Soal Tagihan Listrik Bengkak, YLK Desak Kinerja PLN Wilayah Kalselteng Diaudit

0

KINERJA PT (Persero) PLN Wilayah Kalselteng didesak Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalimantan Selatan, Dr Akhmad Murjani patut diaudit, demi transparansi kepada publik.

AUDIT yang dimaksud YLK Kalsel karena menyangkut hak masyarakat yang dilindungi UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, jelas mengamanatkan bagi penyedia jasa termasuk PLN membuka secara transparan dasar penetapan harga daya listrik dibayar pelanggan.

“Kita tidak percaya penuh soal dalih kurang catat atau tagihan tertunggak kemudian dibebankan kembali kepada konsumen, hingga akhirnya pembayaran pada bulan berikutnya membengkak,” kata Akhmad Murjani kepada jejakrekam.com, Kamis (11/6/2020).

BACA : PLN Minta Maaf, Janji Ringankan Beban Tagihan Listrik Pelanggan

Berdasar pengakuan dari manajemen PT PLN, termasuk di wilayah pelayanan Kalsel dan Kalteng justru petugas pencatat meter tidak turun ke rumah pelanggan.

“Mereka tidak membaca meter dan hanya menghitung rata-rata tiga bulan terakhir. Dengan alasan, mengingat situasi pandemi Covid-19 adalah hal yang perlu diuji kebenarannya,” kata Murjani.

Akademisi STIKES Cahaya Bangsa ini mengatakan PLN tidak perlu menjadi wabah Corona sebagai alasan. Menurut Murjani, sekali pun penjagaan ketat selama pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), namun petugas pencatat meter bisa memasuki perkampungan, komplek dan desa, hingga rumah warga.

BACA JUGA : GM PLN Beberkan Soal Listrik, Dewan: Harus Dituntaskan Karena Belum Transparan

“Artinya, jangan beralibi karena Covid-19, petugas pencatat meter tidak melakukan tugasnya mencatat daya listrik yang telah dikonsumi pelanggan sebenarnya,” ucap Murjani.

Dengan melonjaknya tagihan rekening listrik pelanggan PLN, bahkan menjadi isu nasional, Ketua YLK Kalsel mendesak agar DPRD terus mengawal dan memantau kinerja perusahaan pelat merah.

BACA JUGA : Kurang Catat Meter Jadi Dalih PLN Soal Tagihan Listrik Pelanggan Membengkak

“Sebab, tagihan listrik yang membengkak dari 40 persen, 50 persen bahkan sampai ada yang 100 persen itu, patut dicurigai. Itu jelas memberatkan masyarakat. Masalah ini juga jangan dibiarkan oleh manajemen PLN, daripada nanti menjadi polemik berkepanjangan di tengah masyarakat,” pungkas Murjani.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.