Lengkapi Berkas Perkara, Istri Bupati Wahid dan Ketua DPRD HSU Turut Diperiksa KPK

0

SATU per satu saksi dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mendalami dugaan suap dua proyek rehabilitasi irigasi Banjang dan Desa Kayakah, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) bernilai total Rp  3,4 miliar itu.

JIKA sebelumnya, ajudan Bupati HSU H Abdul Wahid, Muhammad Reza Karim yang juga putra Sekda HSU Muhammad Taufik serta sopir pribadinya, Fachri. Ternyata, KPK juga memanggil dua saksi dari kalangan keluarga Bupati Abdul Wahid.

Kebetulan sang anak, Almien Ashar Safari merupakan Ketua DPRD Kabupaten HSU. Tak hanya itu, sang istri Bupati HSU, Anisah Rasyidah yang merupakan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) HSU.

Plt Juru Bicara (Jubir) KPK Ali Fikri mengatakan tim penyidik komisi antirasuah ini  memanggil Kepala Dinas PPKB Hulu Sungai Utara (HSU), Anisah Rasyidah memang masih terkait dengan kasus dugaan korupsi dua proyek irigasi dengan tiga tersangka.

“Kepala Dinas PPKB HSU yang juga istri Bupati HSU diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur CV Hanamas, Marhaini (MRH),” ucap Ali Fikri kepada awak media, Kamis (30/9/2-2021).

BACA : Geledah Kediaman Dua Tersangka OTT, KPK Sita Buku Tabungan dan Akta Perusahaan

Berbarengan dengan pemeriksaan istri Bupati Wahid, ternyata Almien Ashar Safari turut dikorek keterangannya oleh tim penyidik KPK. Almien merupakan  Ketua DPRD HSU ini dicecar tim penyidik sebagai saksi demi melengkapi berkas perkara tersangka kasus suap, Marhaini.

Ali Fikri yang merupakan jaksa ini menegaskan pemeriksaan terhadap para saksi secara maraton guna membuat terangnya terjadinya tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab HSU.

Terpisah, Wakil Bupati HSU H Husairi Abdi mengakuipasca operasi tangkap tangan (OTT) KPK dan proses pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, roda pemerintahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara tetap berjalan normal.

“Pak Bupati (Abdul Wahid) ada di Kota Amuntai di rumah dinas beliau. Roda pemerintahan tetap berjalan normal, meski ada pemanggilan dan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Pemkab HSU,” ucap Husairi Abdi.

BACA JUGA : KPK Sita Uang dan Barbuk di Ruang Kerja Plt Kepala Dinas PU dan Rumdin Bupati HSU

Mantan anggota DPR RI asal Fraksi PPP ini mengatakan dirinya tetap masuk kerja seperti biasa, karena ruang kerja dan rumah dinas yang sebelumnya disegel KPK telah dilepas. “Semua pelayanan publik di HSU, Insya Allah tetap berjalan normal,” kata Husairi.

Ketua DPRD Kabupaten HSU, Almien Ashar Safari.

Untuk diketahui berdasar data dihimpun, sedikitnya sudah ada 25 saksi telah diminta keterangan oleh KPK. Baik dari kalangan pegawai sipil negeri (PNS) di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten, Sekretariat Daerah dan lainnya. Termasuk, para kontraktor atau pihak swasta guna mencari benang merahnya dalam pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel tahun  2021-2022.

Seperti diwartakan, dalam operasi senyap bersandi Merah Putih pada Rabu (15/9/2021), KPK mengamankan 7 orang di lokasi. Mereka yang diamankan adalah Maliki (Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan HSU), Direktur CV Hanamas Marhaini dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi. Termasuk, PPTK Dinas PU HSU, mantan ajudan Bupati HSU, Kasi di Dinas PUP HSU, serta orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.

Bahkan, lima orang diboyong KPK ke Jakarta guna menjalani pemeriksaan. Berdasar hasil OTT itu, diamankan dokumen beserta uang tunai sebesar Rp 345 juta. Perkara ini pun diawali dari perencanaan lelang dua proyek irigasi. Yakni, rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan HPS senilai Rp 1,9 miliar dan proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang senilai Rp 1,5 miliar.

BACA JUGA : Suap Jadi Pintu Masuk, Bupati HSU Abdul Wahid Diperiksa KPK di Gedung BPKP Kalsel

Proyek milik Dinas PUPRP ini sempat dilelang dan ditayangkan di LPSE.  Namun, sebelum lelang, Maliki yang merupakan Plt Kepala Dinas PU HSU ini memberi syarat kepada Marhaini dan Fachriadi agar menyetor komitmen fee sebesar 15 persen.

Dalam proses lelang, proyek DIR Kayakah diikuti 8 perusahaan. Namun, hanya satu perusahaan yang menawar yakni CV Hanamas, hingga ditetapkan sebagai pemenang. Sedangkan, proyek satunya di DIR Banjang, terdapat 12 perusahaan yang mendaftar. Berikutnya, hanya dua perusahaan yang mengajukan tawaran, yakni CV Kalpataru dan CV Gemilang Rizki.

Hingga, proyek itu dimenangkan CV Kalpataru dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar. Begitu, seluruh proses administrasi selesai, diterbitkan surat perintah membayar (SPM) untuk pencairan uang muka. Nah, sebagian uang muka diduga diberikan Marhaini dan Fachriadi kepada Maliki.  Dalam bentuk uang tunai sebesar Rp 170 juta dan Rp 175 juta, hingga KPK menggelar OTT.

BACA JUGA : Tak Ikut Jadi Saksi OTT KPK, Wabup HSU Husairi Abdi : Tunggu Finalnya Saja!

Atas perbuatan itu, Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 KUHP.

Sementara, sebagai penerima, Maliki ditetapkan tersangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Tipikor Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2021 jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP. Demi keperluan penyidikan, Maliki pun ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan, Marhaini disel di Rutan KPK Gedung Merah Putih dan Fachriadi di Rutan KPK Kavling C1. Mereka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 16 September hingga 5 Oktober 2021.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.