Hubungan Antara Ading Basit dan Film Fast Furious 9

0

Oleh :  Nasrullah

AKAN sangat mudah menghubungkan antara video tentang ucapan “aku ading Basit” dengan Jembatan Sei Alalak, bahkan mungkin viral “ading Basit” mendengung hingga ke Istana Negara menjadi penyebab dibukanya Jembatan Sei Alalak itu sendiri.

NAMUN, tentu saja kalau dihubungkan dengan film Fast Furious 9 sepintas terasa sangat jauh. Lain cerita jika film itu dihubungkan dengan foto para pengendara motor gede (moge) yang melintasi jembatan Sei Alalak yang masih berstatus restricted area dan menjadi viral menyertai “ading Basit”, keduanya jelas sama-sama menggunakan kendaraan berkecepatan tinggi.

Hubungan dengan film Fast Furious 9 dalam tulisan ini ingin memberikan penjelasan bahwa fenomena video Ading Basit sesungguhnya bukan peristiwa lokal karena dalam pandangan antropologi sebenarnya bisa terjadi dimana saja. Maka tulisan ini pula,bukan ingin menemukan sosok fisik yang real dari tokoh Basit melainkan pada Basit sebagai tokoh yang ideal dalam imajinasi publik.

Mari kita lihat hubungan antara keduanya. Jika kita melihat film Fast Furious 9 sebagai film laga tentu jauh panggang dari api, tapi melalui pendekatan studi kekerabatan menunjukkan kedekatan dengan video “Ading Basit”. Melalui film itu, kita mengetahui ada konflik dalam keluarga tokoh utama Dom Toretto yang dimainkan Vin Viessel di masa lalu.

BACA : Nama Jembatan ‘Ading Basit’ di Madihin Warnai Paripurna Istimewa Harjad Banjarmasin

Adiknya yakni Jacob (John Chenna) bermain sebagai tokoh antagonis yang bersaing memperebutkan paket teknologi penting yang bisa menghancurkan bumi melalui kekuatan satelit. Ringkas cerita, Jacob yang semula  berkongsi dengan penjahat tetapi kemudian justru membela saudara tuanya Toretto dan kawan-kawan memberantas penjahat itu.

Toretto dan Basit Relasi Saudara

Narasi Toretto dan Jacob dalam film, serta video singkat Ading Basit dalam video pendek menunjukkan kesamaan akan adanya hubungan kekerabatan yakni persaudaraan. Kajian antropologi memperlihatkan inilah bukti bahwa kebanyakan orang menganggap keluarga inti sebagai alamiah atau “wajar” suatu gejala sosial yang terdapat di mana-mana, di setiap masyarakat dan sepanjang masa dan dengan demikian juga sebagai yang primer yang mendasari fenomena kekerabatan yang komplek (Wolf, 1983 hal. 104).

Padahal, rumah tangga merupakan struktur yang kompleks. Bahkan ketika muncul anggapan standar “keluarga inti” (sebuah pasangan yang terikat dalam perkawinan dan mereka yang belum menikah hanya anak-anak) (White, 2020 hal. 64). 

Mari kita perdalam lagi dengan agak serius, Dalam sebuah keluarga inti sendiri terdapat beberapa perangkat hubungan. Pertama-tama, ada hubungan yang bersifat coitus (hubungan kelamin) antara seorang laki-laki dan wanita. Kita dapat menamakan hubungan ini sexual diad (diad seksual). Hubungan ini hanya mengikat secara sosial apabila direstui atau “diizinkan” oleh masyarakat dalam hal itu kita menamakannya conjugal dyad (diad perkawinan).

BACA JUGA : Basit Beri Klarifikasi, Ngaku Tak Bertanggung Jawab soal Video Viral Jembatan Alalak

Meme Jembatan Basit usai video viral password Ading Basit untuk akses masuk ke Jembatan Sei Alalak.

Selanjutnya kita melihat ada hubungan diadik antara ibu dan anak yang merupakan maternal dyad (diad ibu – anak atau diad maternal). Ketiga, ada hubungan adik kakak, antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Dan akhirnya ada hubungan diad antara ayah dan anak, yakni paternal dyad (diad paternal) (Wolf, 1983 hal. 104-105). Begitu beragamnya hubungan dalam keluarga inti ini, juga menunjukkan aka nada dinamika dalam relasi internal keluarga.

Demikian pula baik Jacob dan Toretto, serta Ading Basit dan Basit merupakan hubungan adik dan kakak yang secara umum dibedakan karena factor usia atau siapa yang lebih dahulu dilahirkan sehingga kedudukan kakak untuk sementara waktu akan lebih kuat pengalaman dan fisik. Pada saat itulah, sang kakak bertugas memberikan proteksi dan akses untuk sang adik.

