Pro-Kontra Penetapan Kelurahan Zona Hijau di Banjarmasin, Tim Pakar ULM Angkat Bicara!

1

TUJUH dari 52 Kelurahan di Kota Banjarmasin saat ini telah ditetapkan status zona hijau penyebaran virus corona oleh tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 setempat.

BERDASARKAN data terakhir, tujuh kelurahan tersebut yakni Kertak Baru Ulu dan Ilir, Alalak Tengah, Mawar, Kuin Utara, Kelayan Luar serta Pemurus Baru yang padahal sebelumnya merupakan posisi 6 teratas.

Namun, kondisi ini justru dikritik oleh anggota Tim Pakar Percepatan Penanganan Covid-19 dari Universitas Lambung Mangkurat, Hidayatullah Muttaqin.

BACA : Pemurus Baru Tambah Daftar Kelurahan Zona Hijau Covid-19

Menurutnya, penetapan zona hijau terhadap beberapa kelurahan di Banjarmasin cukup riskan bagi pengendalian pertumbuhan Covid-19 di ibukota Kalsel. Sebab, itu dapat mengancam angka infeksi Covid-19 yang justru bisa lebih besar lagi.

“Pertama, Pemkot tidak menggunakan kriteria ketat yang telah ditetapkan oleh SATGAS Pusat Percepatan Penanganan COVID-19. Sehingga penetapan menjadi zona hijau sangat longgar dan bias,” kata Muttaqin.

Tim pakar menilai, hitungan teknis zona hijau hanya berdasar pada formula kasus positif dikurangi angka kesembuhan dan pasien meninggal. Jika jumlahnya sama dengan nol, maka kelurahan tersebut menjadi zona hijau.

Selain itu, data yang dirilis Pemkot merefleksilan warna zona tidak konsisten. Sebagai contoh resmi yang dirilis untuk data agrgeasi level kota kasus positif sebanyak 2099 kasus, dirawat atau kasus aktif sebanyak 1045 kasus, sembuh 890 kasus dan meninggal sebanyak 140 kasus.

BACA JUGA : Ada Dua Kasus Baru, Belitung Utara Kembali Berstatus Zona Merah

Namun menurutnya, jika menggunakan data kasus positif, sembuh, dan meninggal pada tiap kelurahan. Maka kasus positif sebanyak 1.763 kasus, sembuh 1.170 pasien, meninggal 166 kasus. Berdasarkan penjumlahan ini maka diperoleh data kasus aktif atau dirawat sebanyak 440 kasus.

“Jadi data yang disajikan oleh Pemkot sendiri tidak sinkron dengan rilis data agregasi pada level kota,” ujarnya.

Bahkan, tim pakar juga mengaku kebingungan dengan kasus positif yang disebutkan dalam infografis data Pemkot. Apakah data yang disajikan itu total kasus positif atau data kasus aktif (dirawat) saja.

“Ini perlu penjelasan dan perbaikan supaya data tersebut dapat “dipegang” oleh publik,” singgungnya.

Lebih parahnya, menurut tim pakar, klaim zona hijau ini secara psikologis tidak baik. Sebab, masalah utama yang dialami Pemkot saat ini yaitu kurangnya kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.

BACA LAGI : Catat Nol Pasien Covid-19, 6 Kelurahan Di Banjarmasin Ditetapkan Zona Hijau

“Nah, jika Pemkot merilis zona hijau yang tolak ukurnya sangat bias, maka itu akan membuat masyarakat semakin terlena sehingga menjadi semakin abai terhadap penerapan protokol kesehatan,”

Mereka bisa saja menganggap situasi sekarang semakin normal dan bebas keluar rumah karena sudah ada zona hijau.

Terakhir, kata Muttaqin, penetapan zona hijau ini tak serta merta membuat kelurahan tersebut bebas dari ancaman penularan Covid-19. Pasalnya, Pemkot tidak mampu menjamin dan mengontrol pergerakan penduduk yang keluar-masuk zona hijau. 

“Padahal pertumbuhan dan penyebaran Covid-19 sangat bergantung pada mobilitas penduduk,” pungkasnya.

Sementara itu, Juru Bicara GTPP Covid-19 Banjarmasin, Machli Riyadi berpendapat bahwa penetapan kawasan status zona hijau ini berdasar pada buku pedoman 5 Kemenkes RI.

“Jangan lupa yang kita tetapkan Zonasi nya adalah tingkat kelurahan bukan kota Banjarmasin,” ujar Machli.

Kepala Dinas Kesehatan Banjarmasin ini justru tak mempermasalahkan pendapat berbagai ahli yang mengkritik penetapan zonasi oleh tim gugus setempat. Sebab menurutnya banyak kepala pasti berbeda-beda isi pikirannya.

“Para ahli boleh saja berpendapat dan pendapat ahli itu dipatahkan oleh ahli yang lainnya karena banyak sekali yang ahli sehingga menurut hemat kami dalam penetapannya harus merujuk kepada dasar hukum yang ada kemudian menganalisa buku pedoman ke 5,  sehingga baru disimpulkan,” jelasnya.

Lebih jauh, Machli menegaskan bahwa data pemerintah yang dirilis setiap hari ke publik itu merupakan informasi yang bisa dipertanggungjawabkan.

“Itu punish, bukan kebohongan publik,” tegas mantan Wakil Direktur RSUD Ulin Banjarmasin.(jejakrekam)

Penulis M Syaiful Riki
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.