Saur, Saur! Irama Samudera Konon Jadi Pelopor Tradisi Bagarakan Saur di Banjarmasin

0

MESKI Banjarmasin masih dilanda virus Corona (Covid-19), tak menghalangi sekelompok remaja dan anak-anak untuk turun ke jalan pada dinihari bulan Ramadhan tahun ini. Dengan peralatan sederhana, tradisi bagarakan saur atau sahur pun masih dilakoni mereka.

HAL ini tampak terlihat di kawasan Banjar Indah Permai, sekelompok anak dan remaja tanggung dengan membawa galon, ember bekas cat dan alat perkusi memukul dengan alunan nada tak beraturan, Jumat (22/4/2021) dini hari.

Ada seorang remaja yang mengomando kelompok musik jalanan ini guna membangunkan orang untuk menyediakan santap sahur di bulan puasa. Keramaian serupa juga terlihat di ruas Jalan Achmad Yani, dengan menggunakan sepeda motor yang menarik gerobak, sekelompok remaja pun dengan alat perkusi juga berkeliling untuk ‘bagarakan sahur’.

Suasana ramai pun terlihat di ruas Jalan Kampung Melayu Darat. Bahkan, ada beberapa pengeras suara dengan alunan musik gembira, turut mengiringi aksi keliling kampong untuk membangunkan orang dari tidur, guna menyiapkan menu sahur sejak pukul 01.00 hingga 03.00 dini hari.

Budayawan Nahdlatul Ulama (NU) Kalsel, Humaidy Ibnu Sami pun mengakui tradisi bagarakan sahur adalah membangunkan orang yang masih tertidur atau terlelap menjelang waktu makan sahur telah tiba, untuk esok nanti persiapan berpuasa Ramadhan.

“Biasanya, kegiatan ini berlangsung sebulan penuh bulan Ramadhan oleh sekelompok remaja yang memainkan musik dengan peralatan sederhana sambil bernyanyi koor keliling kampung yang nadanya itu-itu saja,” ucap Humaidy kepada jejakrekam.com, Jumat (23/4/2021).

BACA : Terinspirasi dari Aceh, Video ‘Bagarakan Sahur’ Pemuda Desa Tatakan Tapin Ini pun Viral

Akademisi UIN Antasari ini mengakui kini sudah banyak kelompok bagarakan saur atau sahur ini mulai menghilang tidak mampu bertahan dan kalah bersaing dengan bagarakan saur yang diprogramkan hampir seluruh stasiun televisi swasta.

Namun, menurut Humaidy, di kampungnya, Antasan Kecil Barat atau Kampung Arab, justru tradisi ini masih hidup dan aktif bagarakan saur keliling dengan menggunakan galon sebagai bunyi drum gendang, panci atau Gadur sebagai bunyi terbang atau ketipung dan botol  minuman ringan sebagai bunyi jingcis dengan lagu cuma “saur-saur-saur,”

“Rupanya mereka bisa bertahan dari waktu ke waktu dari generasi ke generasi karena berhasil melakukan kaderisasi dan melakukan pewarisan nilai. Mereka melakukan bagarakan saur keliling pada umumnya pada jam 03,00-04.00 ketika hari masih gelap dan dingin, meskipun sudah ada sebagian masjid, langgar dan mushalla yang menyetel pengajian Alquran,” ucap peneliti senior Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin ini.

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama berkasnya adalah 1-BAGARAKAN-SAHUR.jpg

BACA JUGA : Meski Ada Jam Malam di Banjarmasin, Tradisi Bagarakan Sahur Masih Dihidupkan

Humaidy mengutip kenangan Habib Abdillah Al-Kaff, tokoh masyarakat Kampung Arab sekitar tahun 1970-1980-an, ketika Abang Amat (tokoh Tapak Suci) dari Kampung Penatu dengan segenap kelompok musiknya yang bernama “Irama Samudera”, rajin dan rutin bagarakan saur keliling kota Banjarmasin hampir sebulanan puasa setiap malam.

“Mungkin bagarakan saurnya saat itu di mulai pada jam 01.00-04.00 karena hampir keliling seluruh kawasan Banjarmasin. Meriah sekali musik dan lagu yang mereka dendangkan lagi sehingga banyak mengundang keluar orang yang berada di dalam rumah atau setidak-tidaknya ada yang menjenguk saja dari balik jendela,” ucap Humaidy, mengutip pernyataan Habib Abdillah.

Bisa jadi, menurut Humaidy, berangkat dari sini kemudian bertumbuh seperti cendawan di musim hujan kelompok-kelompok bagarakan saur hampir di seluruh kota dan kampung di Banjarmasin. Lebih dari itu, terkadang di satu kampung tidak hanya ada satu group bagarakan saur, tapi bisa ada dua, tiga dan beberapa.

“Ya, seperti di tempat kampung kelahiranku, Teluk Tiram, seingatku ada tiga grup bagarakan saur. Yakni, pertama, yang banyak menembangkan musik dangdut dengan bemodal gitar dan ketipung, terutama melantunkan lagu Rhoma Irama. Kedua, yang lebih menyanyikan lagu daerah (lagu Banjar) dengan menggunakan musik panting dan biola seperti Ampar-Ampar Pisang, Kembang Goyang, Jangan Malandau, Karindangan dan lainnya,” paparnya.

BACA JUGA : Putar House Music, Aksi Bagarakan Sahur di Amuntai Dibubarkan Polisi

Ketiga, kata Humaidy lagi, yang gemar menyenandungkan lagu-lagu bernapaskan keagamaan dari H Nur Asiah Jamil dengan Orkes Gambus Al-Barkahnya, dengan alat musik sederhana tarbang,ember dan alat-alat dapur. “Sekali waktu di antara tiga grup bagarakan saur tersebut, terkadang terselip atau ada muncul lagu Iwan Fals,” ucap Humaidy.

Selain lagu-lagu yang ada, Humaidy menyebut yang terbanyak disuarakan adalah kata saur-saur. Ada yang menambahnya sesudah saur-saur dengan “Umanya Utuh, Kalambu lakas diruntuh, Hari parak Subuh, Hayu Saur gangan waluh” atau ketika memasuki hari ke 21 dan seterusnya muncul kata “Saur-saur, Malam ini malam salikur, Kai Nini jangan dihaur, Sidin lagi makan saur”.

“Namun akhir-akhir seperti saya telah singgung di atas tidak ada lagi kata-kata kreatif tercipta mendampingi kata saur-saur,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.