Yani mulai dari batas kota sampai ke Jembatan Dewi, kemudian sepanjang jalan Veteran  mulai dari kawasan Sungai Tabuk sampai ke Belakang Vihara /Tempekong atau juga sepanjang jalan Teluk dalam mulai dari sungai samping Mesjid Raya Sabilal Muhtadin, melalui Teluk Dalam sampai ke sungai Barito di seputar kawasan Airmantan / Pelabuhan Trisakti. Tentu semua akan menjadi menarik, bahkan menjadi sebuah etelasi kota yang unik.

Begitu juga ketika semisal , sungai Kelayan sampai tembus ke Pekapuran tak dangkal, kondisi lebar dan semua saling terkoneksi serta bisa mudah dilalui berbagai perahu / kapal maka kita akan bisa rasakan. Bayangkan, sebuah suasana etnik akan didapatkan ketika mengarungi sungai tersebut sambil melihat permukiman yang berjejer ditepi sungai, rindangnya pepohonan, disertai sajian banyaknya berbagai aktivitas masyarakat di atas sungai. Anak- anak mandi dan bermain di sungai, para ibu di dermaga tepi sungai asik belanja dengan para pedagang yang berdagang di atas perahu / jukung. Tentu ini adalah sebuah keunikan yang sangat diminati oleh para pendatang atau warga Kota Banjarmasin.

Dengan membenahi sungai dan kemudian juga menghidupkan berbagai aktivitas di atas sungai tersebut akanlah membuat suasana Kota Banjarmasin sebagai kota 1.000 (seribu sungai), sebuah kota yang dipenuhi sungai akan sangat kuat terasa. Setiap orang berkunjung yang merasakan suasana ‘sungai’ dipastikan akan bercerita hal  pengalamanan indah ketika berkunjung ke Banjarmasin. Apalagi bila terjadi di saat ini , ketika dunia maya menjadi alat promosi yang cepat, mudah dan murah di akses ketika menampilkan sebuah kondisi khas dan unik akanlah turut mempercepat dan mempengaruhi opini.

Ya, sejatinya bila berhasil menata sungai maka Kota Banjarmasin akan makin cepat terkenal atau dikenal di dunia. Semua orang di dunia akan ber angan  untuk datang berkunjung melihat keunikan sungai di Kota Banjarmasin.

Tentu pembenahan sungai sungai yang ada di Kota Banjarmasin tidaklah hanya untuk hal tersebut. Hal lain yang sangat penting adalah menyangkut tata kelola limpahan air. Masalah tata kelola limpahan air ketika hujan dan ketika pasang menaik yang akan selalu jadi ‘hantu’ menakutkan bagi keberlanjutan keberadaan kota Banjarmasin jugalah bisa turut teratasi.

Bicara contoh model ide pembenahan yang komprehensif berkesinambungan bisa dimulai misal saja dari sungai di Jalan A Yani.  di sepanjang Jalan A Yani adalah jalan utama untuk memasuki Kota Banjarmasin. Jadi kawasan tersebut dasarnya sudah menjadi etelasi kota. Di kiri dan kanan jalan ini dulunya ada sungai. Sungai Kerukan yang sebenarnya cukup besar, mencapai lebih puluhan meter lebarnya. Dahulu semua perahu dan jukung bisa mudah lalu lalang melalui kedua sungai tersebut. Sehingga keindahan suasana sungai sangat terasa ketika kita melaluinya. Sayangnya sejak era tahun 1980-an semua mulai tergerus dan banyak yang diubah fungsinya menjadi drainase buangan sungai. Kurun 1984 / 1985 an , dimotori Walikota Effendi Ritonga sungai tersebut mau dibenahi , dengan pelebaran dan pengerukan. Semua jembatan yang tak memenuhi syarat , yang rendah dan menghambat lalu lalang perahu akan dibongkar digantikan dengan yang lebih tinggi. Prinsip pak Effendi Ritonga adalah ingin menjadikan sungai kawasan tersebut bisa kembali berfungsi dan menjadi etelasi kota Banjarmasin. Sehingga bila orang datang dan mulai memasuki gerbang batas kota akan sudah merasakan suasana kehidupan sungai yang khas dan etnik.

Sayangnya gagasan hebat ini tak bertahan lama. Tak bisa dilanjutkan karena tak banyak didukung oleh para ‘pemagang tampuk kekuasaan’ tertinggi saat itu. Ya, termasuk sebagian tokoh masyarakat yang tak paham dan tak mampu melihat jauh kedepan.

Januari tahun 2021 , banjir yang tak melanda Kota Banjarmasin. Banjir yang tak pernah terjadi sejak kota ini berdiri. kawasan Jalan A Yani adalah salah satu kawasan yang juga terkena dampak. Bahkan berminggu minggu air baru bisa turun. Salahsatu penyebab lambat nya air turun adalah karena kondisi sungai kiri dan kanan Jalan A Yani yang tak mampu berfungsi dengan baik. Sungai A Yani ini tak mampu menampung air limpahan dan mengalirkan air ke sungai penunjang lainnya termasuk ke sungai Martapura. ini karena sungai kiri kanan A Yani sudah menyempit, dangkal, buntu dan dipenuhi oleh jembatan rendah yang sebagiannya mengunakan sistem urugan. Ujungnya air limpahan pun bertahan di permukiman warga dan di sebagian Jalan A Yani mulai Km 4.00  hingga Km 6.00.

