Selalu Langka, Ada 400 Desa di Kalsel Ternyata Tak Memiliki Pangkalan LPG

0

PT Pertamina (Persero) mengklaim telah menyalurkan LPG bersubsidi dan non subsidi di Kalimantan Selatan telah melebihi batas kuota yang ditentukan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

FAKTANYA justru terbalik. Di lapangan, pasokan LPG khususnya tabung 3 kilogram seakan menghilang, dan langka. Jika pun ada, harganya pun melejit melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang dipatok Rp 17,5 ribu, menembus angka hingga Rp 40 ribu per tabung.

Kejadian ini tampak terus berulang. Teranyar, pada pekan belakangan ini terjadi di Banjarmasin, Banjarbaru, Martapura dan sekitarnya.

“Seharusnya, Pertamina itu melakukan perencanaan dan pendataan ulang berapa kebutuhan riil masyarakat Kalsel. Jadi, kuota LPG itu sesuai pertumbuhan yang bergerak dinamis,” cetus Sekretaris Komisi III DPRD Kalsel, Gusti Abidinsyah usai rapat dengar pendapat dengan perwakilan PT Pertamina dan Hiswana Migas Kalsel di gedung dewan, Banjarmasin, Selasa (1/9/2020).

BACA JUGA : Klaim Lebihi Kuota, Pertamina Akui Ada Jalur Ilegal Distribusi LPG Bersubsidi

Politisi Partai Demokrat ini menegaskan jika memang kebutuhan terus meningkat, maka kuota LPG pun harus ditambah. Bukan malah mempertahankan kuota yang ada.

Selama ini, Abidinsyah menilai pihak Pertamina selalu menyampaikan data kecukupan dari segi kuota yang didistribusikan. Namun, faktanya di lapangan justru masih terjadi kelangkaan, terbukti dengan banyaknya antrean di pangkalan hingga harganya terus naik.

“Ke depan, satu desa atau kelurahan itu harus ada satu pangkalan LPG. Dari data yang ada, di Kalsel masih ada 400 desa yang belum memiliki pangkalan LPG,” ungkap wakil rakyat asal Kabupaten Banjar ini.

BACA JUGA : Hiswana Migas Kalsel Berharap Ada Penambahan Kuota LPG 3 kg Saat Pandemi Covid-19

Menurut Abidinsyah, jika terlalu banyak pangkalan juga berpotensi adanya permainan, sehingga kelangkaan gas bersubsidi dimanfaatkan para spekulan untuk menaikkan harga demi meraih untung banyak.

Wakil Ketua Fraksi Persatuan Nurani Demokrat DPRD Kalsel ini mencontohkan pada satu desa terdapat 200 kepala keluarga (KK) kategori miskin, walau ada dua pangkalan, ternyata hanya dikirim 300 tabung.

“Nah, kelebihan ini akan jadi masalah. Ya, bisa dijual ke luar desa. Makanya, perlu pemetaan baru, sesuai kebutuhan. Jadi, masalah kelangkaan gas bersubsidi ini tidak terus terulang,” ungkapnya.

Abidinsyah pun tak setuju jika pedagang eceran atau pedagang keliling gas LPG dikategorikan ilegal. Menurut dia, sebaiknya para pedagang kecil ini dilegalkan, namun dalam menjual tetap dibatasi harganya.

“Dengan adanya regulasi yang jelas dan tegas, maka potensi permainan bisa ditekan. Pertamina juga bisa bersinergi dengan instansi berwenang untuk melakukan pengawasan. Bahkan, jika perlu dianggarkan untuk pengawasan distribusi LPG bersubsidi ini,” cetus Abidinsyah.

BACA JUGA : Operasi Pasar LPG 3 Kilogram Pertamina Tak Bisa Atasi Kelangkaan

Ia pun mendesak agar Satgas BBM segera diberdayakan dalam mengawasi sirkulasi dan jalur distribusi LPG bersubsidi agar tepat sasaran.

Menurut dia, dari keterangan pihak Hiswana Migas juga tergambar ada pergeseran penggunaan LPG dari kalangan keluarga mampu. Jika awalnya menggunakan LPG 12 kilogram kini beralih ke LPG 3 kilogram.

Soal wacana PT Pertamina Pemasaran Banjarmasin untuk menambah agen, Abidinsyah pun menyorotinya. Menurut ia, jika agen LPG ditambah otomatis akan menambah kuota. “Faktanya, walau sudah over kuota toh di lapangan masih terjadi kelangkaan pasokan LPG,” cecarnya lagi.

BACA JUGA : Gas Melon Langka, YLK Usul Kuota LPG 3 Kilogram untuk Wilayah Kalsel Ditambah

Abidinsyah pun berharap Komisi III DPRD Kalsel bisa memotori untuk membuat regulasi dalam bentuk peraturan daerah (perda) atau sejenisnya dalam menuntaskan masalah kelangkaan gas LPG yang terus berulang di Banua.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini/Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.