Polemik Pembentukan Komisi Nasional Disabilitas di Tengah Pandemi

1

Oleh : Hervita Liana

PRESIDEN Joko Widodo tetap menetapkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas atau disingkat KND. Komisi ini merupakan aturan pelaksanaan dari amanat Pasal 134 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

DALAM Perpres Nomor 68 Tahun 2020 tentang KND ini menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Sementara, KND merupakan lembaga non struktural yang bersifat independen. Lahirnya Perpres ini memiliki mandat yang amat sangat serius tentang perlindungan,pemenuhan,penghormatan dan semua hajat masyarakat disabilitas di seluruh Indonesia.

Jadi, KND harus kuat untuk diadvokasi.  Dengan hati yang tulus, Insya Allah semua orang bisa untuk membantu perjuangan disabilitas untuk menuju pemenuhan HAM secara nyata sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2016, agar bergerak bersama pasti kita bisa.

BACA : Pantang Mengemis, Pria Penyandang Disabilitas Ini Bertahan di Tengah Keterbatasan

Namun, di balik lahirnya Perpres Nomor 68 Tahun 2020 ini, justru dinilai Organisasi Penyandang Disabilitas Seluruh Indonesia (OPDSI) dalam petisinya per 23 Juni 2020, diteken 161 perwakilan penyandang disibalitas yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia, agar segera direvisi kembali.

Ada lima alasan yang mendasari desakan revisi oleh OPDSI itu. Yakni, pertama adanya kemunduran dari implementasi UU Penyandang Disabilitas sebagai isu hak asasi manusia (HAM).

Alasan kedua KND dibentuk sebagai lembaga yang tidak independen dan rawan konflik kepentingan. Kemudian, alasan ketiga adalah kelembagaan KND membatasi representasi penyandang disabilitas.

Berikutnya, alasan keempat menyangkut mekanisme kerja KND minim pelibatan organisasi penyandang disabilitas. Dan, terakhir kelima justru proses pembentukan KND tidak transparan dan partisipasif sehingga tidak merepresentasikan aspirasi dari masyarakat penyandang disabilitas di Indonesia. 

BACA JUGA : Partisipasi Masyarakat Penyandang Disabilitas Di Saat Wabah Corona dan Penundaan Pilkada Serentak

Peraturan pelaksanaan diamanahkan akan diatur dalam peraturan pemerintah, tidak menyebutkan “menteri” otomatis semua kementerian terkait mengambil alih dan membuat peraturan pemerintah (PP) nya masing-masing.

Ini berlaku pada bab IV tentang KND dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, terutama Pasal 131 dikatakan bahwa lembaga ini non struktural dan independen artinya non struktur dan berdikari.

Sedangkan, dalam Pasal 132 UU Nomor 8/2016 ditegaskan bahwa tugas KND yaitu memantau mengevaluasi dan advokasi. Otomatis pikiran kita sebagai penyandang disabilitas mempertanyakan ke mana lembaga yang mempunyai tugas seperti ini? Kepada lembaga yang senadakah seperti Komnas HAM, misalkan?

BACA JUGA : Suara Kaum Penyandang Disabilitas di Tengah Wabah Corona

Lantas bagaimana KND dapat melaksanakan fungsi monitoring, evaluasi dan advokasi kepada Kementerian Sosial (Kemensos)? Kalau yang mengongkosi kerjaan mereka justru dari Kemensos sendiri?

Akhirnya yang terjadi adalah KND di bawah aturan hukum Perpres Nomor 68 Tahun 2020, tidak akan berfungsi bahkan cenderung konflik dengan kepentingan itu. Logika yang diangkat pokja untuk memastikan visi yang kita bahwa melalui UU Nomor 8/2016 tidak sia-sia dan diintepretasikan salah. Hanya karena pemerintah alergi akan kritik, padahal itu semua dilakukan untuk perbaikan kehidupan rakyat itu. 