BACA JUGA : Fenomena Touring Moge Vs ‘Ading Basit’, Ini Komentar Antropolog ULM Banjarmasin

Dalam kasus “Ading Basit” sangat jelas menunjukkan kedudukan sang Kakak cukup superior sehingga akses yang tertutup dapat dibuka dan mendapatkan semacam keistimewaan. Padahal tokoh Basit sama sekali tidak muncul dalam video pendek itu.

Sebaliknya meskipun juga hubungan adik kakak dalam film, dalam kasus Toretto sebagai seorang Kakak juga memiliki kedudukan superior di mata publik terutama kalangan patriot pembela Negara dan dia muncul dalam sosok nyata dalam film itu. Toretto digambarkan tidak hanya berurusan dengan keluarga tetapi juga menyangkut stabilitas Negara. Oleh sebab itulah, Jacob kemudian melihat sosok Kakaknya sebagai panutan kemudian membela saudaranya.

Tokoh Sentral dalam Keluarga

Melalui perbandingan di atas, saya ingin menjelaskan bahwa sosok Basit melalui ucapan “aku ading Basit” sebenarnya tokoh antara saja. Sebab, kalau kita lebih cermat, nun jauh di sana kita melihat yang diperlukan adalah peran saudara dalam hubungan keluarga inti. Tentu video pendek “ading Basit” tersebut tidak berbicara banyak hal.

Namun sangat jelas, imaginasi publik membuat sosok imaginer Basit sebagai tokoh sentral terbukti dengan munculnya berbagai video lain yang menyatakan “saudara Basit”, “Ibu Basit”, “Ayah Basit” hingga “Kakek Basit”.

Beredarnya banyak versi video singkat tersebut menunjukkan masyarakat membutuhkan sosok selain orang tua dalam keluarga inti yang posisinya bisa sebagai anak, saudara, bahwa cucu. Jadi sosok “Basit” menjadi tokoh sentral dalam keluarga inti, padahal secara genealogis ia menempati silsilah generasi ketiga (anak) mengingat generasi tertinggi dalam video pendek berperan sebagai “Kakek Basit”.

BACA JUGA : Perintah Presiden Jokowi, Jembatan Alalak 1 Dibuka, Ratusan Roda Dua dan Empat Hilir Mudik

Maka dalam pembahasan ini, sosok Basit tentu bukanlah person yang menampakkan diri secara riil apalagi di apit dua aparat. Basit selanjutnya hanyalah sebuah nama belaka, bukan tokoh yang sudah terkenal seperti selebritis, tapi menjadi sosok penting dalam sebuah keluarga inti yang tentu saja dibutuhkan dalam setiap keluarga manapun.

Sebagai penegasan di bagian akhir, tulisan ini tidak bermaksud menguji kebenaran atau mencari salah dalam menembus portal pada saat Jembatan Sei Alalak belum terbuka untuk umum. Namun secara antropologis, kedudukan saudara tua dalam hubungan adik – kakak pada keluarga inti memang sangat dibutuhkan. Saudara tua dihormati, disegani oleh yang lebih muda (adik) dan sebagai kakak, ia pun memberikan keistimewaan bahkan yang tidak didapatkan oleh publik sekalipun.

Ada tiga catatan penting sebagai penutup tulisan ini. Pertama, nalar orang barat yang sangat akrab dengan teknologi canggih sekalipun sama-sama mementingkan aspek kekerabatan yakni tokoh sentral saudara tua.

BACA JUGA : Ketua DPRD Kalsel Minta Jembatan Alalak Segera Dibuka

Kedua, itulah pula sebabnya video “aku ading Basit” lebih viral dari pada foto motor gede yang melintas jembatan Sei Alalak. Sebab foto motor gede, tidak mampu menunjukkan imaginasi sosok kakak atau saudara yang memberikan akses pada adiknya. Mereka sungguh berbeda dalam nalar masyarakat local bahkan dalam film Barat Fast Furious 9 sekalipun.

Ketiga, beredarnya berbagai versi video lain dengan tokoh sentral Basit, menunjukkan kritik bagi kita sendiri, sebagaimana dalam bahasa Banjar “setelah terkenal hanyar mangaku bakaluarga”.(jejakrekam)

Penulis adalah  Dosen Prodi Pendidikan Sosiologi FKIP ULM

Sedang Belajar Antropologi di UGM

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.