Prihatin Nasib KPK, Puluhan Mahasiswa di Banjarmasin Gagas Aksi Lilin

0

PULUHAN Mahasiswa di Kota Banjarmasin menggelar aksi menyalakan lilin sebagai bentuk keprihatinan mereka atas nasib Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Sabtu (26/6/2021) malam.

BERTEMPAT di halaman kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, puluhan mahasiswa mengambil posisi melingkar seraya berorasi satu per satu. Beberapa diantaranya juga membaca puisi merespons sengkarut di tubuh KPK belakangan waktu terakhir.

Wakil Presma UIN Antasari Banjarmasin, Arbani, mendesak presiden Jokowi sebagai pemegang wewenang tertinggi untuk ikut ambil bagian menyelesaikan kisruh di internal KPK lewat kegiatan ini.

Arbani menambahkan, aksi lilin juga digagas sebagai bentuk keprihatinan mereka atas kericuhan yang terjadi saat unjuk rasa #SaveKPK Jilid II di Kota Banjarmasin beberapa hari lalu. Ada dugaan keterlibatan aparat yang membuat sejumlah mahasiswa yang mengalami kekerasan fisik.

“Aksi malam ini memperingatkan kepada aparat kepolisian agar tidak terulang kembali kejadian saat aksi #SaveKPK jilid II kemarin. Kami menyampaikan aspirasi yang dilindungi UU, berharap dengan aman dan nyaman berpendapat, serta berekspresi dalam mimbar bebas,” ucap Arbani kepada Jejakrekam.com, pada Sabtu (26/6/2021) malam.

BACA JUGA: Mahasiswa Minta Dugaan Tindak Represif Aparat Saat Demo #SaveKPK Diusut Tuntas

Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Melati, merasa prihatin atas keadilan saat ini dipegang oleh para penguasa (oligarki) yang merusak kuat identitas dalam bernegara. Ia juga menyayangkan adanya tindakan represif yang dilakukan oleh oknum aparat.

“Jadi aksi malam ini adalah tindak lanjut dari aksi sore tadi, yang turut menggaungkan rasa ketidakadilan di negeri ini. Kita tahu sendiri adanya oligarki yang merusak KPK saat ini, dan selain itu juga kami mengutuk, serta mengecam tindakan oknum aparat kepolisian yang represif,” tegas Melati.

BACA JUGA: Yang Tersisa Dari Aksi #SaveKPK Jilid II Di Banjarmasin

Sementara mahasiswa Tarbiyah, Leo Ashwin, berpuisi tentang nasib kaum tertindas di Indonesia. “Wahai kaum tertindas, kita diadili di negeri ini. Kita dianggap pembuat ricuh, lalu ditangkap.”

Leo berujar, para pendemo yang mewakili suara rakyat adalah abdi negara. Suara mereka yang lantang merupakan identitas serta lambang dalam perjuangan.

“Panas terik cahaya Indonesia, yang bergerak dan meleburkan diri dalam satu tujuan, yaitu kita melawan ketidakadilan,” tandas Leo mengakhiri dengan puisinya. (jejakrekam)

Penulis Rahim Arza
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.