STATUS tersangka kasus suap komitmen fee dua proyek rehabilitasi irigasi Banjang dan Kayakah, membuat keluarga besar eks Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki, turut masuk pusaran penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
DARI 15 saksi yang dipanggil tim penyidik KPK menghadap di Markas Brimob Subden 2 Den B Pelopor Tanjung, Jumat (15/10/2021), terdapat dua nama yang memiliki hubungan darah dengan tersangka kasus suap, Maliki.
Ibu kandung H Maliki yakni Siti Ruqyah pun dikorek keterangnnya oleh tim penyidik KPK berkenaan dengan kasus yang tengah membelit putranya. Tak cukup itu, komisi antirasuah juga menyasar adik kandung H Maliki, yakni H Farhan yang merupakan pengusaha konstruksi asal Amuntai.
Memasuki hari ketiga, tim penyidik KPK juga memanggil Nanang dan Heri yang merupakan pegawai Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten HSU.
Adapula, dari kalangan konsultan pengawas proyek rehabilitasi irigasi DIR Banjang, Desa Karias, Kecamatan Banjang, Ratna turut dimintai keterangan. Sedangkan, dari pihak kontraktor atau rekanan terdapat nama Iwan Sulistyo. Ia diminta keterangan terkait proyek pengerukan di daerah Klungkung, Kecamatan Danau Panggang Dinas Irigasi PUPRP HSU.
BACA : Dua Kali Diperiksa KPK, Bupati HSU Abdul Wahid Dicecar soal Atur Lelang Proyek dan Komitmen Fee
Kemudian, Saiho, karyawan PT Cipta Purna Nusaraya, H Udin CV Sepakat, Hendra dari CV Bina Hasrat Mandiri, Gusti Iskandar dari PT Khuripan Jaya dan Irwan dari CV Izdihaar. Berikutnya, Karliansyah dari CV Khuripan Jaya, Wahyudinor selaku kontraktor dan H Supian Wahyu dari PT Wahyu Utama.
Komandan Kompi Brimob Subden 2 Den B Pelopor Tanjung, AKP Taufiq Ginanjar Saputra mengungkapkan pemeriksaan para saksi pada Jumat (15/10/2021) merupakan hari terakhir KPK menggunakan markasnya untuk keperluan penyidikan perkara operasi tangkap tangan (OTT) Dinas PUPRP Kabupaten HSU.
“Hari pemeriksaan selesai lebih awal dan KPK meninggalkan Mako Brimob sekitar pukul 16.00 Wita,” ujar Taufiq.
Kemungkinan, beber dia, pemeriksaan KPK terhadap saksi-saksi OTT ini belum selesai. Namun, dikabarkan tim penyidik KPK akan menggunakan tempat lain untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya.
BACA JUGA : Lengkapi Berkas Perkara, Istri Bupati Wahid dan Ketua DPRD HSU Turut Diperiksa KPK
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam operasi senyap bersandi Merah Putih pada Rabu (15/9/2021), KPK mengamankan tujuh orang di kantor Dinas PUPRP HSU, Amuntai.
Sebanyak lima orang diboyong KPK ke Jakarta guna menjalani pemeriksaan. Berdasar hasil OTT itu, diamankan dokumen beserta uang tunai sebesar Rp 345 juta. Perkara ini pun diawali dari perencanaan lelang dua proyek irigasi.
Yakni, rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan HPS senilai Rp 1,9 miliar dan proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang senilai Rp 1,5 miliar.
Proyek milik Dinas PUPRP ini sempat dilelang dan ditayangkan di LPSE. Namun, sebelum lelang, Maliki yang merupakan Plt Kepala Dinas PU HSU ini memberi syarat kepada Marhaini dan Fachriadi agar menyetor komitmen fee sebesar 15 persen.
BACA JUGA : Usut Aliran Proyek Dinas PUPRP HSU, Total 41 Saksi Dicecar Penyidik KPK
Dalam proses lelang, proyek DIR Kayakah diikuti 8 perusahaan. Namun, hanya satu perusahaan yang menawar yakni CV Hanamas, hingga ditetapkan sebagai pemenang. Sedangkan, proyek satunya di DIR Banjang, terdapat 12 perusahaan yang mendaftar. Berikutnya, hanya dua perusahaan yang mengajukan tawaran, yakni CV Kalpataru dan CV Gemilang Rizki.
Hingga, proyek itu dimenangkan CV Kalpataru dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar. Begitu, seluruh proses administrasi selesai, diterbitkan surat perintah membayar (SPM) untuk pencairan uang muka. Nah, sebagian uang muka diduga diberikan Marhaini dan Fachriadi kepada Maliki. Dalam bentuk uang tunai sebesar Rp 170 juta dan Rp 175 juta, hingga KPK menggelar OTT.
BACA JUGA : Tak Ikut Jadi Saksi OTT KPK, Wabup HSU Husairi Abdi : Tunggu Finalnya Saja!
Atas perbuatan itu, Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 KUHP.
Sementara, sebagai penerima, Maliki ditetapkan tersangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Tipikor Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2021 jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP. Demi keperluan penyidikan, Maliki pun ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan, Marhaini disel di Rutan KPK Gedung Merah Putih dan Fachriadi di Rutan KPK Kavling C1.(jejakrekam)