Analisis Lapan soal Banjir Kalsel: Dari Curah Hujan sampai Berkurangnya Tutupan Lahan

0

DEPUTI Bidang Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) merilis hasil analisa penyebab banjir di Kalimantan Selatan yang terjadi sejak sepekan terakhir.

DALAM hasil analisa lembaga tersebut, ditemukan peranan curah hujan yang tinggi dan berkurangnya tutupan lahan berupa hutan primer, hutan sekunder, sawah, sampai semak belukar, sehingga memicu banjir besar di Banua.

Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan M. Rokhis Khomarudin mengatakan hasil analisa curah hujan dengan data satelit Himawari-8, menunjukkan bahwa liputan awan penghasil hujan terjadi sejak tanggal 12 Januari 2021 dan masih berlangsung hingga tanggal 15 Januari 2021.

Curah hujan inilah yang ditengarai menjadi salah satu penyebab banjir yang melanda Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 13 Januari 2021.

Dalam kesempatan yang sama, dia menyebut pihak Lapan juga menganalisa luas genangan banjir yang terjadi dengan menggunakan data satelit Sentinel 1A tanggal 12 Juli 2020 sebelum banjir besar terjadi dan pada tanggal 13 Januari 2021 ketika musibah banjir terjadi.

“Hasil perhitungan luas genangan tertinggi terdapat di Kabupaten Barito Kuala dengan luas sekitar 60 ribu hektare, Kabupaten Banjar sekitar 40 ribu hektare, Kabupaten Tanah Laut sekitar 29 ribu hektare, Kabupaten Hulu Sungai Tengah sekitar 12 ribu hektare, Kabupaten Hulu Sungai Selatan sekitar 11 ribu hektare, Kabupaten Tapin sekitar 11 ribu hektare, dan Kabupaten Tabalong sekitar 10 ribu hektare,” tutur Rokhis dalam keterangannya, Minggu (17/1/2021).

Untuk Kabupaten Balangan, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Hulu Sungai Utara, Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Murung Raya dengan luasan antara 8 ribu-10 ribu hektare.

Adapun soal berkurangnya tutupan lahan, Rokhis menyebut perubahan penutup lahan di DAS Barito ditengarai sebagai respons bencana banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan. Analisis dilakukan menggunakan data mosaik Landsat untuk mendeteksi penutup lahan tahun 2010 dan 2020.

Berikut rincian penurunan luas masing-masing area:

Hutan primer: turun 13.000 hektare
Hutan sekunder: turun 116.000 hektare
Sawah: turun 146.000 hektare
Semak belukar: turun 47.000 hektare

Dia mengatakan, analisis terhadap perubahan penutup lahan di DAS Barito dilakukan menggunakan data mosaik landsat, untuk mendeteksi penutup lahan antara tahun 2010 dan 2020.

Pengolahan data dilakukan secara digital menggunakan metode random forest sehingga mampu lebih cepat dalam menganalisis perubahan penutup lahan yang terjadi.

“Hasil yang didapatkan dalam kurun waktu 10 tahun tersebut, menunjukkan adanya penurunan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah dan semak belukar,” kata Rokhis.

Sebaliknya, tambah Rokhis terjadi perluasan area perkebunan yang cukup signifikan sebesar 219 ribu hektar. Perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini dapat memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito.

“Sehingga dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk mendukung upaya mitigasi bencana banjir di kemudian hari,” tegas Rokhis.

Rokhis mengingatkan pengolahan data masih menggunakan data satelit penginderaan jauh resolusi menengah. “Hasil ini masih bersifat estimasi dan belum dilakukan verifikasi serta validasi untuk mengetahui tingkat akurasinya,” tutup Rokhis. (jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.