Survei Seismik Potensi Minyak Bumi di Daha HSS Dikeluhkan Petani Lokal

0

AKTIVITAS survei seismik berupa pematokan dan pengeboran oleh PT. Pertamina di lahan pertanian lahan rawa gambut kawasan Kecamatan Daha Selatan dan Daha Utara, memantik protes dari petani lokal.

PEKERJA survei seismik perusahaan pelat merah ini dinilai merugikan  petani lantaran mengenai tanaman pangan yang tengah dibudidayakan di lahan tersebut.

Ketua Wilayah Serikat Petani Indonesia Kalimantan Selatan, Dwi Putra Kurniawan, pun sampai menyayangkan terjadinya kegiatan pematokan dan pengeboran yang dilakukan PT Pertamina tanpa melalui proses yang baik. Seperti tidak adanya surat pemberitahuan dan surat persetujuan  tertulis dari para petani yang lahannya jadi objek pematokan dan pengeboran.

“Padahal pada tanggal 18 Desember 2020 dari hasil pertemuan antara pihak PT Pertamina dengan para petani, pemilik maupun pengelola lahan secara jelas protes dan komplain para petani berupa penghentian sementara kegiatan lapangan pertamina telah disepakati dan disaksikan oleh Bapak Camat Daha Selatan dan Kapolsek beserta jajarannya,” ujar Dwi dalam keterangan tertulis yang diterima jejakrekam.com, Senin (28/12/2020).

Dwi menduga tindakan tersebut bentuk pelanggaran pada Hak Asasi Petani (HAP) sesuai Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) United Nations Declaration on the Rights of Peasant and Other People Working in Rural Area atau UNDROP. Selain itu aktivitas tersebut juga disinyalir melanggar UU RI No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dwi menyebut tindakan Pertamina berpotensi melanggar UU No.41 tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), lalu UU No.19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Perpu No.51 tahun 1960, Perda Kalsel No.2 tahun 2014 dan KUHP.

Oleh karena itu, SPI Kalsel sudah menyampaikan bahwa telah melayangkan surat secara resmi kepada Bupati HSS dan Ketua DPRD HSS, sebagai bentuk protes petani atas tindakan tersebut. Namun sampai saat ini belum ada respons atau tanggapan dari Pemerintah Kabupaten HSS.

”Surat resmi DPW SPI Kalsel ke PT.Pertamina di Banjarmasin juga tidak mendapatkan tanggapan dari manajemen, sehingga SPI akan segera melayangkan surat berikutnya kepada Gubernur Kalimantan Selatan dan Ketua DPRD Kalsel,” tegasnya.

Sementara, perwakilan Tim Hubungan Masyarakat (Humas) PT Pertamina, Renaldi Raputulu, mengklarifikasi bahwa pihaknya sudah melakukan sosialisasi di tingkat kecamatan yang dihadiri perangkat Kecamatan, kepala desa, BPD dan tokoh masyarakat, atas rencana kegiatan Pertamina di lokasi tersebut. Sehingga kegiatan tersebut dianggapnya diketahui oleh perangkat desa.

“Kita baru survei belum ada produksi, kemudian kegiatan pengeboran yang kita lakukan disana bukan pengeboran skala besar,” ujar Renaldi.

Kata Renaldi, Pertamina mutlak melakukan pengeboran untuk memetakan sekaligus menggali data potensi migas disana. Alat yang digunakan pun hanya mampu menjangkau sedalam 30 meter, atau sama dengan sumur bor warga.

Dia juga mengatakan sebelumnya Pertamina meminta perangkat desa untuk mendampingi pendataan kepemilikan lahan yang masuk ke dalam lahan aktivitas Pertamina.

Kendati begitu, Renaldi mengakui pendamping survei memang belum mengetahui pemilik lahan yang masuk ke dalam survei aktivitas Pertamina, sehingga menimbulkan persoalan di kemudian hari.

