Sejarah Urang Banjar Naik Haji : Kisah Pendulang Intan ke Mekkah (3)

0

Oleh : Mansyur ‘Sammy’

BANUA Banjar merupakan wilayah yang buminya menghasilkan intan berlian yang menjadi ikon kemewahan bangsawan dunia, para artis dunia dan para pengusaha dunia.

SEBAGAI barang mewah, maka sangat wajar pendulangan intan yang dikerjakan orang Banjar secara turun temurun menghasilkan tingkat kesejahteraan bagi penemu intan-intan besar.

Tidak benar, kehidupan pendulang intan selalu termarginalkan oleh kelompok elite yang menjadi bos dalam aktivitas pendulangan intan. Sangat banyak pendulang intan yang sukses kemudian mengalami mobilitas vertikal dengan menjadi bos intan. Termasuk sukses dalam mengelola usaha lainnya.

Menurut Yusliani Noor (2020), begitu mendapat intan besar membawa perubahan drastis bagi penemunya. Baik perubahan tingkat kesejahteraan maupun perubahan dalam status sosial. Satu di antara perubahan status sosial yang paling penting dalam masyarakat Banjar adalah ketika seseorang menjadi Haji.

BACA : Sejarah Urang Banjar Naik Haji: Menumpang Kapal Tiga Sampai Enam Bulan (2)

Status Haji hanya diperoleh jika mampu berangkat menunaikan ibadah Haji ke Mekkah. Syarat mampu untuk ibadah Haji adalah mampu fisik dan mampu keuangan. Kemampuan keuangan seorang Haji diantaranya jika memperoleh intan berlian yang besar saat mendulang intan.

Oleh sebab itu, niat seorang pendulang intan Banjar biasanya kalau mereka memperoleh intan besar akan naik Haji membawa anak dan isterinya. Kemampuan berangkat Haji ke Mekkah sebagai upaya menunaikan Rukun Islam yang ke-5 menjadi dambaan semua orang Banjar.

Niat untuk naik Haji ke Mekkah ini menjadi satu dari sekian motif yang kuat, mengapa orang Banjar sabar, tekun dan berani dalam mendulang intan.

BACA JUGA : Sejarah Urang Banjar Naik Haji : Kontroversi Gelar Dan Ujian Era Kolonial (1)

Pekerjaan mendulang intan berdampak pula bagi ikatan solidaritas sosial saat di pendulangan intan, dan ketika intan tersebut diperoleh. Setidaknya, menurut Yusliani Noor (2020) ada nilai berbagi rezeki kepada pendulang lain di sekitarnya, ketika mereka memperoleh intan. Termasuk berbagi kepada teman sekampung, dalam bentuk infaq, sedekah dan zakat serta adanya acara syukuran dengan makan bersama-sama sekampungan.

Sejak zaman dahulu, berbagai golongan masyarakat Banjar ikut mendulang intan. Termasuk para pedagang intan yang berasal dari orang Banjar. Mereka memanfaatkan waktu senggang dengan mendulang intan sambil membeli intan yang didapat oleh pendulang lain.

Sebut saja tokoh Haji Padlan (Haji Ipad) Tunggul Irang, Haji Kasyful Ginan (Tambak Anyar), hingga Habib Alwi Martapura, dan lain-lain. Mereka menggunakan uang hasil mendulang intan dengan membeli mesin-mesin sedot.

BACA JUGA : Bubuhan Haji dalam Perang Banjar Abad Ke-19

Demikian juga dengan Arjan dan keluarganya yang tadinya hidup lumayan sederhana, kemudian memperbaiki rumahnya, berangkat haji dan membeli mobil serta kebun karet. Sekarang ia dipanggil Haji Arjan. Uang berangkat haji dari hasil dan bah niatnya sebelum mendulang intan di Batu Dagangan-Randung.

Kehidupan  Haji Arjan dan keluarganya lebih sejahtera dari sebelumnya. Demikianlah hasil mendulang intan membawa keberuntungan dan kesuksesan bagi Haji Arjan dan kelompoknya.         

Pendulang intan yang bernasib baik adalah pendulang intan yang beruntung. Nasibnya mujur. Mereka mendulang intan di daerah yang tanahnya tepat pada jalur intan besar.  Kalau sudah mendapatkan intan besar pasti kehidupan mengalami perbaikan.

Setidak-tidaknya mereka dapat berangkat haji. Banyak juga pendulang intan yang bernasib baik dan mampu memperbaiki nasibnya, dari tidak memiliki kemampuan ekonomi kemudian memiliki kehidupan ekonomi yang lebih baik.

Umumnya, para pendulang intan yang pandai memanfaatkan hartanya, akan membeli mesin sedot dan menjadi ‘bos’ dalam pendulangan intan. Hal demikian banyak terjadi di wilayah Cempaka dan Banyu Irang.

BACA JUGA : Jangan Bangga Gelar Haji Itu Warisan Kolonial Belanda

Keuntungan pemilik mesin sedot sekaligus sebagai pemilik modal, bahkan sekaligus sebagai pendulang sendiri mencapai lebih dari 50 persen keuntungan dari hasil bersih mendulang intan. Meskipun intan yang diperoleh dalam ukuran 1 karat ke bawah, namun pembagian persentasi selalu menguntungkan pemilik modal. 

Mobilitas vertikal dalam hal nasib kehidupan dialami pendulang intan Banjar yang beruntung. Mereka masuk dalam kalangan bos, bahkan menjadi bos sebagai pemilik pendulangan, pemilik modal, sekaligus pembeli intan. Kelompok inilah yang menjadi patron dari pendulang intan yang masih belum beruntung, termasuk pendulang intan pemula.

Kebanyakan dari mereka yang sudah menjadi bos intan ini, sudah naik haji, umrah dan dekat hubungannya dengan Tuan Guru. Mereka juga terkadang dikunjungi pembeli asing dari berbagai bangsa. Misalnya dari bangsa Belanda, Belgia, Cina-Hongkong, Cina-Taiwan, India, dan Korea

BACA JUGA : Islam Banjar Perpaduan Kultur Demak dan Samudera Pasai

Meskipun pendulang intan yang beruntung ini sudah menjadi bos dan sudah memiliki pergaulan yang luas. Namun penampilan mereka masih sederhana. Menggunakan peci (peci hitam, jangang dan peci haji) di kepala. Baju kemeja biasa. Celana panjang sederhana.

Memakai sandal dengan harga tidak terlalu mahal. Mereka selalu bergaul dengan pendulang intan bahkan terkadang masih ikut mendulang, jika lokasi yang dikerjakan pendulang dianggap baik hasil intannya.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Penasihat Komunitas Historia Indonesia Chapter Kalsel

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan

Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.