Lebih Detail, RTRW Kota Banjarmasin ke Depan Sudah Adopsi Peta Skala 1:5.000
KETUA Panitia Khusus (Pansus) RTRW DPRD Kota Banjarmasin, Arufah Arief mengakui banyak hal-hal krusial yang digodok dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banjarmasin, menggantikan Perda Nomor 5 Tahun 2013.
MENURUT Arufah, dalam Perda RTRW Nomor 5 Tahun 2013 memuat RTRW tahun 2013-2032 masih menerapkan peta dasar skala 1: 25.000, sehingga tampak detail.
“Namun, dalam RTRW yang baru menerapkan peta dasar skala 1:5.000 dengan menggunakan citra satelit resolusi tinggi, sehingga lebih terlihat jelas pada cakupan peta rencana detail tata ruang (RDTR),” ucap Arufah Arief kepada jejakrekam.com, Selasa (29/9/2020).
Bahkan, menurut legislator PPP ini, dari hasil studi banding ke Kota Depok dan Kabupaten Bogor, ternyata rancangan RTRW Banjarmasin juga selaras dengan kota-kota besar di Indonesia.
BACA : Apa Saja Hal yang Baru di Rancangan RTRW Banjarmasin 2020-2040? Ini Rinciannya
“Bahkan, RTRW Banjarmasin ke depan bisa jadi percontohan dengan perbandingan skala 1:5.000 itu,” kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Banjarmasin.
Arufah juga menjelaskan raperda revisi RTRW yang baru mengacu ke Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 8 Tahun 2017 berisi Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi dalam Rangka Penetapan Perda Rencana Tata Ruang Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota.
“Makanya, hal ini kita kejar. Karena, dalam raperda RTRW yang tengah digodok DPRD dan pemerintah kota belum mendapat persetujan substansi dari Gubernur Kalsel, terlebih lagi dari Kementerian ATR,” tutur Arufah.
BACA JUGA : PDR Kelayan Timur dan KIT Mantuil Masuk Item Revisi RTRW Banjarmasin
Menurut dia, dari regulasi yang baru, seperti pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) yang selama ini bertabrakan dengan kepentingan masyarakat. Sebab, kata Arufah, RTH tidak boleh dibangun di atas lahan milik warga, terkecuali lahan itu milik pemerintah kota dikuatkan lewat legalitas yang absah.
“Ya, seperti sertifikat misalkan. Atau, fasilitas umum yang wajib disiapkan pihak pengembang perumahan. Namun, untuk lahan milik warga, ini yang menjadi kendala dan memicu konflik,” papar Arufah.
Dia mencontohkan ada beberapa lahan yang masih miliki warga seperti di kawasan pelabuhan dan Jalan Lingkar Selatan (Gubernur Soebardjo) tidak boleh diplot menjadi RTH.
“Ketika pemerintah kota ingin membangun RTH, akhirnya memicu konflik dengan masyarakat. Apalagi, ketika lahan itu memiliki legalitas seperti sertifikat tanah dan lainnya. Masyarakat juga akhirnya kesulitan untuk mendapatkan bukti kepemilikan, karena terbukti kepentingan pemerintah,” kata Arufah.
BACA JUGA : Tiga Syarat Tak Lengkap, RTRW Banjarmasin Belum Disetujui Kementerian ATR
Selain itu, kata Arufah, raperda RTRW yang tengah digodok juga tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya. Semisal, Perda RTRW Provinsi Kalsel Nomor 9 Tahun 2015 tentang RTRW Provinsi Kalsel tahun 2015-2035.
“Salah satunya misalkan terjadi perubahan zonasi di kawasan Gubernuran Kalsel di Jalan Jenderal Sudirman. Ini juga dibahas, karena menyangkut rencana tata ruang kota ke depan. Kemudian, ada pula, beberapa rencana pembangunan jaringan jalan baru di Banjarmasin dan lainnya juga diatur dalam raperda yang baru ini,” papar Arufah.
Dengan mengikuti aturan di atasnya, Arufah hakkul yakin raperda RTRW Kota Banjarmasin akan mendapat persetujuan substansi karena tidak melabrak aturan di atas, menyangkut kepentingan provinsi dan kepentingan nasional yang ada di ibukota Kalsel.(jejakrekam)