Dihapus, Mural Sindiran soal Prokes Makin Marak di Banjarmasin

0

DIHAPUS aparat Satpol PP Kota Banjarmasin, ternyata mural bernuansa sindiran terhadap kebijakan pemerintah terkait pengendalian laju penyebaran virus Corona (Covid-19) sejak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berjilid-jilid, tetap mengemuka di publik.

INI terlihat di ruas Jalan S Parman, tepatnya di lampu merah, tertulis mural berisi sindiran berbunyi ‘Dijerat oleh Peraturan, Tersiksa oleh Keadaan’, dengan huruf besar. Sontak keberadaan mural yang terkesan kuat mengeritik kebijakan PPKM dengan membatasi ruang gerak masyarakat, mengundang pro dan kontra.

“Pesannya seperti sama dengan yang kita rasakan,” ucap Faisal, warga Banjarmasin, saat melintas di ruas jalan tersebut.

Ia menceritakan sebenarnya sebelum dihapus aparat, banyak tulisan di tembok bernuansa seperti di Jalan Gunung Sari. Apakah sudah dihapus atau ditutup, Faisal mengaku tak tahu lagi.

Intinya, pesan itu mengeritik soal kebijakan selama pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, seperti soal wabah kelaparan dan lainnya.

Menariknya, dari pantauan jejakrekam.com, Kamis (2/9/2021), usai dihapus aparat Satpol PP Banjarmasin, ternyata di bekas dinding yang dicat hijau itu, muncul lagi mural sindiran baru.

BACA : Lukisan Mural Wajahnya Dicoret, Walikota Ibnu Sina : Itu Hanya Aksi Usil

Dengan tulisan hitam dan berhuruf besar berbunyi; Tidak Hanya Prokes, Kami juga Perlu Makan, di sampingnya ada gambar seorang anak mengenakan masker dengan perut buncit, seperti kena busung lapar. Gambar bocah yang hormat bendera merah putih itu, juga turut mengundang para pengendara saat melintas di ruas Jalan RE Martadinata, persisnya di depan tembok Pelabunan Martapura Lama. Tulisan ini kontras dengan seni mural atau graffiti yang menghiasi tembok tersebut.

Pengamat politik dan kebijakan publik Uniska Banjarmasin, Dr Muhammad Uhaib As’ad menilai pesan mural yang berisi sindiran itu merupakan bagian dari ekspresi publik ketika mengeritik sebuah kebijakan pemerintah yang dianggap tak pro rakyat.

“Pesan yang harus ditangkap sebenarnya harus dijawab pemerintah, bukan malah menghapus. Ini menandakan ketika ruang kritik dibungkam, maka masyarakat bisa mengekspresikannya dengan berbagai macam media. Ketika media sosial (medsos) diancam dengan pidana, maka dinding dan tembok pun jadi wahana,” ucap Uhaib As’ad kepada jejakrekam.com, Kamis (2/9/2021).

BACA JUGA : Tuangkan Kreativitas di Tembok, Seni Graffiti Bukanlah Kejahatan

Uhaib melihat selama ini terbangun imej jika kebijakan pembatasan itu terkesan tebang pilih. Ini ketika, kegiatan masyarakat kecil dibatasi, sementara untuk aktivitas perekonomian besar malah dibebaskan.

“Ini tangkapan publik. Makanya, bagi pengambil kebijakan harusnya bisa mendengarkannya dengan memberi solusi, bukan malah memberi sanksi,” cetus doktor kebijakan publik jebolan Universitas Brawijaya Malang.

Uhaib mengajak agar pemerintah bisa menengok langsung apa yang dirasakan masyarakat saat pandemi berkepanjangan ini. Bukan hanya soal kesehatan dan keselamatan, namun juga perekonomian seakan morat-marit.

“Apalagi sindiran dalam mural, tidak menyerang para pejabat secara personal. Itu murni kritikan publik, mengapa harus menanggapinya dengan berlebihan seperti menghapus. Seharusnya, berikan solusi bukan sanksi,” tandas Uhaib.(jejakrekam)

Penulis Rahim/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.