Sertifikat Ulama Berpotensi Ciptakan Perpecahan Umat

0

Oleh : Masrah, S.Pd

DI TENGAH semakin meningkatnya jumlah korban virus Covid-19. Di sisi lain muncul kebijakan baru dari Kementerian Agama (Kemenag) berencana meluncurkan Program Penceramah Bersertifikat mulai akhir September 2020 (Republika, 7/9/2020).

TIDAK tanggung-tanggung menurut Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Kamaruddin Amin, menyebut target peserta program ini adalah 8.200 penceramah untuk tahun ini. Terdiri dari 8.000 penceramah di 34 provinsi dan 200 penceramah di pusat.

Menag Fachrul Razi menyatakan Program Penceramah Bersertifikat dimaksudkan untuk mencegah penyebaran paham radikalisme (Cnnindonesia.com, 3/9/2020).

Pada kesempatan yang berbeda, Waketum MUI, KH Muhyiddin Junaidi, menyampaikan bahwa MUI menolak tegas rencana Kemenag tentang sertifikasi para dai/penceramah ini (Republika, 7/9/2020).

BACA : Riset Tiga Tahun, Humaidy Siap Luncurkan Biografi 150 Ulama Berpengaruh di Tanah Banjar

KH Muhyiddin memandang kebijakan sertifikasi ulama itu kontraproduktif. Ia  khawatir, kebijakan tersebut berpeluang dimanfaatkan demi kepentingan Pemerintah guna meredam ulama yang tak sejalan. Program ini berpeluang menimbulkan keterbelahan di tengah masyarakat. Bisa berujung konflik. Bisa memicu stigmatisasi negatif kepada penceramah yang tak bersertifikat.

Pro dan kontra terjadi dalam kebijakkan ini. Sejatinya program seperti ini akan berpotensi menciptakan perpecahan ditengah-tengah ummat. Kerena ada sisi ulama bersertifikasi yang akan menyampaikan Islam sesuai dengan keinginan rezim.

Kondisi ini seperti kita kembali kepada zaman kegelapan Eropa, yang mana pada saat itu terjadi kekuasaan otokrasi, kaum agamawan selalu membenarkan apa saja yang menjadi kebijakkan rezim. “kata-kata raja adalah kata-kata Tuhan”.

Dari sisi lain, ada ulama yang tidak bersertifikasi yang akan dicap oleh rezim radikal padahal apa yang mereka sampaikan adalah Islam kaffah dan melakukan muhasabah terhadap penguasa.

Ulama adalah pewaris para nabi, karena ulama yang menjadi tempat bertanya umat dan penguasa  dalam setiap perkara. Sejarah telah membuktikan bagaimana besarnya peran ulama dalam kesultanan-kesultanan Islam yang ada di Nusantara. Dan bagaimana besarnya peran Wali Songo dalam proses pemerintahan sultan-sultan di tanah Jawa.

Dakwah adalah Kewajiban 

Dakwah itu adalah kewajiban setiap muslim. Karena dalam Islam dakwah adalah bentuk kasih sayang seorang muslim kepada saudaranya sesama muslm. Kita tidak akan pernah rela kalau orang yang kita sayangi berada di jalan yang salah sehingga ada kewajiban amar ma’ruf nahi munkar. Karena kita tidak bisa menjadi individu yang egois hanya hidup untuk memikirkan kita sendiri.

BACA JUGA : Paman Birin : Ulama Dan Umara Bersinergi, Banua Makin Berkah

Bagaimana jadinya kalau adanya sertifikasi ulama ini. Maka hukum dakwah yang adalah wajib bagi setiap muslim akan banyak yang meninggalkan dengan dalih karena tidak adanya sertifikasi.

Banyak sekali ayat-ayat Allah dalam Al-quran yang memerintahkan kaum muslim untuk menyampaikan, menyerukan dan melakuan amar ma’ruf nahi mungkar. Kalau kita menjadi orang-orang yang berpikir maka akan bisa memahami pesan-pesan Allah SWT itu. bahwa ayat-ayat itu cukup bagi kita sebagai SK yang diberikan Allah bagi kaum muslim untuk melakukan dakwah. Kaum muslimin tidak memerlukan sertifikat dulu untuk berdakwah.

“Sampaikan walaupun hanya satu ayat saja” kata ini cukup untuk menjadikan kita sebagai seorang muslim menyadari. Bahwa berdakwah tidak harus menunggu kita siap, banyak ilmu dan bersertikat, tetapi dakwah dimana setiap kita memahami satu perkara dan tidak hanya menjadi konsumsi kita sendiri tetapi dibagikan kepada saudara yang lain. Sehingga tidak saja menjadikan kita berproses untuk baik tetapi orang-orang yang ada disekitar kita juga mereka ikut berprosesmenjadi baik.

Seperti perumpamaan dalam hadis Rasulullah saw. Bersabda:

Perumpamaan orang yang menaati hukum-hukum Allah dan para pelanggarnya adalah bagaikan suatu kaum yang menumpang kapal. Sebagian menempati bagian atas dan sebagian lagi menempati bagian bawah. Yang berada di bagian bawah, jika ingin mengambil air, tentu harus melewati orang-orang di atasnya. Lalu mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Andai yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang yang ada di bagian bawah menuruti kehendak mereka, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang yang di bagian atas melarang orang yang ada di bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu (HR al-Bukhari).

Di sinilah pentingnya dakwah dan amar makruf nahi mungkar. Dengan itu kemungkaran bisa segera dikendalikan sebelum membesar dan menghancurkan masyarakat seluruhnya. 

BACA JUGA : Ini Pesan Tokoh NU Kalsel, Kepergian Ulama Jangan Dikaitkan dengan Sesuatu yang Belum Terjadi

Keengganan melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar akan menimbulkan malapetaka dan bencana yang tidak terbatas hanya menimpa orang-orang yang berbuat kerusakan dan penyimpangan saja, tetapi juga akan menimpa seluruh masyarakat. Allah SWT berfirman:

Peliharalah diri kalian dari fitnah (bencana) yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah, Allah amat keras siksaan-Nya (TQS al-Anfal [8]: 25).

Dengan demikian marilah kita semakin memahami Islam dan menyampaikannya tidak perlu takut menadapat tantangan karena kita tidak bersertfiikat, karena  sertifikat kita sudah turun langsung dari sang pemilik semesta alam yaitu Allah SWT melalui kalamNya.WalLahu a’lam bi shawwab.(jejakrekam)

Penulis adalah Pendidik di Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan  

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.