Di Usia Renta, Suwarna Menggantungkan Hidup pada Bilah Lidi

0

DI TERAS rumah sederhana, ditambah kebisingan anak-anak kampung nan minim aroma karbondioksida, di tempat itulah Suwarna melakoni rutinitas sehari-harinya.

TAK lekang dimakan usia, wanita berusia 80 tahun ini begitu piawai memainkan pisau jenis cutter. Dirinya sangat rajin memapas satu demi satu daun nipah untuk diolah bilah lidi.

Lucunya, Suwarna mengaku pernah sampai lupa makan lantaran terlalu asyik dan menikmati rutinitas sehari-harinya.

“Pernah sampai lupa makan gegara keasyikan memapas daun nipah. Tapi minum sampai tiga botol,” ucap Suwarna sambil terbahak, saat disambangi jejakrekam.com, Minggu (30/8/2020).

BACA : Usia Renta Pemusik Panting di Bawah Menjamurnya Pengamen Jalanan

Rutinitas Suwarna bisa disaksikan setiap hari teras rumahnya di Jalan Kampung Kenanga, Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara. Ia tinggal bersama satu anak dan seorang cucu.

Rumah reot berdinding kalsiboard ini, menjadi saksi bisu Suwarna yang selama tiga tahun terakhir menggantungkan kehidupan pada usaha bilah lidi tersebut.

Biasanya, wanita yang hampir berusia satu abad ini mengumpulkan ratusan batang bilah lidi untuk dijadikan sapu. Tetapi mayoritas pembeli lebih memilih untuk menggunakan tusuk sate.

Di kawasan itu, tampak tumpukan batang lidi sedang dijemur. Sedangkan Suwarna masih asyik berkutat dengan tumpukan lidi kering yang dirautnya.

“Kalau cuacanya cerah, cukup dijemur dua hari. Setelah itu, baru bisa diraut,” kata Suwarna.

BACA JUGA : Cerita Masrah, Penjaja Kue Bingka di Banjarmasin yang Hampir Berusia Satu Abad

Bukan tanpa alasan, lidi-lidi itu perlu dijemur. Selain memudahkan perautan, alasan lidi itu perlu dijemur lantaran dipercaya dapat memperkuat agar tahan lama.

Masing-masing lidi berukuran 1,2 meter. Lidi yang selesai diraut kemudian dikumpulkan hingga 100 batang. Per 100 batang, dijual seharga Rp 2.500 hingga Rp 3.000.

Bahannya sendiri bisa didapatkan secara gratis. Dari pengrajin bungkus ketupat yang jaraknya hanya sejengkal tanah dari rumah Suwarna. Menurutnya, daripada dibuang begitu saja, lebih baik dimanfaatkannya.

“Meski kadang-kadang jarang ada pembeli. Tapi Alhamdulillah sudah ada pelanggan tetap,” ucap wanita uzur ini sambil tersenyum.

Di Kampung Kenanga, hanya ada dua orang yang memanfaatkan lidi dari sisa daun nipah. Selain Suwarna, ada Marni yang kebetulan tidak begitu jauh jarak rumahnya.

Bila Suwarna menganggap lidi yang sudah diraut sebagai pekerjaan utama, wanita berusia 48 tahun tersebut menjadikan sisa daun nipah sebagai pekerjaan sampingan.

BACA JUGA : Angka Kematian Tinggi Akibat Covid-19 di Kalsel Didominasi Kelompok Rentan dan Kluster Gowa

Sekadar diketahui, pohon nipah biasa tumbuh di kawasan hutan bakau atau di daerah pasang surut air. Daunnya juga biasa digunakan untuk kantong anyaman ketupat. Sedangkan lidinya, biasa dibuang.

Di tangan Marni dan Swarna, lidi sisa daun nipah itu lantas disulap menjadi berguna dan mampu mendatangkan rezeki. Bagian lidi diraut hingga halus, kemudian dijual.(jejakrekam)

Penulis M Syaiful Riki
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.