Tokoh Konstruksi Banua Sebut Transisi Jasa Konstruksi Munculkan Pengangguran Baru

0

TERJADINYA transisi akibat bubarnya organisasi jasa konstruksi memunculkan pengangguran baru yang menambah beban pemerintah. Atas hal itu, Masyarakat Jasa Konstruksi pun buka suara, mengingat situasi transisi jasa kontruksi dinilai tidak memberikan ruang ke masyarakat agar aktif terlibat.

PADAHAL peran Masyarakat Jasa Konstruksi baik secara personal maupun organisasi sangat penting dan menjadi ujung tombak pembangunan di daerah. Inilah meminbulkan tumpang tindih regulasi sebagaimana disampaikan Menpan-RB Tjahyo Kumolo. “Dibubarkannya 34 Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) di seluruh provinsi secara nasional, sangat berdampak timbulnya ribuan pengangguran baru. Tentu akan menambah beban kepada Pemerintah,” ujar tokoh jasa konstruksi nasional Dr H Subhan Syarief di Banjarmasin, Senin (14/6/2021)

Mantan Ketua Intakindo Kalsel ini menuturkan kini terlihat semuanya sudah minim kemandirian dan independensi, serta hilangnya faktor musyawarah mufakat dari masyarakat jasa konstruksi untuk mencari solusi dalam menyikapi persoalan di sektor pengembangan jasa konstruksi

“Kini semua dalam kendali dan arahan Kementerian PUPR dengan berlindung dibalik pengaturan regulasi turunan UU No 2 Tahun 2017,” jelas Subhan Syarief.

BACA: Masa Transisi LPJK, Anggota Intakindo Akui Sulit Urus SKA Tahun 2021

Parahnya lagi, sebut mantan Ketua LPJK Provinsi Kalsel ini, peran masyarakat jasa konstruksi di daerah yang semestinya menjadi ujung tombak malahan dihilangkan. “Pembangunan infrastruktur itu faktanya terbanyak ada di daerah. Bahkan dengan adanya IKN di Kaltim, estate food di Kalteng dan pembangunan infrastruktur banyak di daerah artinya ke depan daerah semakin mendapat perhatian,” tambahnya.

Untuk itu, Ia menyatakan,  sudah seharusnya fungsi pembinaan dari LPJK Provinsi harus ditingkatkan bukan dibubarkan.

“Ya, ini terbalik, dan sangat tidak sesuai dengan realita dan juga dasarnya tidak sejalan dengan falsafah pasal 3 huruf c UU No. 2 Tahun 2017 berbunyi “Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bertujuan untuk Mewujudkan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dibidang Jasa Konstruksi”, kata arsitek ternama ini.

Alumni Doktor Universitas Sultan Agung Semarang ini menilai, ketidak cermatan lainnya ketika PUPR mempercepat pembubaran LPJKN dan LPJKP produk UU No 18 Tahun 1999. “Ternyata sisi lain belum punya kesiapan regulasi pembentukan lembaga LSP / LSBU dan lembaga Diklat yang berwenang menanggani hal sertifikasi,” paparnya.

Ini terlihat, bebernya, amanah UU No. 2 Tahun 2017 tidak dijalankan secara konsisten. Sepertinya dahulu pemerintah hanya fokus ingin membubarkan lembaga LPJK yang mandiri dan bergegas membentuk LPJK versi UU No. 2 Tahun 2017 namun terlupa mendalami tugas yang dihadapi lembaga tidaklah semudah yang dibayangkan.

Seharusnya, ucap Subhan, sebelum diimplementasikan harus siap terlebih dahulu semua piranti penunjang, baru boleh dijalankan. “ Seandainya sebelum pembubaran semua aspek sudah dikaji dan disiapkan maka hal transisi ini pun semestinya tidaklah perlu dilakukan. Kalau perlu dilakukan seharusnya yang menjalankan adalah lembaga yang memiliki pengalaman dengan ditunjang piranti lengkap seperti LPJKN / LPJKP produk UU No. 18 Tahun 1999, yang tidak perlu dibiayai Negara,” tambah pemerhati perkotaan ini.

BACA JUGA: Surati Pimpinan DPR RI, LPJKP se-Indonesia Gugat Permen PUPR ke Mahkamah Agung

Sebelumnya melalui UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang menyertakan LPJK Provinsi sebagai kepanjangan tangan semuanya berjalan lancar. Melalui UU No. 18 Tahun 1999 yang lalu, pemerintah tidak perlu mengalokasikan anggaran sama sekali. “Semua dilakukan secara swadaya dan bila ditingkatkan bisa jadi pemasukan bagi negara, sebagaimana wacana akan menerapkan pajak untuk sembako dan sekolah,” tandasnya.

Untuk kemaslahatan, transisi jasa konstruksi yang sedang berjalan harus mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat ditengah sulitnya ekonomi dan lapangan kerja saat ini. “Saya rasa apa yang disampaikan oleh Menpan-RB Tjahyo Kumolu sudah sangat tepat. Maka sebaiknya lembaga pengembangan jasa konstruksi / LPJK PUPR yang kini dibiayai pemerintah dikembalikan ke lembaga LPJK model lama yang mandiri dan independen, tanpa dibiayai pemerintah dengan fokus di daerah bukan di pusat,” imbuhnya. (jejakrekam)

Penulis Afdi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.