Omnibus Law Seperti Martil, Jangan Lupa Jegal Sampai Gagal

0

Oleh: Rahmad Ihza Mahendra

MARTIL adalah pemukul dari besi (bertangkai besi atau kayu), omnibuslaw di ibaratkan seperti martil, dimana yang menjadi objek pukulannya atau menjadi korban adalah rakyat Indonesia.

SEPERTI yang telah dituntut oleh Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) terdapat 12 alasan mengapa omnibus law harus ditolak yaitu:

(1) Melegitimasi investasi perusak lingkungan, mengabaikan investasi rakyat dan masyarakat adat yang lebih ramah lingkungan dan menyejahterakan.

(2) Penyusunan RUU Cilaka cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil, dan mendaur ulang pasal inkonstitusional.

(3) Satgas Omnibuslaw bersifat elitis dan tidak mengakomodasi elemen masyarakat yang terdampak keberadaan seperangkat RUU Omnibus law.

(4) Sentralisme kewenangan yaitu kebijakan ditarik ke pemerintah pusat yang mencederai semangat reformasi.

(5) Celah korupsi melebar akibat mekanisme pengawasan yang dipersempit dan penghilangan hak gugat oleh rakyat.

(6) Perampasan dan penghancuran ruang hidup rakyat.

(7) Percepatan krisis lingkungan hidup akibat investasi yang meningkatkan pencemaran lingkungan, bencana ekologis ( man-made disaster ), dan kerusakan lingkungan.

(8) Menerapkan perbudakan modern lewat sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, upah per jam, dan perluasan kerja kontrak- outsourcing.

(9) Potensi PHK massal dan memburuknya kondisi kerja.

(10) Membuat orientasi sistem pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja murah.

(11) Memiskinkan petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan dan anak, difabel, dan kelompok minoritas keyakinan, gender dan seksual.

(12) Kriminalisasi, represi, dan kekerasan negara terhadap rakyat, sementara negara memberikan kekebalan dan keistimewaan hukum kepada para pengusaha.

BACA : Tolak Omnibus Law Cipta Kerja, Mimbar Bebas Aktivis Digelar di Bundaran Hotel A

Merujuk pada tuntutan FRI terlihat jelas, dibuatnya omnibus law ini bukanlah menuju pada tujuan mensejahterakan rakyat Indonesia sendiri akan tetapi makin menyulitkan kehidupan rakyat. Bahkan MUI menyerukan agar publik juga menolak omnibuslaw karena cenderung menggeser praktik pengelolaan ekonomi yang semula berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang mengedepankan sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, kepada sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang sangat mengedepankan kebebasan pasar.

Sistem ekonomi dalam omnibus law juga dinilai akan berdampak buruk dalam bidang lain, terutama politik karena kekuatan ekonomi dipakai untuk bisa membela dan melindungi kepentingan politik, ini akan berdampak buruk bagi demokrasi kita.

Selanjutnya, para buruh masih ngotot menolak adanya RUU Omnibus Law Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan, Apalagi saat ini terobosan hukum itu masih terus dibahas oleh pemerintah dan DPR.

BACA JUGA : Siswansyah : Kehadiran RUU Omnibus Law untuk Merangsang Pertumbuhan Ekonomi

Riset oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan kebijakan omnibus law di bidang perpajakan berpotensi mengurangi pendapatan daerah.

Hasil-hasil riset seperti ini harus diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah agar penerapan omnibus law bisa berjalan dengan baik, bukan malah menciptakan masalah baru.

Di samping mengatur soal investasi, RUU ini juga memasukkan revisi beberapa pasal dalam Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Setidaknya ada dua pasal yang akan diubah, yakni ikhwal modal asing dan ketentuan pidana. Pasal 9 memuat ketentuan soal perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia, Pasal 12 mengatur soal perusahaan pers yang wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawabnya secara terbuka.

Akibat hukumnya yakni jika melanggar kedua pasal a quo  akan adanya sanksi administratif, jika pengenaan sanksi administratif diberlakukan, maka itu adalah bentuk kemunduran bagi kebebasan pers. Permasalahan lain yang juga sangat mengekang kebebasan pers ialah soal dinaikkannya sanksi denda dari Rp 500 juta menjadi Rp 2 miliar.

