Sekelumit Kisah Proklamasi : Pawai Bermobil Chevrolet dan Pembentukan Tentara Keamanan (2-Habis)

0

Oleh : Mansyur ‘Sammy’

BERITA proklamasi di wilayah Borneo bagian Selatan memang mengalami banyak tantangan serta perlu perjuangan. Seperti di wilayah Pagatan berita Proklamasi itu agak terlambat diketahui.

BERITA terlepasnya negeri ini dari penjajahan Belanda baru diketahui setelah datang utusan dari Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor, yang mengutus Andi Sekencuang dan Andi Maksum ke Pagatan.

Sementara itu, tokoh-tokoh masyarakat Pagatan mengirim utusan ke Balikpapan yang terdiri dari A. Syukur Rahim, dan Minhaj untuk memperoleh informasi terakhir situasi di Balikpapan.

Utusan tersebut setelah kembali menceritakan tentang kegiatan rapat-rapat umum yang diadakan oleh I.N.I (Ikatan Nasional Indonesia).

Realisasi dari kedatangan Andi Sekencuang dan Andi Maksum sebagai utusan dari Gubernur Kalimantan ke Pagatan, maka pada tanggal 25 September 1945 merupakan hari sejarah bagi rakyat Pagatan, karena pada hari itu pertama kali dikibarkan bendera merah putih, dilangsungkannya rapat umum.

BACA : Sekelumit Kisah Proklamasi : Dari Berita Gelap Hingga Penyembunyian Hamidhan (1)

Agendanya adalah pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah Pagatan yang terdiri dari : Andi Ancong, Andi Jufri, Gusti Ibrahim. Selain itu dibentuk pula Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang pimpinan umumnya dijabat oleh M. Baderi dengan diwakili oleh Andi Faisal dan Andi A. Karim yang dilengkapi dengan 9 orang pasukan.

Selain itu, dikirim utusan yang terdiri dari H. Baderi, Gusti Ibrahim, M. Yasin dan M. Hasan Dahul ke Banjarmasin dengan berjalan kaki pulang pergi untuk memperoleh informasi tentang situasi terakhir. 

Sikap dan tindakan pemerintah Jepang terhadap kegiatan masyarakat ialah berusaha agar kegiatan dalam keadaan tenteram jangan terjadi hal-hal yang mengganggu sementara menunggu Sekutu tiba.

Pada mulanya, Jepang menaruh simpati terhadap perjuangan kemerdekaan. Namun sikap simpati itu dimaksudkan agar rakyat di daerah ini bersedia bersama-sama membantu Jepang untuk mempertahankan diri dari serangan Sekutu.

Sikap ini juga mengandung maksud agar orang Indonesia jangan memusuhi Jepang pada saat-saat Dai Nippon menghadapi Sekutu.

BACA : PRI, Kado Terakhir Jepang Pasca Kekalahan Perang Pasifik

Tindakan-tindakan pemerintah Jepang yang menghambat itu. Antara lain tindakan penguasa Jepang melarang A.A Hamidhan yang baru kembali dari menghadiri sidang-sidang PPKI di Jakarta untuk mengambil langkah-langkahsehubungan dengan tugasnya sebagai anggota PPKI dari daerah Kalimantan Selatan.

Karena sikap pemerintah Jepang itulah A.A Hamidhan tidak berhasil membentuk Komite Nasional Daerah Kalimantan, tidak berhasil membentuk PNI dan terlambatnya memuat berita tentang Proklamasi Kemerdekaan pada surat kabar “Borneo Simboen”.

Penguasa Jepang memindahkan orang-orang yang dianggapnya dapat mempengaruhi situasi daerah Kalimantan Selatan ke Pulau Jawa, dengan maksud status quo di daerah ini tetap utuh. Akibatnya, orang-orang yang sangat diharapkan di daerah ini sebagai pelopor dan penggerak tidak ada lagi.

Kekejaman dan kebiadaban orang-orang Jepang terhadap rakyat Indonesia, Kalimantan Selatan khususnya, menyebabkan orang merasa takut untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan pemerintah Jepang.

BACA JUGA : Proklamasi 17 Mei 1949, Perjuangan Borneo Bagian Selatan Menjadi Indonesia

Pemerintah Jepang di Banjarmasin mengumumkan ancaman hukuman berat terhadap segala perampokan dan lain-lain yang berupa pelanggaran yang mengganggu keamanan. Pengumuman dikeluarkan pada tanggal 3 September 1945. pengumuman ini ada hubungannya dengan kedatangan A.A Hamidhan dari Jakarta.

Media massa yang ada di Kalimantan Selatan hanyalah surat kabar “Borneo Simboen” yang menyuarakan Jepang, sedangkan surat kabar yang berbeda tidak mungkin dapat diterbitkan. “Borneo Simboen” edisi Kandangan pimpinan Ahmad Basuni yang memberitakan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 20 Agustus 1945 merupakan suatu keberanian yang hebat.

Sedangkan, Borneo Simboen edisi Banjarmasin diizinkan pemerintah Jepang memuat berita tersebut pada penerbitan tanggal 26 Agustus 1945.

