Sekelumit Kisah Hidup Penyair Tanah Bumbu, Sejumlah Pegiat Seni Ingin Rancang Buku Puisi Tato A Setyawan

0

MAJELIS Hahahihi menggelar Tribute To Tato A Setyawan sebagai penghormatan terakhir bersama sejumlah seniman, sastrawan, jurnalis hingga akademisi.

PENGAGAS acara, Puja Mandela menyampaikan sekelumit kisah perjalanan penyair Tato A Setyawan terbilang sosoknya ramah dan penghibur, serta memiliki nilai sosial yang tinggi. “Ia ramah sama siapa aja, memang begitu dan kalau ngobrol sama dia, pasti enak. Tidak ada dia, rasanya kami kurang yang menghibur. Ia bisa dikatakan penggagas Majelis Hahahihi, dan sosialnya sangat tinggi,” ujar Puja kepada jejakrekam.com, pada Minggu (1/8/2021) malam.

Puja menyinggung bahwa sosok Tato sebenarnya bertolak belakang dengan kondisi pekerjaannya sekarang, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurutnya, memiliki darah kesenian yang mengalir membuat sosok Tato menolak dengan status PNSnya tersebut. “Dia pernah tidak hadir beberapa hari setelah ditetapkan sebagai PNS, dan suratnya mau dibuang, namun karena kita tahu kebutuhan hidupnya mesti melakukan itu untuk keluarga,” ujar jurnalis asal Batulicin itu.

BACA: Agar Tak Punah, Regenerasi Seniman Lamut Harus Digeber Serius

Riwayat dalam kesenian dan profesinya, kata Puja, pernah melakoni di dunia teater hingga perpuisian, bahkan juga sebagai jurnalis. Ia menyebut, sosoknya tipikal belakang layar dan nampak tidak terdengar dalam sebuah acara tertentu, namun ide-idenya ada.

“Kalau saya sebut, Mas Tato itu guru saya. Ia memungut saya di jalanan hingga menjadi saya sekarang ini, dan dahulunya saya sebagai honorer, dia yang menawarkan itu dan dia juga yang minta melepaskan, lalu diajarkannya saya jurnalistik,” kisahnya.

Puja bercerita, almarhum pernah menyumbangkan tiga dus bukunya ke sekolahan terpencil. “Ia memang suka membeli buku penulis luar maupun lokal, dan hasil pembeliannya itu disumbangkannya lagi,” ujar pria berambut ikal gondrong itu.

Sependapat dengan Puja, penyair perempuan asal Satui Mahda Emjie menilai bahwa sosok Tato kerap berperan di belakang layar. Hal itu, ia merasa pernah dibantu saat melaksanakan Aruh Sastra Kalimantan Selatan di Tanah Bumbu. “Mas Tato tidak terlalu muncul sosoknya, tetapi perannya waktu itu memberikan pandangan kuat. Kepada siapa-siapa saja, yang mesti saya harus lakukan,” ungkapnya.

Mahda meyakini bahwa sosok Tato adalah orang yang baik kepada siapa saja, dan tidak memandang orang dari latar mana pun. Sehingga, katanya, Tato terkesan dirinya kelewat baik dalam riwayat pertemanan saat bersastra maupun pada umumnya.

BACA JUGA: Bela yang Tersisih, Kritik Tajam Puisi Banjar Seniman Nyentrik YS Agus Suseno

Dalam kesempatan itu, Dadang Ari Murtono angkat bicara soal kedekatannya. Ia menyampaikan, sosok Tato kerap membeli semua buku-buku terbitannya, padahal ongkos kirim dengan harga bukunya sama.

“Saya sarankan tidak usah beli buku saya, Mas. Kalau mau, beli di toko terdekat yang tersedia. Tetapi dia kekeuh ingin membeli ke saya,” ujar cerpenis asal Jawa Timur itu.

Kata Dadang, ia mengaku sebagai orang Malang dengan dialek bahasa gaul di sana. Kehangatan Tato, menurutnya sangat wajar disukai orang-orang Kalimantan Selatan, khususnya sebagai pegiat sastra. “Saya bersaksi dia orang baik, walau saya belum pernah ketemu dia.”

Diakhir acara virtual ini, sejumlah pegiat sastra bersepakat ingin mengumpulkan karya-karya sajaknya hingga diterbitkan menjadi buku antologi puisi tunggalnya. Dihadiri oleh Bambang Sucipto, Ali Syamsudin Arsi, Dewi Alfianti, Hudan Nur, Nailiya Nikmah, Sumasno Hadi, Sainul Hermawan, Arif Rahman, Pras Setyaadi, Muhammad Syaid, Luthfi Alfath dan rekan sahabat lainnya.(jejakrekam)

Penulis M Rahim Arza
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.