Khawatir Politik Uang, Ustadz Jamaah Sari : Yang Menyogok dan Disogok Haram Hukumnya!

0

POLITIK uang merupakan bentuk kecurangan politik yang selalu menghantui pesta demokrasi. Itu ketika suara pemilih dibeli dengan beberapa lembar uang atau barang. Kondisi ini yang memicu kekhawatiran sejumlah pihak.

APALAGI, kini mulai beredar di tengah masyarakat adanya sistem paket antar calon yang berlaga di Pilkada Kalsel serentak. Meski hal itu sudah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, terkait regulasi pilkada yang berintegritas, bahkan juga melawan hukum agama (Islam).

“Kami mengecam jika ada para kandidat Bupati-Wakil Bupati Banjar maupun tim suksesnya yang menggunakan politik uang. Dengan cara menyogok pemilih dengna sejumlah uang, itu jelas perbuatan haram yang melanggar hukum agama,” tegas ulama muda asal Kecamatan Tatah Makmur, Ustadz Jamaah Sari kepada awak media, belum lama tadi.

BACA : Lawan Politik Uang, Barisan Pengacara dan Penasihat Hukum Dukung Cabup Banjar Andin Sofyanoor

Menurut dia, bagi yang menyogok maupun yang disogok itu sama-sama dihukumkan haram. Ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahw Allah SWT melaknat yang menyuap dan yang disuap, serta penghubung di antara keduanya.

Ustadz Jamaah Sari mengatakan beragam modus bisa dilakoni para calon kepala daerah bersama tim suksesnya, seperti memberi imbalan kepada pemilih baik berbentuk dana segar secara langsung, bisa pula berbentuk hadiah (doorprize) atau lainnya.

“Apapun bentuknya, jika sudah niatnya untuk membeli suara, itu jelas tidak boleh,” tegas Ustadz Jamaah Sari.

BACA JUGA : Seperti Gunung Es, Pengamat Desak Bawaslu Kalsel Tegas Soal Praktik Politik Uang

Bagi umat Islam, Ustadz Jamaah Sari mewanti-wanti agar tetap berpedoman pada Alquran dan Alhadits sebagai pegangan dalam memilih calon pemimpin. “Sebab, dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda bahwa menyuap dan disuap ganjarannya adalah neraka. Hidup ini hanya sementara, ingat akhirat yang abadi,” katanya.

Menurut dai muda ini, ketika calon terpilih kepala daerah justru masa jabatan hanya sebentar, apalagi tahun ini jabatannya hanya berdurasi empat tahun. “Apakah kita mempertaruhkan hidup yang abadi (akhirat), hanya untuk jabatan empat tahun itu?” cecarnya.(jejakrekam)

Penulis Rahim
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.