BACA JUGA ; Didemo Fraksi Rakyat Indonesia, DPRD Kalsel Klaim Juga Ikut Tolak Omnibus Law

Tidak kalah lebih penting adalah terkait lingkungan, memberi kemudahan bagi perusahaan tambang justru mengancam kehidupan rakyat dan lingkungan di sekitar lokasi pertambangan, perusahaan tambang yang terintegrasi dengan pengolahan dan pemurnian, luas wilayah konsesi tambangnya tidak dibatasi, serta perizinan yang tak terbatas atau bisa diperpanjang hingga kandungan yang ditambang itu habis.

Perusahaan tambang pemegang kontak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2) yang habis masa berlakunya, bakal memperoleh perpanjangan tanpa harus mengembalikan konsesi ke negara dan mengikuti lelang.

Hal di atas hanya sebagian dari banyaknya mudarat RUU omnibuslaw, sialnya, meskipun terdapat banyak tekanan publik untuk menghentikan pembahasan RUU demi memprioritaskan penanganan pandemi COVID-19, DPR terus berupaya membahas dan meloloskan RUU tersebut.

Dua faksi telah menolak untuk melanjutkan diskusi selama pandemi, yakni dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Ketika oposisi meningkat menjelang Hari Buruh Internasional pada 1 Mei, DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda diskusi tentang pengaturan tenaga kerja yang kontroversial dalam RUU sampai akhir, yang dilaporkan untuk memungkinkan lebih banyak dialog dengan para pemangku kepentingan.

Namun, seluruh proses ini diprediksi berjalan dengan lancar, dengan RUU Omnibus Law menikmati dukungan mayoritas di DPR dari 427 kursi yang dikuasai oleh mitra koalisi Jokowi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hanya 148 anggota DPR dari PKS, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang menentang RUU tersebut.

BACA JUGA : Ketua DPRD Kalsel Penuhi Janji Pendemo Sampaikan Penolakan RUU Omnibus Law ke DPR

Lebih sialnya lagi pada pada hari Rabu, 22 Juli 2020 kemaren saat masa reses atau masa dimana DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, ternyata di lansir dari CNN Indonesia DPR RI secara diam-diam membahas progress dari Omnibuslaw ini. Kejadian seperti ini memunculkan lebih banyak lagi kecurigaan publik, apa sebenarnya tujuan atau yang ingin dicapai dalam pembahasan tersebut, bias jadi memperkuat tuduhan jika RUU Omnibuslaw ini merupakan suatu produk hokum yang dibuat atas request atau permintaan segelintir orang atau kelompok yang punya kepentingan lebih.

Banyaknya pihak yang menentang tampak bukan menjadi masalah bagi para pejabat dan wakil rakyat yang berwenang membuat suatu produk hukum. Alangkah baiknya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat harus belajar dari kesalahan ketika berusaha mengesahkan revisi sejumlah undangundang pada akhir tahun lalu.

Proses pembahasan yang serba kilat dan tertutup memicu aksi massa di seluruh negeri. Arogansi eksekutif dan legislatif kala itu harus dibayar mahal dengan jatuhnya korban tewas di tengah unjuk rasa serta tergerusnya kepercayaan rakyat. Oleh karenanya diskursus, diskusi publik, konsultasi publik, penjaringan masukan, apa pun langkah yang akan dilakukan lainnya, kiranya memerlukan keterbukaan semua pemangku kepentingan. Transparansi akan menghindarkan kesalahpahaman dan kecurigaan publik pada maksud baik omnibus law itu.

BACA JUGA : May Day, GMNI Kalsel : Tolak Omnibus Law Dan Bangun Posko Aduan Pekerja Untuk Lindungi Hak Buruh

Sebagai penutup, jika melihat banyaknya elemen di seleruh negeri yang menentang maka hendaklah dijadikan suatu panduan atau pedoman untuk menghentikan atau mencabut pembahasan terkait RUU Omnibuslaw ini, dimana produk hukum yang satu ini di ibaratkan sebagai martil yang memukul saraf-saraf di kepala rakyat Indonesia dan membunuh secara perlahan-lahan.

Seperti yang dikemukakan di atas, sebelum rakyat bergejolak mengadakan aksi besar-besaran untuk menghentikan atau menggagalkan rencana Pemerintah ataupun DPR RI dan sebelum rakyat Indonesia semakin hilang kepercayaan dimana kepercayaan masyarakat yang sudah tipis kepada Pemerintah dan DPR RI akan menjadi tidak ada kepercayaan sama sekali.(jejakrekam)

Penulis adalah Peneliti Pusat Studi Hukum dan Demokrasi (PuSdiKraSi) Banjarmasin

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.