Mengenal Terapi Plasma Konvalesen, Efektikah untuk Penyembuhan Pasien Covid-19? Ini Penjelasannya

0

PLASMA Konvalesen menjadi metode penyembuhan yang dinilai cukup efektif bagi penderita penyakit akibat terjangkit virus Corona (Covid-19). Terapi plasama konvalesen (TPK) atau plaskon pun digunakan untuk alternatif pengobatan bagi pasien Covid-19, dalam bentuk vaksinasi pasif dari penyintas atau pasien yang telah sembuh.

DOKTER spesialis ortopedi di Prima Hospital Bekasi Barat dan RS Graha Juanda Bekasi, DR dr R FX Hendroyono Kumorocahyo L, Sp.OT, MARS, FAAOS, pun memaparkan apa itu plasma konvaselen dalam webinar bertajuk Berbagi dengan Sesama Menjadi Donor Plasma Konvalesen yang digelar PDS Patklin Cabang Banjarmasin, Rabu (14/10/2020).

“Plasma konvalesen merujuk pada pemberian plasma darah dari orang yang telah sembuh kepada pasien lainnya pada masa pengobatan untuk jenis penyakit infeksi yang sama,” tutur dr FX Hendroyono.

BACA : Kini RSUD Ulin Miliki Plasma Konvalesen untuk Penyembuhan Covid 19

Menurut dia, plasma darah dari penderita Covid-19 yang telah sembuh diperkirakan dapat membantu melawan SARS CoV2. Sebab, mengandung antibodi yang telah dibentuk oleh pasien sembuh tersebut.

“Terapi plaskon sebenarnya bukan pertama kali digunakan untuk SARS CoV2. Sebab, plaskon juga pernah digunakan dalam penangan SAR, MERS, Flu Burung dan Hanta Virus,” ucap dokter spesialis lulusan Universitas Indonesia ini.

Hendroyono mengungkapkan untuk kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di China. Namun, kata dia, belum dapat disimpulkan terapi yang paling efektif untuk metode penyembuhan terhadap pasien yang terinfeksi Covid-19.

“Jadi, perlu studi dan pengalaman yang lebih banyak untuk membuktikan efektivitasnya,” ucapnya.

BACA JUGA : JK Tinjau Ruang Khusus Produksi Plasma Darah di UDD PMI Banjarmasin

Ia menceritakan plaskon awalnya dicetuskan oleh John Abel dan Leonard Rowntree dari John Hopkins Hospital pada 1913. Kemudian, dikembangkan oleh dr Josep Antoni Grifols Lucas pada tahun 1950 dan 1951.

“Ketika itu, Grifols mendapati penggunaan plaskon memungkinkan  donor lebih sering mendonorkan plasmanya tanpa mengorbankan kesehatan,” ucapnya.

Berikutnya, kata dokter senior dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini mengatakan Grifols mempresentasikan hasil penelitiannya pada 1951 di Kongres Internasional ke-4 Transfusi Darah di Lisbon, Spanyol. Hingga diterbitkan jurnalnya pada1952 di British Medical Journal.

“Metode pengolahan plskon ini ada dua. Yakni, metode manual di mana darah dikumpulkan dari donor, kemudian plasma dipisah dari sel darah menggunakan sentrifus. Kemudian, sel darah dikembalikan lagi ke donor, sehingga donor tidak perlu menunggu hingga 3 bulan untuk dapat mendonorkan plasmanya kembali,” ucapnya.

BACA JUGA : PMI Banjarmasin Terima Plasma Konvalesen untuk Sembuhkan Pasien Covid-19

Diakui Hendroyono, metode manual ini ada risikonya, karena darah yang dikembalikan ke donor dapat tertukar yang berakibat fatal. Metode kedua adalah metode otomatis. Metode ini pada prinsipnya sama dengan manual.

“Hanya saja, semua proses dilakukan dalam mesin yang terhubung ke donor melalui vena biasanya antecubiti,” katanya.

Hendroyono pun menyebut risiko metode otomatis ini ada kemungkinan mengalami toksisitas sitrat. Hal ini harus dijelaskan kepada calon donor, di mana perbandingannya AXD : darah = 1 : 11, tapi umumnya dapat mentoleransi dengan baik,

“Mengapa terapi plaskon menjadi pilihan? ini diakibatkan, belum ada terapi definitif untuk Covid-19, bahkan vaksin Covid-19 belum ada. Namun, terbukti pernah berhasil pada kasus SARS-Cov, MERS-CoVV, H5NI dan  Ebola,” ucap dokter jebolan Universitas Airlangga Surabaya ini.

BACA JUGA : HUT PDS Patklin ke-30 Diisi dengan Diskusi Virtual dan Berbagi ke Masjid Al Istiqamah

Sedangkan, menurut dia, syarat pendonor adalah pasien yang telah sembuh dari Covid-19 yang memenuhi persyaratan. Di antaranya usia 18-60 tahun, berat badan minimal 55 kilogram, pasien Covid-19 terkonfirmasi sebelumnya dengan RT-PCR serta dinyatakan sembuh dibuktikan dengan surat dokter.  

Tak hanya dr FX Hendroyono, diskusi virtual yang dibuka Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalsel Dr dr M Rudiansyah Sp.PD, M.Kes serta Ketua PDS Patklin Cabang Banjarmasin/Kalselteng dr Yurniah Tanzil M.Kes, Sp.PK (K) ini juga menghadirkan dr Hendra Agus Setiawan, Sp.P, M.Kes mengupas Tantangan dan Risiko Terapi Plasma serta dr Salmawati, Sp PK, M.Sc  mengurai donor darah di masa pandemi.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.