Berita Proklamasi Kemerdekaan tanggal 20 Agustus 1945 di Kandangan dan tanggal 26 Agustus 1945 di Banjarmasin mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat.

BACA JUGA : Arus Kebangkitan Nasional dari Kalimantan Selatan dalam Panggung Sejarah

Dalam waktu singkat berita itu tersebar luas ke seluruh daerah Hulu Sungai. Di Banjarmasin masyarakat menyambutnya dengan mengibarkan bendera Merah Putih. Pemerintah Jepang tidak melarang terhadap pengibaran bendera Merah Putih ini.

Di Amuntai, beberapa pemuda dipelopori Abdul Hamidhan, Ruslan Husin, dan kawan-kawan berkonvoi dengan menunggang mobil Chevrolet DA-216 dengan kibaran bendera Merah Putih, secara maraton pergi berkeliling kota sampai ke Alabio, Lampihong, Paringin dan Kelua. Mereka menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan tersebut kepada masyarakat umum. Di tiap tempat yang disinggahi mendapat sambutan hangat dan penuh kegembiraan.

Di Martapura, atas inisiatif dokter Suprapto Kepala Rumah Sakit Martapura pada tanggal 27 Agustus 1945 dengan mengambil tempat di kampung Jawa, mengadakan pertemuan rahasia dengan tokoh-tokoh masyarakat dalam jumlah yang terbatas. Tujuan dari rapat itu adalah menyatukan pikiran dan pendapat, dalam usaha menyongsong persiapan Pemerintahan Republik Indonesia di Kalimantan Selatan.

BACA JUGA : Dirikan Banyak Pabrik, Banjarmasin Dibagi Jepang dalam 19 Kampung

Kemudian menyatukan kekuatan di kalangan pemuda khususnya bekas Kaigun Heiho dan Polisi Jepang untuk persiapan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat Borneo (TKRB). Mengumpulkan alat senjata dan mesiu untuk mempertahankan Wilayah Borneo.

Pertemuan itu mengundang sejumlah tokoh yang undangannya disampaikan secara lisan untuk menjaga kerahasiaannya.

Temu tokoh ini dihadiri oleh Kiai H. Hasan Tjorong, Konsul Muhammadiyah Kalimantan, Opzichter Soeradi dari VW (PU) Martapura. Berikutnya, R. Wijono eks pimpinan Romusha (eks PETA Semarang), D. Giman anggota Polisi Jepang Martapura, R. Sastroadiatmojo, Polisi Jepang, M. Hammy A.M., Polisi Jepang, serta R. Sudarmin, eks pegawai Nomura Kabushiki Kelayan.

Dalam rapat itu baru sempat hadir empat orang di antaranya yaitu Dokter Suprapto, Kiai Hasan Tjorong, Opzichter Soeradi dan M. Hammy A.M. kemudian terpaksa bubar karena Polisi Jepang datang ke rumah sakit untuk membubarkannya.

BACA JUGA : Suara Kritis Pers Perjuangan dan Menguatnya Kapitalisasi Media Massa

Pertemuan kedua berlangsung pada 21 September 1945 bertempat di kantor VW (PU) dihadiri oleh : Dokter Suprapto, Kiai Hasan Tjorong, Soeradi, R Sudirman, M. Hammy A.M. Dalam rapat itu Dokter Suprapto menjelaskan tentang Proklamasi Kemerdekaan, namun ia masih ragu-ragu apakah kemerdekaan itu juga meliputi Kalimantan.

Sebab, A.A. Hamidhan yang pernah menghadiri sidang PPKI belum sempat menjelaskannya.

Walaupun demikian rapat telah berhasil membentuk Panitia Pembentukan Pemerintah Republik Indonesia Borneo (PPPRIB).

Susunan Panitia itu diketuai oleh Dokter Suprapto, Wakil Ketua I dan II masing-masing Kiai Hasan Tjorong dan Soeradi dengan Pembantu Umum dijabat oleh M. Hammy A.M. Panitia ini dilengkapi dengan Seksi Pemerintahan, Hubungan Urusan Militer dan Persenjataan serta Urusan Sosial dan Ekonomi.

BACA JUGA : Aidan Sinaga, Patriotisme Putra Batak untuk Kemerdekaan Tanah Banjar

PPRI itu terdiri dari Bagian Pemerintahan Umum, Bagian Badan Perjuangan, Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan pembentukan Polisi Tentara untuk mengimbangi NICA. Pemerintahan Umum yang merupakan pucuk pimpinan dijabat oleh Alwie beserta stafnya, Badan Perjuangan juga dijabat oleh Alwie dengan wakilnya Yusuf Jamal dengan seperangkat staf yang membantunya.

Kemudian, BKR dijabat oleh Peran Kamar sebagai pimpinan dengan anak buahnya bekas Kaigun Heiho, Boei Teisin Tai yang merupakan inti pasukan. Sementara, Polisi Tentara dijabat oleh Yusuf Jamal sebagai Komandan. PPRI ini dilengkapi lagi dengan sejumlah pemerintahan sipil di daerah kecamatan-kecamatan.(jejakrekam)

Penulis adalah Penasihat Komunitas Historia Indonesia Chapter Kalsel

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan

Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.