Menguji Ketuaan Marabahan Perlu Pelacakan Sejarah dan Artefak

0

ANTROPOLOG Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Nasrullah mengakui jika diukur dari usia, maka Banjarmasin jelas sudah berumur ratusan tahun. Saat ini, jika dihitung sejak 24 September 1526 berarti sudah mencapai 495 tahun.

“SEBENARNYA juga perlu ditelusuri adalah kota di hulunya (Sungai Barito), seperti Marabahan yang tentu lebih tua lagi daripada Banjarmasin. Sebab, sebelum ada Bandarmasih yang menjadi pelabuhan, maka Pelabuhan Muara Bahan sudah lama ada,” ucap Nasrullah kepada jejakrekam.com, Senin (13/9/2021).

Ia mengungkapkan saat itu, status Marabahan atau Muara Bahan secara fungsional telah memiliki akses internasional. Terlebih, ketika pelabuhan atau dermaga ini disinggahi pedagang atau pelaut dari berbagai negeri, Jawa, Sumatera, Eropa, Tiongkok hingga Arab dan lainnya.

BACA : Islam Sapa Bakumpai, Sunang Bonang dan Sunan Giri Pernah Berniaga di Marabahan

Hanya saja, beber Nasrullah, persoalannya adalah  pelacakan sejarah Kota Marabahan secara menyeluruh berdasar data dan fakta, hingga saat ini belum dilakukan.

“Nah, kalau Marabahan sebagai ibukota Kabupaten Barito Kuala (Batola), tentu usianya masih muda tapi usia Kota Marabahan pasti lebih tua,” kata dosen muda Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP ULM ini.

Untuk itu, Nasrullah mengatakan hal itu membutuhkan diskusi atau seminar tidak hanya dari sejarah, juga temuan arkeologis yang ada di seputar Kota Marabahan. “Bahkan jika memungkinkan melacak artefak yang terkubur atau tenggelam di bawah pertigaan Sungai Barito dan Sungai Bahan yang menghubungkan ke Margasari. Kajian antropologis dibutuhkan untuk memahami identitas kota,” imbuhnya.

BACA JUGA : Kota Marabahan Diyakini Lebih Tua Dibandingkan Banjarmasin

Nasrullah menegaskan pelacakan ini bukan soal barabut tuha (memperebutkan tua) dengan kota lain. Namun, kata dia, untuk membentangkan benang merah, sebuah kota memiliki sejarah panjang ratusan tahun.

“Jika di masa lalu, Kota Marabahan pernah mengalami era keemasan. Maka masa lalu itu mesti dibawa ke masa depan,” pungkas magister sosiolog-antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.