Volume Peti Kemas di Pelabuhan Trisakti Menurun, Banyak Pekerja Tally Dirumahkan

0

IMBAS pandemi virus Corona (Covid-19) sejak awal Maret lalu, hingga sekarang benar-benar dirasakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha penyedia petugas pencatat (tally) peti kemas atau kontainer.

KEPALA Cabang PT Tanjung Emas Daya Sejahtera, Djumadri Masrun mengakui sejak pandemi Covid-19 serta penggunaan sistem komputerisasi dari pencatatan peti kemas di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin, membuat banyak pekerja yang harus dirumahkan.

“Hal ini akibat menurunnya volume peti kemas yang masuk ke Pelabuhan Trisakti Banjarmasin, terutama dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya,” ucap Djumadri Masrun kepada jejakrekam.com, Sabtu (13/6/2020).

BACA : Arus Peti Kemas Di Pelabuhan Trisakti Tahun 2019 Melonjak

Ia menyebut saat aktivitas pelabuhan normal sebelum adanya wabah Corona, rata-rata tiap bulan volume peti kemas berbagai ukuran masuk dan keluar di Pelabuhan Trisakti mencapai 32 ribu hingga 34 ribu.

“Sekarang, hanya 21 ribu dan 22 ribu unit peti kemas. Baik dari Surabaya maupun Jakarta. Ironisnya lagi, barang yang dikirim dari Pelabuhan Trisakti ke dua pelabuhan itu juga berkurang drastis. Bahkan, pernah tak ada sama sekali, jadi apa yang mau kita kerjakan?” ucap Djumadri.

Kondisi itu makin diperparah dengan penerapan sistem komputerisasi berbasis IT yang diterapkan PT Pelindo III di Pelabuhan Trisakti. Akhirnya, tenaga pekerja tally peti kemas harus dikurangi.

“Dari aktivitas bongkar muat peti kemas dari kapal hingga ke pelabuhan, sampai ke depo kointainer itu pakai sistem komputerisasi. Akhirnya, ya petugas tally tidak dibutuhkan lagi, sehingga terjadi pengurangan karyawan,” kata mantan anggota DPRD Kalsel ini.

BACA JUGA : Topang Pembangunan Daerah, Pelabuhan Trisakti Terus Berbenah

Sebagai cucu perusahaan PT Pelindo III, Djumdari mengatakan perusahaan harus mengikuti ketentuan kontrak, hingga terpaksa merumahkan puluhan karyawannya.

“Dampak pandemi Covid-19 dan penggunaan sistem komputerisasi ini sangat terasa pada Maret lalu sampai sekarang,” kata Djumadri.

Ia mengakui agar tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), sempat diberlakukan sistem aplaus atau ganti shift petugas tally. Hanya saja, Djumadri mengatakan hal itu juga tidak terlalu membantu, karena menurunnya volume peti kemas serta penerapan sistem komputerisasi di Pelabuhan Trisakti.

“Semua petugas tally itu dibayar standar upah minimum kota (UMK) Banjarmasin. Namun, karena pendapatan perusahaan juga menurun, terpaksa kami harus merumahkan karyawan,” katanya.

Untuk diketahui, UMK Banjarmasin pada 2020 ditetapkan sebesar Rp 2.918.226, lebih besar dibandingkan upah minimum provinsi (UMP) Kalimantan Selatan pada 2020 sebesar Rp 2.877.448 per bulan.

BACA JUGA : Banyak Makan Korban, Lubang Menganga di Jalan Gubernur Soebardjo Dibiarkan Berbulan-bulan

Untungnya kini, diakui Djumadri, ada penerimaan kembali petugas tally, namun tidak ditempatkan di Pelabuhan Trisakti. Ia mengakui ada 60 pekerja yang terpaksa dirumahkan pihaknya.

Namun, kini ada 16 petugas tally dibutuhkan di Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, enam pekerja di Pelabuhan Satui dan dua petugas tally diminta Pelabuhan Kumai Pangkalan Bun dan Pelabuhan Sampit.

“Mereka yang dirumahkan itu dipanggil kembali. Dengan catatan, mereka mau bekerja dan siap ditempatkan di pelabuhan yang membutuhkan pekerja tally kontainer. Ternyata, banyak yang berminat,” imbuh Djumadri.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.