Jadi Syarat Berpergian, Forum Intelektual Muda Tolak Komersialisasi Vaksin

0

MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menerbitkan keputusan bernomor HK.01.07/MENKES/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharma.

DALAM keputusan itu, ditetapkan tarif pembelian vaksin sebesar Rp 321.660 per dosis. Nah, jika dua kali suntik maka membutuhkan dua dosis. Tarif maksimal pelayanan vaksinasi ditetapkan pemerintah sebesar Rp 117.910 per dosis. Artinya untuk menyelesaikan tahapan vaksinasi harus melakukan dua kali penyuntikan.

Adanya tarif itu, masyarakat yang ingin melakukan vaksin individu sedikitnya harus mengeluarkan kocek Rp 879.140 untuk menyelesaikan tahapan vaksinasinya. Biaya tersebut terdiri dari harga vaksin Rp 643.320 untuk dua dosis dan tarif vaksinasi Rp 235.820 untuk dua kali penyuntikan. Ini terutama di fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta.

Dari harga itu, termasuk keuntungan 20 persen untuk pembelian vaksin dan keuntungan 15 persen bagi tarif maksimal pelayanan vaksinasi. Salah satu yang menyediakan adlah Kimia Farma.

“Sebetulnya, kami kecewa dengan keputusan pemerintah yang memberlakukan komersialisasi vaksin. Andaikan mau diperjualbelikan, selesaikan dulu vaksinasi seluruh rakyat Indonesia,” ucap Koordinator Forum Intelektual Muda, Ahmad Zaki kepada jejakrekam.com di Jakarta, Minggu (11/7/2021).

BACA : Semua Guru Divaksin, PTM di Kalsel Harus Dapat Rekomendasi Satgas Covid-19

Menurut Zaki, hal ini bertolak belakang dengan upaya pemerintah dalam menciptakan herd immunity (kekebalan masyarakat), dengan menggelorakan vaksinasi massal.

“Saat ini, di mana-mana ada program vaksinasi gratis, jangan sampai hal ini terhenti. Akhirnya, vaksin menjadi ladang bisnis juga,” ucap mantan aktivis mahasiswa ini.

Koordinator Forum Intelektual Muda, Ahmad Zaki

Zaki mengakui saat ini syarat untuk berpergian melalui jasa penerbangan atau bandara, darat dan laut adalah mengantongi sertifikat atau keterangan sudah divaksin.

“Ini sama dengan syarat wajib rapid test swab atau RT-PCR yang tergolong cukup memberatkan. Kemudian, ditambah lagi ketentuan wajib divaksin,” kata Zaki.

BACA JUGA : Akses Masuk ke Kalsel Diperketat, Wajib Perlihatkan Hasil PCR Covid-19

Hal ini, menurut dia, sangat tidak tepat ketika perekonomian masyarakat tengah sulit dan tidak menentu. “Kami melihat justru di Kementerian Kesehatan Kementerian BUM tampak sekali hanya mementingkan aspek bisnis, bukan masalah kesehatan dan keselamatan masyarakat yang jadi hal utama,” papar Zaki.

Atas nama Forum Intektual Muda (FIM), Zaki menegaskan pihaknya menolak komersialisasi vaksin yang memberatkan masyarakat. Menurut dia, vaksin itu harusnya menjadi hak masyarakat, bukan malah dijadikan ladang bisnis di tengah kesusahan dan ancaman virus Corona (Covid-19).

Senada itu, anggota Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Kalimantan Selatan, Anang Rosadi Adenansi mengusulkan agar program vaksinasi dihentikan sementara. “Harus ada kajian dulu, mengapa orang yang divaksin justru diduga terpapar Covid-19. Jangan paksa rakyat dengan ancaman,” ucapnya.

Mantan anggota DPRD Kalsel ini mengatakan jika ada masyarakat yang menderita sakit atau menderita penyakit bawaan atau didiagnosis memiliki penyakit, tidak boleh divaksin dulu.

“Harus ada kepastian yang akurat dan keyakinan. Di sini, pentingnya peran para ulama dalam program vaksinsasi. Jika kita menjauhi ulama dan agama, maka justru bala akan semakin dahsyat,” tuturnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini/Didi G
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.