Tawuran Remaja di Banjarmasin Jangan Sampai Bak Jakarta
Oleh : Muhamad Pazri
ANEH kasus tawuran antar pemuda dan remaja marak di Banjarmasin dalam beberapa bulan terakhir, apa yang salah? Bak seperti di Jakarta. Cara yang bisa dilakukan, dimulai dengan mengidentifikasi adanya kelompok atau geng anarkis di lingkungannya, terutama yang melibatkan anak-anak di dalamnya untuk membuat pencegahan agar geng-geng ini bersifat tidak anarkis.
JANGAN dianggap sepele, menurut saya perlu antisipasi cepat sebagai bentuk pencegahan agar tidak terulang lagi, pada intinya masyarakat semua pihak dapat berperan dalam upaya intervensi untuk mencegah tindak kejahatan tawuran yang melibatkan anak di lingkungannya, caranya dapat diawali dengan mengidentifikasi potensinya.
Memang tidak jauh dengan didaerah lain, menurut saya di Banjarmasin ini tawuran remaja kostum putih dan hitam, apakah dugaan saya bisa jadi modus tawuran karena terinspirasi tontonan film atau video animasi seperti tokyo Revenggers yang menceritakan dua geng Tokyo Manji berkostum hitam dan geng Valhalla berkostum putih, menjadi saling olok. Pada akhirnya, berakhir dengan aksi saling melukai antarkelompok yang berseteru, hal itu juga perlu ditelusuri supaya bisa sebagai bahan kajian dan masukan dalam pencegahan semua pihak.
Apalagi, pada kelompok tersebut melibatkan anak-anak yang masih dalam masa pencarian jati diri. Sehingga memerlukan kelompok yang menguatkan eksistensi mereka. Memang selama ini kita melihat pencegahan tawuran di daerah lain hanya dilakukan melalui imbauan, pembinaan dan penyuluhan, selama itu pula tawuran akan bisa terulang lagi.
BACA : Sketsa Penanganan Narkoba Berbasis Penguatan Peran Masyarakat Kota Banjarmasin (2)
Menurut saya, tawuran merupakan bentuk kekerasan khas karena para pelakunya tidak bertindak atas dasar politik atau ekonomi, tetapi untuk identitas kebanggaan.
Pengamatan saya, dari dua video sebelumnya yang viral tawuran di banjarmasin menunjukkan mereka dugaanya seperti mencari perhatian dengan memviralkan adegan kekerasan yang mereka lakukan. Jelas hal tersebut tidak bagus untuk tumbuh kembang dan contoh buruk bagi remaja lain.
Memang sangat diperlukan solusi praktis preventif jangka pendek dengan mengamankan para remaja yang terlibat tawuran supaya jadi efek jera dan edukasi pembinaan. Solusi praktis ini juga harus diikuti solusi jangka panjang yang didukung oleh semua pihak, mulai dari para pemuda sekolah atau yang pututus sekolah, siswa sendiri, orangtua, sekolah, peran pemerintah hingga aparat keamanan.
Dalam penegakkan hukum perlu kita dorong untuk memastikan proses hukum yang berlaku saat ini, agar memberikan efek jera pada anak-anak remaja lainnya dengan memanggil keluarga dan orang tuannya, sehingga menjadi salah satu identifikasi potensi tersebut sedini mungkin.
BACA JUGA : DPRD Banjarmasin Harus Memberi Ruang bagi Anak Muda untuk Berkarya
Memang pelaku tawuran antar remaja sulit ditindak dengan pasal-pasal pidana, pelaku tawuran hanya bisa dijerat hukum pidana jika tawuran itu menimbulkan korban luka ataupun sampai meninggal dunia. Sehingga yang bisa ditindak jika ada tindak pidana, misalnya dari aksi membawa kayu, sajam sampai pengeroyokan dan penganiaan berakibat korban luka atau meninggal, apabila tidak ada korban ya cuma bisa dilakukan peringatan dan pembinaan.
Selama ini pelaku tawuran yang tertangkap hanya diberi peringatan dan nasihat, lalu kemudian diserahkan ke orangtuanya. Kalau alasan di bawah umur, apabila ada unsur pidananya bisa mereka dikenakan pidana dan ditempatkan di tahanan anak atau melalui penyelesain diversi.
BACA JUGA : Kekerasan pada Anak Didominasi Emak
Walaupun, modus tawuran di Jl Piere Tendean, Wisata Siring Bekantan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, akhirnya terungkap. Pengakuan para remaja yang diamankan polisi ternyata, peristiwa tawuran ini dipicu aksi pemalakan, sehingga menimbulkan aksi tawuran. Ironisnya, tawuruan melibatkan anak-anak di bawah umur yang berasal dari tiga kampung di Banjarmasin.
Saya berharap semua pihak perlu melihat sisi lain, menggali fakta-fakta secara menyeluruh dari sebuah tindakan tawuran para remaja, dari unsur objektif/physical yaitu actus reus (perbuatan yang melanggar undang-undang) dan unsur subjektif/mental yaitu mens rea (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana) sehingga perlu preventif pencegahan secara komprehansif sejak saat ini untuk generasi banua yang lebih baik ke depan.(jejakrekam)
Penulis adalah Direktur Borneo Law Firm (BLF) Banjarmasin
(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)