Vaksinasi dan Traumatik Psikologis Publik

0

Oleh : Anang Rosadi Adenansi

PEMERINTAH harusnya arif dan bijaksana dalam menyikapi wabah virus Corona (Covid-19) yang  berkepanjangan ini. Di tengah pandemi yang hingga kini belum diketahui kapan berakhir ini, maka kondisi psikologis publik harus jadi atensi.

MAKANYA, pemerintah sepatutnya bisa meminta pemberitaan tidak membuat horor dengan penayangan orang-orang yang kena Covid-19. Kemudian, tidak pula mengeksploitasi suguhan penguburan orang-orang yang menjadi korban dari serangan virus itu. Sebab, hal tersebut dapat merusak psikologis orang-orang yang kena Covid-19 atau tengah terpapar, sehingga tidak muncul traumatik psikologis di tengah masyarakat.

Hal itu justru melemahkan keyakinan diri seseorang, maka bisa makin memparah atau memperburuk orang-orang yang positif Covid-19. Bayang-bayang yang ada adalah Covid-19 menjadi satu-satunya penyebab sebuah kematian. Alangkah elegan, jika pemerintah hendaknya menggandeng para ulama untuk memberikan keyakinan bahwa sakit adalah takdir yang bisa dibela. Sedangkan, kematian merupakan kepastian yang tidak satu pun mengetahuinya.

Dari pengalaman saya, ketika berinteraksi dengan orang yang terkena Covid-19 atau terpapar virus yang awalnya muncul di Wuhan, Tiongkok adalah kepanikan. Dari kepanikan itu akhirnya memicu berbagai penyakit lain yang muncul. Bahkan, lebih cepat dari ukuran secara medis. Mereka yang menjadi ‘pesakitan’ Covid-19 seperti diburu oleh ketakutannya sendiri. Inilah yang mengakibatkan tingkat atau durasi waktu untuk penyembuhannya pun semakin lama.

BACA : Semua Guru Divaksin, PTM di Kalsel Harus Dapat Rekomendasi Satgas Covid-19

Dari pengalaman itu, bagi yang menderita serangan Covid-19 juga jangan sembarangan meminum obat-obatan, dengan harapan supaya cepat sembuh. Dari dialog dengan beberapa dokter ahli, tidak terkontrolnya obat yang dikonsumsi justru dapat menyebabkan timbul efek samping terhadap tubuh atau organ tubuh. Jadi, ketika terpapar Covid-19,  tetap tenang dan selalu bertawakal.

Dalam hal ini, pemerintah seharusnya menghentikan ancaman kepada rakyat mengenai wajib vaksin, karena sesuatu yang tidak diyakini baik keampuhan vaksin atau manfaatnnya untuk total tidak terpapar Covid-19, masih diragukan publik.

Nah, ketika seseorang sudah divaksin, justru masih terpapar Covid-19, hal itu sama saja dengan merusak psikologis masyarakat. Hal ini lagi-lagi akan menurunkan imunitas seseorang dari serangan virus ini.

BACA JUGA : Ini Daftar Obat Covid-19, Ketua IDI Kalsel : Dipakai untuk Terapi Penyembuhan Pasien di RSUD Ulin

Sebagai rakyat Indonesia, saya berharap Satgas Covid-19 harus jujur menyampaikan data. Ada kesan kuat ketidakjujuran dari pemerintah dalam hal menangani Covid-19, khususnya dalam menggunakan anggaran untuk membeli vaksin. Berikutnya, efektivitas vaksin dalam menangkal serangan virus Corona yang bisa dipertangungjawabkan secara medis.

Tentu saja, di awal pandemi, ketika pemerintah langsung memberi tameng penggunaan anggaran demi alasan pandemi Covid-19 tidak boleh dipidanakan, justru berkelindan dengan dugaan penggunaan anggaran yang abai. Abai untuk secara penuh bertanggung jawab dalam pemanfaatan anggarannya. Sejatinya, harus dievaluasi dan dilaporkan berapa banyak penggunaan anggaran baik untuk obat perawatan dan penggunaan lainnya. Ini jika dibandingkan dengan angka kematian yang ditimbulkannya.

BACA JUGA : Diyakini Berkhasiat, Minyak Kayu Putih Jadi Obat Alternatif Covid-19 Kini Diburu Masyarakat

Sekarang justru penekanan terhadap isolasi mandiri (isoman) kelihatannya lebih menonjol. Apakah ini indikasi meningkatnya kasus Covid-19 atau sebuah ketidakmampuan pemerintah dalam penanganannya, akibat anggarannya kian seret.

Apalagi, jika dihubungkan dengan kabar adanya mutasi Covid-19 dengan varian barunya. Maka tidak salah, jika pemerintah bisa menjalankan evaluasi dan kembali menelisik warga yang sudah divaksin, agar sekali lagi tidak menimbulkan traumatik psikologis publik justru dapat memperparah keadaan yang dialami negeri ini.(jejakrekam)

Penulis adalah Anggota Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Kalimantan Selatan

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.