Tap MPRS soal PKI Final! Syaifullah : MPR Pasti Perhatikan Aspirasi MUI dan Purnawirawan TNI

0

ANGGOTA Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha menegaskan keberadaan Ketetapan (Tap) Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor 25 Tahun 1966 telah bersifat final sebagai Tap MPR yang wajib dipertahankan.

“TANPA dibarengi dengan perdebatan, seluruh anggota MPR dalam Sidang MPR RI tanggal 7 Agustus 2003 telah memutuskan secara aklamasi untuk tidak mencabut Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang larangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ajarannya,” ucap Syaifullah Tamliha kepada jejakrekam.com, Minggu (14/6/2020).

Ia menegaskan dirinya sebagai Pimpinan Badan Sosialisasi MPR RI, telah mempelajari secara saksama risalah sidang MPR tanggal 7 Agustus 2003 sebelum dan saat diputuskan.

BACA : Senator Kalsel Desak RUU HIP Dicabut

“Tidak ada seorang pun yang menyampaikan sanggahan dan atau keberatan, termasuk dari Fraksi PDI Perjuangan sebanyak 154 anggotanya. Begitupula, 58 orang Fraksi PPP, saat itu Presiden RI adalah Megawati Soekarnoputri dari PDIP dan Wapresnya, Hamzah Haz,” tegas Wakil Ketua Fraksi PPP MPR RI ini.

Sebagai Pimpinan Badan Sosialisasi MPR yang berkewajiban untuk melaksanakan sosialisasi Empat  Pilar MPR, yakni Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI beserta Tap MPR, dirinya telah menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Pimpinan MPR yang dipimpin oleh Bambang Soesetyo dan 9 Wakil Ketua MPR RI pada Rabu (3/6/2020) lalu.

“Bahkan, dalam rapat pimpinan itu disepakati bahwa Pimpinan MPR menugaskan kepada Badan Kajian MPR untuk mencermati, membahas dan memutuskan perlu ada atau tidaknya Rancangan Undang-Undangan Haluan Ideologi Pancasila (HIP) tersebut,” papar Syaifullah.

BACA JUGA : Demi Marwah DPR, RUU HIN Harus Cantumkan TAP MPRS XXV/1966

Anggota Komisi Bidang Pertahanan, Luar Negeri, Komunikasi dan Informasi dan Intelijen ini berharap dan seyakin-yakinnya Badan Kajian MPR RI pasti sangat memperhatikan aspirasi publik baik dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), para Veteran Perjuangan Kemerdekaan hingga para purnawirawan TNI yang menolak RUU HIP akibat tak mencantumkan konsideran Tap MPRS tersebut.

Sekadar menyegarkan ingatan, pembahasan RUU HIP oleh DPR RI bersama pemerintah telah memicu kegaduhan baru di ruang publik.

Sejarahnya, MPR periode 2009-2014 telah mengeluarkan Empat Pilar MPR, salah satunya pilarnya adalah Pancasila. Kemudian, Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2017 untuk membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila dengan manifestasinya dibentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Perpres Nomor 7 Tahun 2018.

Hingga DPR RI seakan tak mau ketinggalan, juga menggodok RUU HIP yang merupakan inisiatif dari DPR RI melalui usulan dari PDI Perjuangan.

BACA JUGA : Omnibus Law RUU Cilaka Tak Layak, Untungkan Investor, Ancam Rusak Lingkungan

Dikutip dari gatra.com, pengamat militer dan pertahanan yang juga Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Sipil Negara (LPKAN), Wibisiono mengungkapkan RUU HIP penuh kontroversi karena mengandung misi untuk melupakan sejarah masa lalu dan menatap masa depan, karena dasar hukum berlakunya Pancasila dan UUD 1945 adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sehingga wajib masuk dalam konsideran RUU. Pancasila juga  merupakan dasar falsafah negara sehingga harus merujuk ke alenia ke-4 Pembukaan UUD 1945.

Wibisono juga menyentil RUU HIP tidak memahami Pancasila sebagai landasan filosofi NKRI, ideologi negara, dan merupakan sumber segala sumber hukum negara.

BACA JUGA : Ketua DPRD Kalsel Penuhi Janji Pendemo Sampaikan Penolakan RUU Omnibus Law ke DPR

Ini dikuatkan pada 12 Agustus 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhohono (SBY) telah meneken UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang ditegaskan dalam Pasal 2 bahwa Pancasila merupaka sumber segala sumber hukum.

Ia pun menegaskan semua hukum dan perundang-undangan NKRI harus bersumber dari Pancasila. Sementara, lewat RUU HIP dalam logika berpikir justru diletakkan di bawah UUD 1945 atau derajatnya diturunkan padahal semua UU di bawah Pancasila.(jejakrekam)

Penulis Didi GS
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.