BACA JUGA: Memproteksi Banjarmasin dengan Normalisasi Sungai dan Kanalisasi

Melihat kondisi tersebut bagi yang paham dan tahu masalah pasti akan berpikir. Kuatir dan gelisah bila air limpahan datang lagi seperti saat itu. Pembenahan sungai menjadi keharusan yang segera dilakukan. Tapi dengan mempertahankan sungai yang ada, bila berhitung sangatlah akan memakan biaya dan waktu. Bahkan bisa saja menjadi misi yang sulit dilaksanakan. Langkah lain adalah dengan memindahkan sungai ketengah jalan. Sungai yang ada di dua sisi (kiri dan kanan) Jalan A Yani dimatikan dan di jadikan area untuk jalan berikut infrastruktur utilitas nya. Dan bahkan lahan yang asalnya sungai tersebut  bisa saja dijadikan sumber pemasukan bagi daerah untuk dengan dipergunakan sebagai area kawasan bisnis ataupun khusus area perparkiran. Dari hasil pengelolaan lahan eks sungai tersebut akan bisa turut membantu modal pembiayaan untuk membuat sungai ditengah jalan tersebut.

Sisi lain bila kemudian setiap bangunan di sepanjang Jalan A Yani diwajibkan minimal berlantai 3 (tiga) dengan lantai dasarnya juga difungsikan sebagai area parkir. Dan sistem struktur bangunan wajib panggung agar bagian bawah bisa difungsikan sebagai area resapan air yang saling terkoneksi dengan setiap jarak tertentu ujungnya akan terhubung ke sungai di tengah Jalan A Yani.

Selanjutnya agar lebih bisa menangkap masalah pertumbuhan kota kedepan. Sebaiknya di atas bagian tengah sungai dipersiapkan untuk dibuat jalur monorel / kereta listrik untuk angkutan publik. Bila ini bisa dilakukan maka selain mampu untuk memberikan sajian nuansa sungai pada etelasi kota, mengatasi persoalan banjir / calap maka juga akan bisa membantu mengatasi persoalan macet dan kumuh.

Model ide seperti inilah yang mestinya dilakukan pendalaman dan kajian lebih rinci dalam memformat Kota Banjarmasin kedepan. Semua dilakukan secara komprehensif, terpadu dan berkelanjutan. Sekali langkah besar dilakukan maka berbagai masalah krusial kota juga bisa turut teratasi. Jangan seperti kerja ‘trial error’ yang ujungnya tak bisa menghasilkan manfaat banyak. Yang dilakukan lebih hanyalah mengatasi persoalan untuk jangka pendek yang ujungnya masalah yang sama akan muncul lagi berulang. Salah satu contoh nyata adalah hal penangganan sistem drainase kota.

Akhirnya, dalam hal ini catatan penting bila Kota Banjarmasin ini mau dan mampu membenahi sungai secara masif berkesinambungan sehingga kemudian semua sungai bisa saling terkoneksi, tak dangkal dan sempit.

Semua bisa dilalui perahu, jukung dan bahkan kapal maka masalah tata kelola limpahan air pun akan bisa mudah diatasi.

Persoalan calap / banjir akanlah juga bisa di minimalisir dan dihilangkan, karena sungai yang terjaga akan mampu menjalankan fungsi utamanya sebagai ‘jalan air’ sekaligus ‘rumah tampung’ ketika air berlimpah sebelum nantinya ditarik ke laut.

Disamping tentu, gelar Kota Banjarmasin sebagai kota 1.000 (seribu) sungai akanlah kuat muncul kepermukaan. Tak hanya sekedar cerita masa lalu , tapi semua akan menjadi nyata dan bisa dinikmati oleh setiap orang yang datang berkunjung dan juga bagi warga Kota Banjarmasin sendiri.

Ya , Mengembalikan ‘marwah’ Banjarmasin menjadi kota 1.000 (seribu) sungai bukanlah sesuatu yang sulit dan tidak mungkin dilakukan. Kata kunci ada diniat berikut tekad kuat dan paham hal fungsi utama mengapa keberadaan  sungai di Kota Banjarmasin ini menjadi sangat penting. Metapora sungai adalah urat nadi Kota Banjarmasin , bila sungai mati maka tak lama Kota Banjarmasin pun akan juga turut ‘mati’ adalah sebuah falsafah yang mestinya bisa untuk di pahami oleh setiap pengambil kebijakan yang punya kuasa untuk menata ataupun mengatur Kota Banjarmasin ini.

Bila tak paham ‘falsafah’ dan juga tak didukung tekad kuat untuk beradaptasi dengan lingkungan ketika membangun, sejatinya jangan lah berharap Kota Banjarmasin layak kembali bergelar kota 1.000 (seribu) sungai. Apalagi berharap dapat bertahan melawan atau mengatur air limpahan akibat hujan dan serangan air pasang atau buangan daerah hulu menerpa kota agar tak memunculkan masalah. (jejakrekam)

Banjarmasin , Oktober 2021

Penulis ada seorang doktor dan pengamat perkotaan tinggal di Banjarmasin

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.