Sebab, pemerintah ada untuk melayani rakyat. Bahwa pemikiran OPD organisasi penyandang disabilitas sebagai organisasi yang berjuang untuk perbaikan kehidupan rakya dan kritis. Apalagi pendekatan untuk disabilitas itu sangat baru paradigmanya. Karenanya, kita semua harus mengawal ketat untuk pelurusan amanah UU tersebut ke depan, agar lebih baik.

BACA JUGA : DEMA UIN Antasari: Saatnya Kampus Menuju Ramah Disabilitas

Bagaimana pun tugas pokok dan fungsi KND dalam Pasal (4) UU Penyandang Disabilitas ditegaskan bahwa KND mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksaaan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Kemudian, pada Pasal 5 UU yang sama,  melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 KND menyelenggarakan fungsi :

A. Penyusunan rencana kegiatan KND dalam upaya pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

B. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

C. Advokasi pelaksaan penghormatan perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

D. Pelaksanaan kerjasama dalam penanganan penyandang disabilitas dengan pemangku kepentingan terkait.

Kemudian, pada Pasal 6, ditegaskan soal ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi KND sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 diatur dengan peraturan KND.

Terkait dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020, setidaknya ada empat pasal yang layak diuji materil melalui mekanisme judicial review ke Mahkamah Agung RI.

BACA JUGA : Rencana Perluasan Gedung Layanan Disabilitas Perpustakaan Palnam

Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 1 ayat (3) tentang menteri seharusnya bukan Menteri Sosial, setidaknya Menteri Hukum dan HAM, karena sesuai tupoksinya HAM. Kemudian, pasal 7 ayat (2) mengatur partisipasi disabilitas untuk menjadi anggota menjadi sekurang-kurangnya disabilitas berjumlah lima orang, makna sekurang-kurangnya berarti bila masih ada disabilitas dari unsur akademisi, praktisi dan profesional menjadi mungkin bila anggota KND seluruhnya disabilitas.

Kemudian, ada pula di Pasal 30 dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa proses seleksi bukan dengan penunjukan apalagi dilakukan oleh Mensos bukan Menkumham, bisa jadi rohnya KND bukan lagi roh berbasis HAM. Selanjutnya, mungkin masih ada pasal-pasal yang lain bisa didiskusikan.

KND adalah Komisi Nasional Disabilitas, sebuah lembaga untuk bisa membantu pemerintah dalam mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas sesuai amanat UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

BACA JUGA : Dicibir Peduli Disabilitas, Walikota Ibnu Sina Resmikan Kampung Inklusi Gang 315

Dengan disahkannya Perpres Nomor 68 Tahun 2020, lantas untuk apa KND? Apakah untuk dapat melakukan evaluasi, pemantauan dan advokasi pelaksanaan hak-hak disabilitas di Indonesia.
Berikutnya, kepada siapa KND harus bertanggung jawab? Apakah langsung kepada Presiden RI, karena merupakan lembaga non struktrual dan independen.

Lalu, kenapa KND melekat ke Kemensos? Karena, Kemensos sebagai  leading sector sesuai UU Nomor 8 Tahun 2016. Namun, secara struktur tidak melekat di Kementerian Sosial, tapi hanya secara anggaran/administratif.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana bisa independen kalau anggaran melekat di Kemensos? Terutama, soal anggaran yang akan dikelola oleh KND. Hanya dalam pengertian alokasi anggaran dari APBN yang harus melalui kementerian terkait.

Lantas kenapa pembentukan KND tidak melibatkan penyandang disabilitas? Sebab, sejak UU Nomor 8 Tahun 2016 lahir, berbagai dialog dilakukan pemerintah dengan perwakilan kelompok disabilitas untuk bisa membentuk KND. Pertanyaan berikutnya lagi adalah kenapa komisioner harus empat penyandang disabilitas dan 3 non disabilitas? Apakah hal itu untuk menjamin asas inklusifitas. Salam Disabilitas!(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses (PPUA) Disabilitas Provinsi Kalsel

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

1 Komentar
  1. abdul jauhar berkata

    sy disabilitas kab.kudus,jateng.
    salam inklusi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.