Buku Demokrasi dan Predator Negara Karya Uhaib As’ad Dibedah, Walikota Banjarmasin: Ngeri-Ngeri Sedap

0

KOALISI Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) Kalimantan Selatan menggelar bedah buku karya akademisi FISIP Uniska MAAB, Muhammad Uhaib As’ad, yang berjudul Demokrasi dan Predator Negara, di Kampung Buku, pada Sabtu (29/8/2020).

UHAIB mengatakan niatan awal untuk menulis buku tersebut sebagai bentuk keresahan dalam melihat berjalannya demokrasi di Kalsel.

“BAGI barat, Indonesia adalah negara (dengan sistem) demokrasi terbesar ketiga di dunia, itu hanya secara kuantitatif. Namun bagi saya demokrasi kita hanya prosedural,” tegasnya.

Presidium KAMI Kalsel ini mengatakan kacamata luar, demokrasi Indonesia berada di peringkat 64 dari 167 negara. Hal demikian, ungkapan yang menyebut Indonesia negara demokrasi terbesar ketiga tidak selaras dengan praktek bernegara di tanah air.

Dia pun tak ragu menyatakan demokrasi telah dibajak oleh oligarki, demi kepentingan merampas sumber daya alam.

BACA JUGA: Cerita Sopir Taksi, Pernah Ditolak Keluar Kota Karena Persyaratan Rapid Tes

Akademisi FH ULM, Daddy Fahmanadie, menjadi salah satu pembedah buku tulisan Uhaib. Ia menyatakan dalam buku ini, ada fakta kuat bubungan antara demokrasi dan menjalankan kepentingan oligarki, baik di level lokal maupun nasional.

Kepentingan oligarki, kata Daddy, dibuktikan dengan adanya penyimpangan di sektor privat di antaranya pengelolaan SDA, yang berujung adanya tindak pidana korupsi.

Ia menambahkan tak jarang korupsi berhubungan kuat dengan pengelolaan SDA, salah satunya adalah penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) bermasalah, yang menerobos prosedur perizinan sesuai konstitusi.

BACA JUGA : Siring Tendean Ditutup, Pedagang : Kami Mati Bukan Karena Corona, Tapi Kelaparan

Pembedah lainnya ada Walikota Banjarmasin Ibnu Sina. Ia menilai buku ini ngeri-ngeri sedap. Karena mengulas hubungan demokrasi dan predator.

“Kalau demokrasinya tidak berjalan dengan baik maka demokrasi kita akan menjadi predator dan kita akan menjadi kanibal,” kata Ibnu.

Di tempat yang sama, akademisi dan advokat, Denny Indrayana, juga memberikan pendapatnya atas buku tulisan Uhaib. Ia setuju dengan apa yang dikatakan penulis, bahwa demokrasi telah dibajak, sehingga demokrasi bukan untuk menjalankan amanah UUD 1945 pasal 33 yaitu bumi, air dan kekayaan alam dikusai negara dan digunakan sebesar untuk kemakmuran raryat.

“Demokrasi bukan jalan untuk memakmurkan rakyat akan tetapi untuk kemakmuran segelintir oligarki,” ujarnya.

BACA JUGA : Menengok Kondisi Taman Satwa Banjarmasin Di Tengah Pandemi Covid-19

Dia menilai pembajakan demokrasi dimulai dari politik uang untuk merebut suara. Dengan menggunakan uang, oligarki bisa menempatkan jejaringnya untuk duduk di penyelenggara negara, baik kepala daerah, hingga anggota legislatif.

Denny mengajak tidak cukup hanya melalui diskusi, akan tetapi harus ada aksi nyata dari kelompok sipil society untuk menentang dominasi oligarki membajak demokrasi.

“Salah satunya adalah menolak politik uang, sehingga tidak terpilih pemimpin yang akan menyalahgunakan wewenangnya,” tutupnya. (jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.