Setahun Kambuk Banjarmasin, Wadah Tongkrongan dan Literasi Berkebudayaan

0

KAMPUNG Buku (Kambuk) di tepian Jalan Sultan Adam, Banjarmasin genap berusia setahun. Usia yang tergolong seumur jagung, namun Kambuk yang dikelola para pegiat literasi dan sastrawan Kalsel ini telah mendapat tempat di hati para pengunjung.

BERAGAM kegiatan seperti pelatihan teater dan baca puisi, bedah buku, diskusi hingga menjadi venue reses anggota DPRD Kalsel dan Banjarmasin menghiasi kegiatan di Kambuk.

Pengelola Kambuk Banjarmasin, puluhan pegiat kebudayaan dan kesusastraan menggelar acara sederhana refleksi setahun Kambuk, Jum’at (10/7/2020) malam.

Penampilan teatrikal, pembacaan puisi dan pemotaran film menghiasi acara refleksi setahun Kambuk. YS Agus Suseno, sastrawan senior Banua ini pun membacakan puisi khusus ditulis untuk Kambuk.

BACA : Nongkrong Santai dan Tambah Wawasan, Ada Kampung Buku di Sultan Adam

Kampung Buku, Di Banjar : Kuur Sumangat, judul puisi yang ditulisnya.

“Iqra!” jar Allah Ta’alla di Kitab Suci Alquran

“Baca!” Suruhan Tuhan nang panambaian

“Baca!” Suruhan Tuhan nang paling pamulaan

Umat manusia disuruh Tuhan mambaca

Bacari ilmu sagan sangu hidup-matinya

Kada disuruh bacari kasugihan, pangkat wan jabatan kada.

Demikian petikan puisi YS Agus Suseno dikenal kritis terhadap kondisi dan situasi yang terjadi lewat bait-bait puisinya baik berbahasa Banjar maupun Indonesia di Banua.

Pengelola Kambuk Banjarmasin, Hajriansyah merasa setahun perjalanan Kambuk merupakan hal yang luar biasa. Ini mengingat usaha buku bukan bisnis yang menjanjikan di tengah masih rendahnya budaya literasi di ibukota Kalimantan Selatan ini.

“Jarang ada orang kita yang suka beli buku. Oleh karena itu, itu kami menggelar berbagai acara untuk menarik minat masyarakat ke sini,” ucap Hajri.

BACA JUGA : Amuk Meratus Micky Hidayat, Agus Suseno Suarakan Nelangsanya Loksado

Dalam perjalanannya, dia menjelaskan Kampung Buku dihidupkan bersama-sama, demi hidupnya ruh literasi di Banjarmasin. Berkegiatan di Kambuk, pengelola pun tidak membebankan biaya.

Hajri menyebut visi Kampung Buku sederhana yakni memberi tempat tongkrongan dan wadah alternatif berkebudayaan di Banjarmasin.

“Berkebudayaan sifatnya luas, ada keseniaan, kesusastraan hingga literasi, kami ingin mengisi ruang budaya, dengan cara memberikan panggung bagi pelaku budaya,” ucap seniman dan sastrawan muda ini.

BACA JUGA : Setara Yogyakarta dan Jakarta, Bagaimana Nasib Seni Rupa Kalsel Kini dan Nanti

Dia memastikan Kambuk memberikan ruang yang selebar-lebarnya bagi masyarakat untuk berkegiatan di Kambuk, tanpa ada batasan.

Harapannya, Banjarmasin yang sedari dulu dikenal sebagai salah satu kota yang melahirkan para budayawan, sastrawan dan kritikus ini bisa setara dengan Yogyakarta, Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. “Kami tidak membatasi siapapun ingin berkegiatan di sini,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.