Tak Hanya Tergantung Lembaga Donor, Ini Kiat LSM untuk Rancang Format Bisnis

0

JELANG buka puasa, Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) menghelat diskusi bertajuk peluang NGO; adaptasi social entrepreneurship di Rumah Alam Sungai Andai, Banjarmasin, Sabtu (8/5/2021).

NON Government Organization (NGO) atau yang di Indonesia sering disebut sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memberikan manfaat yang banyak dan beragam bagi kehidupan masyarakat luas, mulai dari bidang pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kesehatan, perbaikan lingkungan hidup dan sebagainya.

Tantangan yang dihadapi oleh LSM adalah ketergantungan pada lembaga donor yang biasanya berasal dari luar negeri, serta tren menurunnya pembiayaan lembaga donor bagi LSM di Indonesia. Tanpa adanya pendanaan dari lembaga donor, maka kegiatan LSM tersebut akan berkurang, bahkan berhenti.

Nah, konsep social entrepreneurship merupakan sebuah format bisnis yang dapat dipergunakan LSM untuk dapat menjadi mandiri, meninggalkan ketergantungan terhadap lembaga donor. Permasalahanya, hal ini perlu melibatkan perencanaan yang strategis melibatkan pengelolaan organisasi dengan pola pikir yang segardan seperangkat manajemen yang memiliki efek yang kuat terhadap cara mempertahankan visi dan misi yang diemban.

Diskusi ini pun menghadirkan mantan Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) yang juga mantan Direktur Walhi Nasional, Berry Nahdian Forqan, akademisi dan birokrat Dr Lyta Permatasari dan akademisi FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr Taufik Arbain.

BACA : Metamorfosis YADAH; Para Pentolannya Bentuk YDH’HAM Siap Advokasi Kasus Kriminalisasi

Menariknya, diskusi ini pun diikuti para aktivis lintas zaman dan berbagai latar belakang penggerakan. Menurut Lyta Permasati, transformasi LSM/NGO menjadi wirausaha sosial (social entrepreneurship) butuh proses serius dan tujuan yang jelas.

“Sebelum menentukan wirausaha sosial apa yang akan digagas terlebih dulu harus melihat isu strategis nasional apa yang sedang berkembang. Termasuk, isu lokal apa yang sedang terjadi perlu dicari solusinya,” ucap Lyta.

Ia mengatakan dalam mempersiapkan sumber daya manusia LSM untuk bertransformasi menjadi wirausahawan sosial pun perlu diprioritaskan. Ini karena wirausaha sosial menekankan pada pentingnya inovasi dan ide sebagai pengungkit citra dan eksistensinya.

“Di masa pandemik hal terpenting yang paling disoroti adalah SDM dan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini yang sangat penting adalah ketahanan pangan (food), energi dan air (water) disingkat Ketahanan FEW,” papar ASN di Pemkab Banjar ini.

Menurut Lyta, peluang ini bisa menjadi arah bagi LSM untuk menggagas ide sosial entrepreneur ke arah sana. Sebab, masa pandemi adalah masa bertahan dalam kehidupan yang berat sehingga ketahanan FEW di tingkat lokal harus menjadi perhatian. Utamanya, agar stok bahan pangan dan energi di daerah tercukupi dengan baik.

“Makanya, LSM bisa membuat beragam kegiatan utk menunjang program pemerintah dalam ketahanan FEW. Misalnya, dengan mengupayakan warga masyarakat untuk berkebun di rumah agar ketahanan pangan rumah tangga dapat tercukupi,” ungkapnya.

BACA JUGA : Konflik Agraria, Rakyat Selalu Kalah, Walhi Kalsel Desak Pemerintah Usut Perusak Lingkungan

Masih menurut Lyta, hal lainnya yang dapat dilakukan adalah melihat success story (kisah sukses) dari LSM yang sudah bisa menjalankan bisnis social entrepreneurnya. Ia menambahkan hal ini bisa menjadi dipelajari bagaimanakah langkah yg dijalankan sehingga sukses menjalankan wirausaha sosialnya.

“Untuk memulai berwirausaha sosial tidak perlu dengan rencana dan desain yang muluk-muluk, cukup laksanakan dan kerjakan apa yang menjadi ide kita kemudian disempurnakan sambil jalan,” katanya.

Bagi Lyta, LSM bisa berbuat banyak utk masyarakat dan tipe kegiatan wirausaha sosialnya pun bisa beragam sesuai dengan isu setempat. “Menjalankan bisnis sosial harus juga dipertimbangkan untung ruginya karena bisnis pada dasarnya harus mempunyai profit yang jelas,” cetusnya.

BACA JUGA : Menengok Kampung Biuku Banjarmasin, Objek Wisata Sekaligus Penangkaran Reptil Langka

Wanita berjilbab ini mengatakan dalam menopang itu, sangat perlu sekali membangun komunikasi dan jaringan dengan stakeholder yang luas agar bisa menjadi tim pendukung/ supporting system dalam  membangun kapasitas dan branding dari sebuah LSM.

“Tidak hanya sekadar berkarya namun juga berdaya guna bagi masyarakat. Transformasi ini tidak mudah. Namun dengan semangat dan kebersamaan, pasti tujuan organisasi dapat terwujud dengan baik,” ungkapnya.

Hal ini, papar Lyta, sejalan dengan semangat keberlanjutan bahwa semua program dalam pembangunan harus sinergi multi sektor, multi stakeholder. Ini agar tujuan pembangunan berkelanjutan tidak hanya mencapai target diatas kertas namun secara nyata mampu merubah pola kehidupan masyarakat menjadi berdaya dan mandiri.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.