Laporan Dugaan Pelanggaran Pilkada Petahana Rontok Lagi, Denny Indrayana: Hukum Tidak Berdaya
CALON gubernur Kalimantan Selatan, Denny Indrayana, tidak bisa menutup kekecewaan mendengar hasil putusan Bawaslu Kalsel kembali menggugurkan laporan dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) Pilkada yang Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM), yang ditengarai dilakoni petahana Sahbirin Noor.
KEPUTUSAN ini diambil oleh Bawaslu setelah sidang pendahuluan yang digelar di sekretariat Bawaslu Kalsel, Jalan RE Martadinata, Banjarmasin, Selasa (10/11/2020). Namun demikian, ia mengaku hal ini memang acapkali terjadi dalam situasi hukum Indonesia.
“Saya sudah biasa atas keputusan-keputusan yang sangat tekstual sering kali jauh keluar dari rasa keadilan masyarakat,” ujar Denny kepada awak media.
Denny mengatakan keputusan Bawaslu menggugurkan laporannya dengan pijakan peristiwa yang dilaporkan hanya satu yang terjadi setelah penetapan calon, sehingga tidak memenuhi unsur TSM. Padahal lebih dari 100 alat bukti yang dilaporkan merupakan satu rangkaian peristiwa penyalahgunaan wewenang, semenjak dari terlapor menjabat Gubernur Kalsel hingga ditetapkan menjadi calon.
Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM RI ini menegaskan keputusan Bawaslu Kalsel menunjukkan hukum yang ditegakkan tanpa roh keadilan bagi masyarakat.
“Saya sudah terbiasa dengan zombie-zombie hukum seperti ini, biasanya terjadi saat kita berhadapan dengan kekuasaan, dimana kemudian hukum menjadi tunduk tidak berdaya di tengah pelaku yang punya pengaruh kuasa,” tegas doktor jebolan Universitas Melbourne, Australia ini.
BACA JUGA: Laporan Dugaan Pelanggaran Pilkada TSM Duet BirinMu Berujung Disetop Bawaslu
Lantas bagaimana dengan argumentasi bansos yang dibagikan menggunakan dana pribadi petahana? Denny menyebut harus dilakukan persidangan yang terbuka untuk memperdebatkan bansos tersebut dana pribadi atau menggunakan dana negara.
Dia menuturkan argumentasi bansos menggunakan dana pribadi terlapor bertolak belakang dengan fakta yang disampaikannya.
Denny menunjuk bantuan Covid-19 yang berisikan beras yang mencitrakan Paman Birin, padahal KPK sudah mewanti-wanti untuk tidak mencantum nama, dan gambar dalam Bansos.
“Terus ada ibu PKK membawa bakul bergerak, sambil membawa dan membagikan kalender bergambar Paman Birin, kenapa harus hanya ada gambar Gubernur tanpa wakil gubernur atau tidak ada gambar Paman sama sekali,” tanya Denny.
Dengan ditolaknya laporan tersebut, Denny bilang masyarakat kehilangan kesempatan untuk mempertanyakan secara terbuka dan menemukan rasa keadilan.
“Bagaimana cara memverifikasi secara terbuka, gampang tinggal panggil pejabat-pejabat yang terkait anggaran sosial pada saat itu,” tandasnya. (jejakrekam)