IWD 2021: Aktivis Perempuan Soroti Tingginya Pernikahan Anak di Kalimantan Selatan

0

KEKERASAN terhadap perempuan hingga angka pernikahan dini Kalimantan Selatan menjadi sorotan dalam aksi unjuk rasa memperingati Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) di Banjarmasin, Senin (8/3/2021).

SALAH satu orator aksi, Rizki Angga Rini Santika Febriani dari Narasi Perempuan bilang di tengah pandemi ini, tak menampik angka pernikahan pada kalangan anak di bawah umur di Kalsel masih cukup tinggi.

“Kalsel kami memperhatikan angka pernikahan dini masih tinggi. Di masa pandemi Covid-19 justru meningkat,” ujarnya kepada wartawan, usai aksi.

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (KPPPA), Kalsel menduduki peringkat tertinggi pernikahan anak se-Indonesia dengan skor 39,53 persen (dari jumlah seluruh perkawinan), sementara Daerah Istimewa Yogyakarta terendah dengan 11,07 persen.

Massa juga menyoroti tindak kekerasan terhadap perempuan, angka Kalsel yang di atas kertas masih cukup rendah. Kiki berkata angka laporan tersebut masih jauh dari fakta sebenarnya.

BACA JUGA: Peringatan IWD 2021 Banjarmasin: Perempuan Bicara Upah Layak Hingga Desak Pengesahan RUU PKS

Menurutnya, berdasar hasil penelusuran yang dilakukan, jumlah kekerasan terhadap perempuan di Kalsel sebenarnya tinggi. Misalnya, banyak penyintas yang curhat kepada dia usai mendapatkan pelecehan seksual.

“Sifatnya cerita, bukan laporan ke aku, karena aku juga bukan pengada layanan yang menerima laporan,” katanya.

Kiki bilang banyak kasus kekerasan seksual yang luput dari perhatian. Mulai dari pemerkosaan hingga pelecehan seksual melalui media sosial. Hanya saja, banyak penyintas yang enggan melapor.

BACA JUGA: Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Banjarmasin Banyak Tak Tuntas

“Karena banyak dari mereka (penyintas) yang merasa hal ini sebagai aib. Sehingga tidak mau melaporkan,” ujarnya.

Selain itu, penyebaran ancaman konten intim juga masih menjadi perhatian. Yang mana, ada rasa ketakutan bagi perempuan untuk melapor, karena kerap dijadikan korban memproduksi video porno.

“Ini memang karena UU ITE kita masih karet,” ucapnya.

Oleh karenanya, Kiki meminta perlunya RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) untuk disahkan. Hal ini agar pemerintah mengakui bahwa kekerasan seksual sebagai pelanggaran HAM. (jejakrekam)

Penulis M Syaiful Riki
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.