RTH Banjarmasin Masih Kurang, Raperda RTRW Diduga Sarat Kepentingan
ADA beberapa isu yang menarik diangkat dalam penggodokan rancanga peraturan daerah (raperda) rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kota Banjarmasin tahun 2020-2040. Apalagi, raperda yang akan merevisi Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang RTRW tahun 2013-2023, banyak hal krusial.
KETUA Komisi III DPRD Kota Banjarmasin Muhammad Isnaini mengakui karena adanya tuntutan Omnibus Law, pasal-pasal yang ada dalam raperda RTRW Banjarmasin bertambah menjadi 160 pasal, padahal sebelumnya hanya memuat 126 pasal.
“Saat kami konsultasikan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) di Jakarta, disampaikan soal kondisi Banjarmasin pasca-banjir dengan kondisi kekinian (eksisting) tertentu berbeda. Ini menyangkut bagaimana normalisasi sungai dan pencegahan bahaya banjir. Jangan sampai justru jika tak dimuat dalam raperda RTRW, banjir akan kembali dialami kota ini,” ucap anggota Pansus Raperda RTRW DPRD Kota Banjarmasin, Muhammad Isnaini saat dikontak jejakrekam.com, Kamis (25/3/2021).
Sebab, menurut dia, dasar pengambilan kebijakan kota untuk tata ruang dan lainnya harus mengacu ke RTRW yang baru. Isnaini mengungkap dari data yang disodorkan pihak konsultan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin, persyaratan ruang terbuka hijau (RTH) sangat jauh dari layak.
BACA : Dampak Omnibus Law Disahkan, Pasal Raperda RTRW Banjarmasin Bertambah Banyak
“Persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah 30 persen, terdiri dari 20 persen RTH untuk publik dan 10 persen bersifat privat. Faktanya, Banjarmasin justru hanya memiliki 14 persen RTH dari luas wilayahnya mencapai 98,46 km².
Politisi Gerindra ini mengatakan kondisi itu bisa dikaitkan dengan fakta lapangan, justru jauh dari klaim hanya 14 persen, bahkan diduga menyusut. “Jadi, tidak sebesar itu. Memang, Banjarmasin hanya punya RTH di Lapangan Kamboja, Jalan Anang Adenansi. Tidak menyeluruh di lima kecamatan,” papar Isnaini.
Selain itu, menurut Isnaini, faktanya banyak pula taman atau RTH yang merupakan milik masyarakat, bukan dibangun pemerintah kota. Isnaini pun menilai semua ini akibat tidak konsistennya Pemkot Banjarmasin dalam kebijakan, sehingga seakan tidak berpihak kepada kepentingan publik.
BACA JUGA : Apa Saja Hal yang Baru di Rancangan RTRW Banjarmasin 2020-2040? Ini Rinciannya
“Ini mengapa di kalangan kawan-kawan di DPRD Banjarmasin, khususnya Pansus RTRW menduga raperda ini sarat kepentingan. Padahal, RTRW Banjarmasin ke depan itu adalah menitikberatkan pada bahaya banjir yang bisa saja menjadi malapetaka bagi kota ini,” kata Isnaini.
Ia juga mencontohkan perubahan di kawasan Jalan Simpang Ulin dan pemukiman warga Jalan Veteran dengan dibangunnya Gedung Parkir Duta Mall. Padahal, menurut Isnaini, sangat jelas kawasan itu sesuai peruntukannya merupakan zona pemukiman, bukan zona bisnis.
Isnaini mengungkap sudah lama Komisi III DPRD Banjarmasin menyorot soal ada atau tidaknya izin mendirikan bangunan (IMB) Gedung Parkir Duta Mall, namun pemerintah kota seolah tutup mata dan tidak punya ketegasan secara hukum.
“Akhirnya, diberikan izin prinsip. Inilah mengapa akhirnya dugaan kuat raperda RTRW yang merevisi perda lama ini sarat kepentingan. Mengapa hampir setengah tahun ini belum juga rampung, ya karena banyak perdebatan di dalamnya,” cetus Isnaini.
BACA JUGA : DPMPTSP Akui Gedung Parkir Duta Mall Langgar RTRW Banjarmasin
Diakuinya, saat ini baru 70 pasal dari 160 pasal yang telah dibahas Pansus RTRW bersama pihak Pemkot Banjarmasin. Makanya, dari fakta di lapangan, Isnaini mengkhawatirkan justru dengan dasar Perda RTRW ini akan kebijakan pelegalan pelanggaran jalur hijau untuk dijadikan jalur kuning. “Ya, istilah kami, perda ini jangan sampai mengakomodir pelanggaran atau pemutihan yang akan diambil pemerintah kota,” imbuhnya.
Apalagi, menurut dia, selama ini yang dibuat hanya berupa peraturan walikota (perwali) sebagai produk hukum, bukan mengacu ke perda atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Jadi wajar, jika ada anggapan sarat kepentingan dalam raperda RTRW. Bagi saya, bisa iya dan bisa pula tidak, tergantung apa yang akan diambil pemerintah kota ke depan,” tandasnya.(jejakrekam)