Lantaran memantik persoalan, Renaldi bilang bahwa Pertamina langsung menyetop aktivitas pengeboran, dan mengagendakan pertemuan ulang dengan pemilik lahan.

Pihaknya juga memastikan Pertamina akan mengganti kerugian petani atas aktivitas pengeboran.

“Kita akan ganti berdasarkan indeks harga (komoditas) yang dikeluarkan oleh (pemerintah) kabupaten,” ujarnya.

Renaldi menuturkan pembayaran akan dilakukan setelah berakhirnya aktivitas Pertamina. Dia menyebut ini untuk mendayagunakan waktu, karena mengejar target tuntas pertengahan tahun depan, karena lintasan tersebut masuk ke dalam 2 provinsi, tujuh kabupaten dan 14 kecamatan. Selain itu alat perekaman data efektif digunakan ketika cuaca sedang cerah.

Lantas bagaimana potensi migas di HSS? Dia mengaku tidak mengetahui secara persis potensi di sana, sebab harus menunggu seluruh data rampung.

Renaldi menegaskan meskipun Pertamina melakukan aktivitas pengeboran dan pengambilan data, belum tentu ada potensi Migas di sana yang bisa dieksplorasi.

“Mohon maaf saya belum bisa memberikan kepastian untuk itu (potensi), karena semua yang menentukan itu adalah data akhir yang didapatkan,” tandasnya.

Secara terpisah, petani lokal Desa Baruh Jaya, Kecamatan Daha Selatan, Bakeri, merasakan betul dampak dari aktivitas survei seismik ini sebab lahannya juga ikut terinjak. Ia kemudian menyampaikan bahwa petani mayoritas kawasan Daha meresahkan janji ganti rugi yang disampaikan oleh PT Pertamina.

Menurut dia, hitung-hitungan ganti rugi mesti disepakati berbarengan dengan para petani, bukan malah mengacu indeks harga yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

“Harga (ganti rugi) juga harus ditentukan dengan hitung-hitungan petani. Soalnya kami yang paling mengetahui,” kata Bakeri yang juga Ketua SPI Hulu Sungai Selatan (HSS).

Agar tak menimbulkan keresahan lain di kalangan petani, Bakeri pun meminta pihak PT Pertamina menyampaikan peta lokasi survei seismik migas hingga kajian lingkungannya. Sebab, kata Bakeri, petani sampai saat ini belum mendapatkan data tersebut.

“Peta sempat diminta kepada pihak PT Pertamina yang diwakilii. Namun mereka belum berani menyampaikan data tersebut secara tertulis kepada kami sewaktu rapat di Kecamatan Daha Selatan, tanggal 18 Desember tadi,” tuturnya.

Bakeri juga menyarankan agar pertemuan ada lanjutan dengan seluruh petani yang terdampak, bukan hanya perwakilan. Ini lantaran tak semua petani diundang sosialisasi survei seismik yang digelar sebelummya.

“Harusnya bisa datangi satu-satu. Tanya dulu. Mau enggak dibor? Setidaknya, dampak atau kajian lingkungannya dulu yang dijelaskan ke petani,” ucap Bakeri.

Ditanya soal petani yang terdampak, Bakeri menyebut sampai saat ini pihak petani masih melakukan pendataan, namun dari informasi sementara ada ratusan petani di tiga kecamatan seperti Daha Selatan, Daha Utara, dan Daha Barat.

Serupa dengan Bakeri, Badin, petani lokal lainnya juga merasakan betul dampak survei ini. Sebab, lahan pertanian gambut, khususnya bedeng atau balur yang rencananya akan biasa ditanami malah terinjak-injak.

“Padahal sudah diolahkan kayu gasan penyeberangan sama papan pengumuman cuman ya tetap haja dilincainya (diinjaknya),” ujarnya.

Badin mengaku tak bisa berbuat banyak, misalnya menegur para pekerja yang melintas bedeng. Sebab, selain pekerjanya banyak, plus orangnya juga berganti-ganti. “Jadi dibiarkan aja sudah. Kada ketaguran,” ujarnya. (jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.